Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyatakan Komisi II telah sepakat tidak akan melanjutkan pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu.
Jika hal itu terjadi, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga mengingatkan akan ada 101 daerah yang tidak melaksanakan pilkada 2022 dan 170 daerah pada tahun 2023.
Itu artinya, ada 271 daerah tidak melaksanakan pilkada.
"Dari jumlah tersebut, ada 24 gubernur, 191 bupati, dan 56 wali kota yang habis masa jabatannya. Sesuai aturan mereka akan diganti oleh pelaksana tugas (Plt)," kata Jamiluddin kepada Tribunnews, Minggu (14/2/2021).
Baca juga: Perludem Sayangkan Komisi II Sepakat Tak Lanjutkan Bahas RUU Pemilu: Banyak yang Perlu Dibenahi
Menurutnya, sangat berbahaya jika 271 daerah dipimpin oleh Plt.
Sebab, para Plt hanya akan melaksanakan tugas rutin dan tidak berwenang mengambil keputusan atau tindakan yang bersifat strategis.
"Jumlah ini tentu terbanyak selama Indonesia berdiri. Joko Widodo (Jokowi) akan memegang rekor tertinggi sebagai presiden yang daerahnya dipimpin Plt," ucapnya.
"Jadi, kalau pilkada 2022 ditiadakan, maka akan ada 101 PLT di daerah yang selama dua tahun tidak boleh mengambil keputusan strategis. Sementara kalau pilkada 2023 ditiadakan, berarti ada 171 daerah yang dipimpin PLT dan dalam satu tahun daerah itu tidak boleh mengambil kebijakan strategis," imbuhnya.
Baca juga: Kisruh Revisi Undang-Undang Pemilu, Politikus Demokrat Sebut PDIP Gila Kuasa
Selain itu, pemerintah juga harus menyiapkan 271 Plt.
Tentu ini bukan jumlah sedikit yang harus disiapkan menteri dalam negeri.
"Masalahnya, apakah tersedia 271 PLT yang benar-benar mumpuni ? Untuk ini tentu pemerintah tidak bisa terlalu pede seolah-olah memiliki stok yang cukup untuk memenuhi kebutuhan PLT pada tahun 2022 dan 2023," ucapnya.
Lebih lanjut, kalau tidak cukup stok PLT yang mumpuni, tentu 271 daerah tersebut akan semakin menderita.
Dia kembali menegaskan, Plt seadanya dan tidak dapat mengambil kebijakan strategis akan membuat daerah itu makin tertinggal dari daerah lain yang dipimpin kepala daerah definitif.
Atas dasar itu, menurutnya keputusan menolak revisi UU tentang Pemilu harus dikaji ulang.
"Pemerintah dan partai pendukung pemerintah haruslah mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan politik jangka pendek. Harapannya, semoga pemerintah dan partai pendukung terketuk hatinya untuk berpihak pada rakyat," pungkasnya.