Dia mencontohkan ada laporan dari masyarakat tentang kejadian ekstremisme kepada kepolisian terhadap orang atau kelompok dengan keyakinan tertentu yang dianggap mendukung ekstrimisme kekerasan, nantinya polisi pun akan mentafsirkan laporan secara subjektif.
“Kalau pemerintah serius mau memberantas terorisme maka pergunakan Undang-Undang Terorisme. Selama ini UU Terorisme hanya dipergunakan untuk mengadili pelaku teroris dengan baju agama Islam. Sedangkan kelompok pemberontak, makar di Papua tak pernah ditangani layaknya kasus terorisme namun hanya ditangani seperti kelompok kriminal bersenjata biasa,” kata dia.
Anggota DPR RI Dapil DI Yogyakarta ini kemudian memberikan sebuah hipotesis tentang tujuan dilahirkannya Perpres ini.
“Kita sebagai bagian yang sedang di luar pemerintah yang punya agenda, mudah saja kelak membuktikan apa tujuan lahirnya perpres ini. Jika KKB Papua tidak ditangani selayaknya kasus terorisme, kemudian pemerintah menangani kasus ekstrimisme lain yang level ekstrimnya masih di bawah KKB Papua maka perpes ini memang bertujuan untuk menekan kelompok ekstrimis sesuai tafsir pemerintah bukan benar-benar bertujuan memberantas ektrimisme kekerasan mengarah ke terorisme," jelasnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI itu menegaskan PKS secara jelas menentang ektrimisme, kekerasan dan teroris.
Menurutnya, PKS sebagai partai Islam rahmatan lil 'alamien, mendorong pemahaman dan tindakan yang tawasuth atau moderat, pertengahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, PKS menentang ekstremisme dalam semua bentuknya yang dilakukan oleh siapapun baik kelompok masyarakat maupun penyelenggara negara.
PKS juga menginginkan penanganan ekstrimisme dilakukan dengan cara-cara yang baik bukan dengan cara ekstrim.
"Jika cara cara ekstrim dipakai saya khawatir justru lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya. Dengan pelibatan masyarakat secara masif sampai grassroot, yakni dengan mendorong masyarakat membuat laporan, saya kok khawatir justru ini akan membuat masyarakat makin terbelah. Akan muncul di tengah- tengah masyarakat sikap saling curiga dan saling menuding. Keterbelahan masyarakat yang bhineka dan majemuk ini akan berbahaya," kata Sukamta.
Lebih lanjut, PKS mengharapkan pemerintah seharusnya mendorong persatuan bukan membuka ruang perpecahan.
Sukamta mengatakan bahwa memperbesar energi dan aura menuju tunggal ika akan lebih kondusif daripada mendorong untuk saling melaporkan seperti di zaman PKI.
Dia juga memberikan refleksi kondisi kebangsaan bahwa saat ini rakyat Indonesia sebagian besar menganggap keadilan di negara ini timpang.
"Dahulu hukum tumpul bagi si kaya dan tajam bagi si miskin, kini ketimpangan bertambah. Kekebalan hukum bagi si pendukung pemerintah dan bagi para pengkritik pemerintah dipersekusi, diancam dan dibui. Indeks demokrasi juga akan memburuk, masyarakat takut berbicara menyampaikan pendapat dan aspirasi yang berbeda dengan pemerintah karena takut di cap ekstrimis," tandasnya.