News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat Sebut RUU Pemilu akan Terdepak dari Prolegnas Prioritas 2021

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas, kantor SMRC Cikini Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/9/2017).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tujuh dari sembilan fraksi di DPR telah menyatakan tidak perlu melakukan Revisi Undang-Undang Pemilu, yang satu di antaranya mengatur pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 tetap digelar. 

Melihat hal tersebut, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas, memperkirakan RUU Pemilu hanya akan menjadi usulan saja dan tidak masuk ke daftar Prolegnas Prioritas 2021

"Usulan revisi UU Pemilu telah mati. Sebab, lebih dari 70 persen suara di parlemen sudah menegaskan sikap untuk tidak membuat perubahan," ujar Abbas saat dihubungi, Jakarta, Senin (8/2/2021).

Baca juga: Pengamat : Kalau Bukan Perintah Jokowi, NasDem dan Golkar Tak Balik Badan Soal RUU Pemilu

Menurutnya, sikap Partai Golkar dan NasDem yang awalnya ingin revisi UU Pemilu, tidak bisa melawan arus besar keinginan koalisi dan akhirnya hanya tinggal dua partai saja yang tetap ingin adanya perubahan, yaitu Demokrat dan PKS. 

"Suara Partai Demokrat dan PKS jelas minoritas dan tidak akan berpengaruh. Jika demikian, UU Pemilu tidak akan masuk prolegnas tahun 2021," tuturnya. 

Abbas menyebut, sikap PKS dan Demokrat sejalan dengan suara masyarakat sipil, maupun ahli-ahli ilmu politik agar UU Pemilu direvisi. 

"Sikap Muhammadiyah, misalnya, sangat jelas mendorong revisi UU Pemilu dan pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 untuk menghindari 'overdosis demokrasi' akibat penumpukan banyak pemilihan di 2024," ujarnya. 

"Sejumlah LSM advokasi Pemilu seperti Perludem juga bersikap sejalan. Namun, suara mereka hanya akan berdampak jika didukung oleh mayoritas anggota DPR," sambungnya. 

Komisi II DPR memberikan penjelasan RUU Pemilu di ruang Baleg DPR  (Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono)

Namun, Abbas melihat sikap yang diambil partai-partai koalisi pemerintah belum berupa sikap final, tetapi hanya sikap sementara.

Sebab, sebagai pendukung pemerintah mereka cukup berempati, dan turut bertanggungjawab terhadap upaya penyelesaian masalah di dalam negeri saat ini. 

Terutama, kata Abbas, masalah pandemi Covid-19 dan dampak sosial-ekonominya yang sangat berat, di mana hal ini harus jadi fokus utama. 

"Dalam kondisi normal, usulan revisi UU Pemilu berpeluang mendapat dukungan lebih luas. Baik dari DPR maupun pemerintah," ujarnya. 

"Oleh sebab itu, jika kondisi pandemi dan resesi ekonomi  bisa segera tertangani dengan baik, sikap partai-partai politik anggota koalisi pemerintah tentang revisi UU Pemilu dapat berubah kembali," kata Abbas.

Baca juga: Partai Koalisi Pemerintah dan PAN Kompak Dukung Pilkada 2024, PKS dan Demokrat Tak Sepakat

Diketahui, RUU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021 yang akan dibahas DPR. Namun, daftar ini belum diputuskan dalam rapat paripurna DPR. 

RUU tersebut menggabungkan UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 dan UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016.

Naskah revisi UU pemilu salah satunya mengatur pelaksanaan Pilkada pada 2022 dan 2023. DKI Jakarta turut menjadi daerah yang menggelar Pilkada tersebut.

Dalam UU Pemilu sebelumnya, Pilkada serentak di seluruh provinsi, kabupaten dan kota digelar pada 2024 bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPRD, DPD dan presiden.

Tujuh fraksi di DPR mendukung Pilkada serentak 2024 yaitu PDIP, PKB, Gerindra, PPP, Golkar, NasDem, dan PAN. 

Sementara, PKS dan Demokrat menginginkan Pilkada 2022-2023 tetap dilaksanakan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini