TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan membatalkan rencana pemotongan insentif bagi para tenaga kesehatan (naskes) yang berjibaku menangani pandemi Covid-19.
Sempat ada rencana memotong insentif itu sebesar 50 persen, akhirnya pemerintah memutuskan nilai insentif yang diberikan masih sama dengan tahun 2020.
"Bahwa saat ini belum ada perubahan kebijakan mengenai insentif. Dengan demikian insentif 2021 ini tetap sama dengan insentif tahun 2020," kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani dalam konferensi pers bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kamis (4/2/2021).
Askolani mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan terus mengalokasikan anggaran untuk mendukung penanganan Covid-19 secara keseluruhan.
"Kami tegaskan bahwa di tahun 2021 ini yang baru berjalan 2 bulan, insentif untuk tenaga kesehatan diberikan tetap sama dengan tahun 2020," tegas Askolani.
Pada kesempatan yang sama Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkes, drg. Oscar Primadi MPH mengatakan, pemerintah memberikan apresiasi kepada para tenaga kesehatan yang berjuang di tengah-tengah pandemi Covid-19 dan sangat menghargai perjuangan mereka.
"Kami (pemerintah) akan menyelesaikan semua kewajiban dan apa yang harus diberikan pemerintah terhadap tenaga kesehatan," ungkap drg.Oscar.
Sebelumnya, pemerintah sempat berencana memotong insentif bagi para nakes yang menangani pandemi Covid-19.
Tak tanggung-tanggung, jumlah pemotongannya mencapai 50 persen dibandingkan insentif yang diterima para nakes pada tahun 2020 lalu.
Dalam salinan Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 soal ketetapan besaran insentif nakes yang beredar di media sosial, tercantum penjelasan bahwa tenaga kesehatan dan peserta PPDS yang menangani Covid-19 akan diberikan insentif dan santuan kematian.
Insentif bagi dokter spesialis sebesar Rp 7.500.000, peserta PPDS Rp 6.250.000, dokter umum dan gigi Rp 5.000.000, bidan dan perawat Rp 3.750.000, dan tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2.500.000.
Sementara santunan kematian per orang sebesar Rp 300.000.000.
"Pelaksanaan atas satuan biaya tersebut agar memperhatikan hal-hal berikut: satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui, agar tetap memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yaitu akuntabilitas, efektif, efisien dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan," demikian bunyi poin kedua surat tersebut.
SK itu diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tertanggal 1 Februari 2021 menindaklanjuti surat Menteri Kesehatan Nomor KU.01.01/Menkes/62/2021 tanggal 21 Januari 2021 tentang Permohonan Perpanjangan Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19.
Selain itu pada poin ketiga tertulis bahwa satuan biaya berlaku terhitung mulai bulan Januari 2021 sampai Desember 2021, dan dapat diperpanjang kembali jika ada kebijakan baru terkait penangangan pandemi Covid-19.
Satuan biaya itu juga hanya berlaku untuk tenaga kesehatan di daerah yang masuk darurat pandemik dan melakukan tugas penanganan Covid-19.
Besaran insentif nakes tahun 2021 ini turun cukup signifikan dibandingkan tahun lalu.
Pada tahun 2020, besaran insentif dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum/dokter gigi Rp 10 juta, bidan atau perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta.
Sementara santunan kematian bagi tenaga medis yang meninggal karena tertular corona masih tetap sama sebesar Rp 300.000.000.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemangkasan besaran insentif tenaga kesehatan (nakes) itu dilakukan agar pendanaan lebih efektif.
Menurut Nadia yang juga Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kemenkes itu, pemerintah berencana menambah relawan petugas kesehatan untuk penanganan pandemi virus corona.
"Ada penyesuaian (anggaran) supaya lebih efektif, karena relawan kesehatan akan bertambah dan ini petugas kesehatan yang bukan pegawai tetap, jadi kita juga memperbanyak upaya padat karya," kata Nadia.
Nadia menerangkan, meski jumlah relawan bertambah, insentif nakes akan tetap ada pada 2021. Hanya saja, terdapat penyesuaian besaran insentif.
"Jumlah relawan bertambah tetap ada penyesuaian insentif untuk nakes," tutur dia.
Penambahan jumlah relawan petugas kesehatan tersebut juga dianggap sebagai bentuk memenuhi kebutuhan nakes pada masa pandemi Covid-19.
Baca juga: 360 Nakes di Riau Terpapar Covid-19, Paling Banyak Wanita, Kadinkes: 97 Persen Sudah SembuhÂ
Baca juga: Sri Mulyani Potong Insentif Nakes, IDI: Kemarin Saja Belum Lancar, Ini Malah Dikurangi
Nadia berharap, kebutuhan SDM tenaga kesehatan dapat terpenuhi di tempat-tempat perawatan.
Keputusan pemangkasan insentif itu kemudian menuai beragam tanggapan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut pemangkasan sebanyak 50 persen itu tidak sepatutnya dilakukan saat kondisi pandemi dan kematian nakes akibat Covid-19 mengganas.
IDI menilai pemerintah tidak memiliki rasa prihatin di atas kondisi krisis.
IDI khawatir keputusan sepihak pemerintah itu dapat membuat kekecewaan dan demotivasi para nakes di seluruh tanah air.
"Kalau perlu duduk bersama dibahas kembali antara Kemenkeu, Kemenkes, dan organisasi profesi. Kalau sampai tenaga kesehatan marah, selesai semua kita," kata Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto, Kamis (4/2/2021).
"Bukannya kami mengejar uang, dengan insentif kemarin hanya cukup saja dengan tanda kutip," imbuhnya.
Slamet mengaku sempat mendapat keluhan dari teman sejawat dokter saat surat tertanggal 1 Februari 2021 yang dikirimkan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin itu beredar.
Tak hanya berbicara soal materi, Slamet merasa kecewa terhadap keputusan sepihak pemerintah tanpa rembukan terlebih dahulu.
Menurutnya, jika alasannya karena negara tak lagi memiliki anggaran, maka ia mempertanyakan mengapa pendapatan pegawai Kementerian Keuangan tak ikut dipangkas.
Padahal, insentif untuk tenaga kesehatan sebelum pemotongan juga masih jauh lebih kecil dibandingkan gaji pegawai Kemenkeu.
"Yang pasti insentif yang diterima tenaga kesehatan masih jauh di bawah take home pay-nya (gaji bersih) pegawai Kementerian Keuangan eselon III, masa diturunkan," kata dia.
Slamet meminta pemerintah berterus terang bilamana negara sedang krisis keuangan. Sebab menurutnya IDI bakal memaklumi.
Baca juga: Sekjen Kemenkes: Semua Tenaga Kesehatan yang Tangani Covid-19 dapat Insentif
Baca juga: Kementerian Keuangan Jamin Tidak Potongan Insentif untuk Nakes 2021
"Kami mau terbuka kok, kalau negara tidak ada uang mau apalagi. Namun pemerintah tidak peka, tidak sense of crisis. Kan kasihan nakes dan dokter sampai mengorbankan keselamatannya. Saya rasa perlu dikaji ulang lah ini," kata dia.
Dengan harapan itu, Slamet meminta agar pemerintah duduk bersama cukup dengan tiga elemen itu sehingga seluruh permasalahan klir dan dapat dicari jalan tengah.
Slamet mengaku belum bisa menjawab pertanyaan para dokter yang berkeluh ke IDI karena ia sendiri tidak mengetahui parameter apa yang digunakan pemerintah dalam memutuskan kebijakan anyar ini.
"Kalau memang begitu, tidak usah bayar saja, jadi terus terang saja, jangan tiba-tiba mengeluarkan SK sepihak," kata Slamet.
Hal serupa disampaikan Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadilah.
Ia menilai pemerintah tidak peka dengan kondisi nakes di lapangan yang berjibaku setiap harinya dengan Covid-19.
Belum lagi risiko ikut terpapar Covid-19 yang harus ditanggung para nakes.
Menurut Harif, meski nakes sudah mendapatkan vaksin Covid-19, bukan berarti beban kerja mereka pun berkurang.
Mengingat kasus Covid-19 di tanah air terus bertambah dengan angka kematian yang juga melonjak.
Komisi IX DPR RI kemudian mendesak Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan membatalkan keputusan pemangkasan itu.
DPR khawatir pemotongan insentif itu membuat nakes yang berjibaku di garda terdepan menangani Covid-19 kecewa.
"Seandainya garda terdepan ini mereka mendengar insentifnya dikurangi, ini pasti berbahaya. Dia sudah merelakan nyawanya, merelakan waktunya memakai APD 24 jam, mereka sudah mengerahkan semuanya 24 jam," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Ansory Siregar dalam rapat dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Rabu (3/2/2021).
Dengan kondisi itu, Ansory mendesak agar rencana pemotongan insentif nakes dibatalkan dan Kemenkes diharapkan segera melunasi insentif yang dilaporkan menunggak itu.
Komisi IX pun seluruhnya sepakat untuk membawa dua kesimpulan itu dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kemenkes.(tribun network/rin/sen/dod)