TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI memperkirakan kerugian negara dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 20 triliun.
Angka itu dibukukan hanya dalam 3 tahun saja.
Demikian disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah.
Hal itu sekaligus menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan hanya sebatas risiko bisnis.
"Kalau kerugian bisnis, apakah analisanya ketika di dalam investasi itu selemah itu sampai 3 tahun bisa merugi sampai Rp 20 triliun sekian. Sekalipun ini masih menurut dari orang keuangan masih potensi," kata Febrie di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (11/2/2021).
Baca juga: Tanah Tersangka Asabri Benny Tjokrosaputro Kembali Disita, Total Menjadi 413 Hektar
Febrie juga menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan sebagai unrealized loss atau risiko bisnis.
Unrealized loss sendiri biasa digunakan dalam perdagangan di pasar saham.
Artinya, kondisi penurunan nilai aset investasi saham atau reksadana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.
Febrie menyampaikan kasus yang dialami BPJS Ketenagakerjaan hampir tidak mungkin dalam kondisi unrealized loss.
Sebab, kerugian yang diterima perseroan mencapai Rp 20 triliun dalam 3 tahun saja.
"Nah sekarang saya tanya kembali dimana ada perusahaan-perusahaan lain yang bisa unrealized loss (Rp 20 triliun) dalam 3 tahun. Ada nggak seperti itu? saya ingin denger dulu," ungkap dia.
Baca juga: Kejaksaan Agung Periksa Tujuh Saksi Terkait Kasus Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan
Kendati demikian, pihaknya masih menunggu laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan.
"BPK yang menentukan kerugian. Ini nanti kita pastikan kerugiannya ini. Karena perbuatan seseorang ini masuk ke kualifikasi pidana atau seperti yang dibilang tadi kerugian bisnis," tandas dia.
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI sebelumnya menduga adanya tindak pidana korupsi yang terjadi dalam tubuh PT Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkaitan dengan pengelolaan dana investasi.
Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan bahwa kasus tersebut kini telah ditingkatkan menjadi penyidikan.
Penyidik menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam urusan keuangan perusahaan pelat merah tersebut.
"Tim Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus mulai melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait sebagai saksi dalam dugaan Dugaan Perkara Tindak Pidana Korupsi pada Pengelolan Keuangan dan Dana Investasi oleh PT. Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan," kata Leonard dalam keterangan resmi, Selasa (19/1/2021).
Baca juga: DPR Sebut Saat Ini Belum Perlu Pansus Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan
Kasus tersebut ditingkatkan menjadi penyidikan pada Januari 2021 ini.
Kasus tersebut ditangani oleh penyidik pada Jampidsus berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor: Print-02/F.2/Fd.2/01/2021.
Penyidik saat ini tengah memeriksa sejumlah saksi untuk mendalami kasus tersebut. Selain itu, sejumlah dokumen sudah sempat disita oleh Kejagung dalam penggeledahan kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di wilayah Jakarta, Senin (18/1) kemarin.
Namun demikian, belum ada tersangka dalam kasus tersebut.
Sebaliknya, pihaknya masih belum membeberkan secara detil duduk perkara kasus tersebut.
"Tim jaksa penyidik telah melakukan penggeledahan di kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di kawasan Jakarta Selatan dan menyita data serta dokumen," tukasnya.
--