News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

KPU Usul Pilkada Serentak Diundur Setelah Pemilu, Masa Jabatan Kepala Daerah Diperpanjang

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman (tengah) berjalan meninggalkan ruangan didampingi Anggota Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (kiri) dan Hasyim Asyari usai memberikan keterangan pers terkait putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (15/1/2021). Konferensi pers tersebut digelar untuk menindaklanjuti keputusan DKPP terkait pemberhentian Arief Budiman sebagai Ketua KPU. Terkait keputusan DKPP itu, KPU meminta jajaran di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk tetap bekerja seperti biasa. Tribunnews/Jeprima

Fadli merasa heran jika alasan menghentikan pembahasan itu adalah kerangka hukum kepemiluan tidak perlu diubah setiap menjelang penyelenggaraan pemilu.

Padahal, awalnya revisi UU Pemilu itu merupakan inisiatif dari para politisi di Parlemen.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi virtual bertajuk 'Maju Mundur Revisi Undang-Undang Pemilu', Minggu (7/2/2021).

Baca juga: KPU Usul Pilkada Serentak Diundur Setelah Pemilu, Masa Jabatan Kepala Daerah Diperpanjang

"Jadi menurut saya ini patut dipertanyakaan dan menjadi sangat aneh ketika baik partai politik atau pemerintah merasa tidak perlu melakukan revisi Undang-Undang Pemilu saat ini," kata Fadli.

"Apalagi menggunakam pendekatan dan alasan krrangka kepemiluan tidak perlu untuk diperbaharui dalam setiap satu kali dalam lima tahun atau setiap menjelang penyelengaraan pemilu," imbuhnya.

Fadli mencoba menjelaskan latar belakang revisi UU Pemilu menjadi inisiatif DPR.

Baca juga: Surya Paloh Instruksikan NasDem Hentikan Pembahasan Revisi UU Pemilu, Dukung Pilkada Serentak 2024

Satu di antara alasan utama munculnya gagasan memperbaiki kerangka hukum kepemiluan ternyata dengan desain pemilu serentak 5 kotak seperti di pemilu 2019, ada banyak persoalan yang dihadapi baik oleh penyelenggara, peserta pemilu termasuk pemilih.

Karena ada 3 aktor kunci dalam proses pemilu itu menghadapi tantangan yang tidak mudah.

Serta ada persoalan krusial yang muncul mulai penyelenggara misalnya memamejemen pemilu 5 kotak yang sangat berat bagi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Atas dasar kesadaran itu di awal 2020 muncul inisiatif menyusun kerangka hukum kepemiluan yang diinisias Komisi 2 DPR," ucapnya.

Baca juga: Enggan Ikut Campur Urusan Internal Demokrat, Gerindra: Urusan Pemilu 2024, Belanda Masih Jauh

"Kesadaran terhadap adanya persoalan pemilu serentak seperti tahun 2019 kemudian yang menjadi dasarr pemikiran utama kenapa penting untuk memperbaharui kerangaka hukum kepemiluan kita," pungkasnya.

Diketahui, saat ini DPR tengah menggodok revisi UU Pemilu.

Dalam prosesnya, isu yang menguat dalam revisi UU Pemilu yakni adanya pengaturan ulang (normalisasi) jadwal Pilkada di 2022 dan 2023.

Selain itu, isu mengenai ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden juga masih menuai polemik.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini