TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto ungkap ada 9 pasal UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang perlu dihapus dan direvisi.
Hal itu disampaikan melalui akun Twitter-nya, @DamarJuniarto.
Damar menyebut masalah utama pada UU ITE yakni pada pasal 27 hingga 29.
Sebab, pasal-pasal itu mengandung rumusan 'karet' dan duplikasi hukum (multitafsir) sehingga perlu dihapus.
Hal itu disampaikan Damar menanggapi cuitan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD soal wacana revisi UU ITE.
Baca juga: Mensesneg Tegaskan Pemerintah Tidak Berniat Merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada
Baca juga: Mardani Ali: UU ITE Sering Digunakan untuk Bungkam Suara yang Kritik Pemerintah
"Prof @mohmahfudmd saya usul mulai dari 9 pasal bermasalah UU ITE ini."
"Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum."
"Selain itu ada juga pasal-pasal lain yang rawan persoalan/disalahgunakan dan perlu diperbaiki rumusannya," tulis Damar, Selasa (16/2/2021).
Salah satu pasal yang perlu dihapus menurut SAFEnet, yakni pasal 27 ayat 3, yang membahas soal Defamasi.
Pasal 27 ayat 3 dianggap mengekang pendapat warga, aktivis hingga profesi seorang jurnalis.
Baca juga: PKS: Kalau Serius Maka Usulan Perubahan RUU ITE Lebih Bagus Diusulkan Pemerintah
Baca juga: Wacana Revisi UU ITE, Sosok Ini Justru Nilai Tak Ada Pasal Karet: 2 Kali ke MK Hasilnya Tak Masalah
Bahkan, pasal itu juga dinilai mengekang masyarakat yang mengkritik soal aparat kepolisian sampai kebijakan pemerintah.
Adapun bunyi pasal 27 ayat 3 UU ITE:
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Berikut 9 pasal UU ITE yang bermasalah, karena rumusannya dinilai karet dan multitafsir:
1. Pasal 26 ayat 3 mengatur tentang penghapusan indormasi yang tak relevan. Masalah pasal ini terkait sensor informasi.
2. Pasal 27 ayat 1 tentang muatan asusila secara online. Dinilai bermasalah karena digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.
3. Pasal 27 ayat 3 tentang Defamasi, dinilai represi bagi masyarakat yang mengkritik pemerintah hingga aparat polisi.
4. Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dinilai bermasalah karena menekan minoritas agama hingga mengekang pendapat masyarakat kepada aparat polisi dan pemerintah.
5. Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah karena dipakai untuk meidana orang yang mau melapor ke polisi.
6. Pasal 36 tentang kerugian, dianggap bermasalah karean dicuplik utnuk memperberat hukuman p[idana defamasi.
7. Pasal 40 ayat 2a mengatur tentang muatan yang dilarang. Pasal ini dinilai bermasalah karena hoax menjadi muatan yang digunakan dasar internet shutdown.
8. Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses, dinilai bermasalah karena alasan penegasan pemerintah lebih diutamakan dibanding putusan pengadilan untuk internet shutdown.
9. Pasal 45 ayat 3, mengatur tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat melakukan penahanan pada pelanggar UU saat masih dalam proses penyidikan.
Mahfud MD: Pemerintah akan Diskusikan Inisiatif untuk Merevisi UU ITE
Diberitakan sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk merevisi Undang-Undangan (UU) nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Mahfud mengatakan sekira 2007 atau 2008 lalu banyak pihak yang mengusulkan agar dibuat UU ITE.
Namun, jika sekarang UU tersebut dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet, Mahfud mengajak masyarakat untuk membuat kesepakatan baru dengan merevisi UU tersebut.
"Pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk merevisi UU ITE. Dulu pada 2007/2008 banyak yang usul dengan penuh semangat agar dibuat UU ITE.
Jika sekarang UU tersebut dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut.
Bagaimana baiknya lah, ini kan demokrasi," kata Mahfud dalam akun Twitter-nya, @mohmahfudmd, pada Senin (15/2/2021).
Baca juga: Kapolri Buat Terobosan Baru, UU ITE Bakal Ditangani Lebih Selektif Agar Tak Jadi Pasal Karet
Baca juga: Jokowi Minta Polri Selektif Terima Aduan Pelanggaran UU ITE
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti banyaknya masyarakat yang saling melaporkan ke polisi dalam beberapa waktu belakangan ini menggunakan pasal Undang-undang Informasi dan transaksi Elektronik (ITE).
Dalam rapat pimpinan TNI/Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021), Presiden mengatakan akan meminta DPR untuk merevisi UU ITE, bersama pemerintah, apabila undang-undang tersebut tidak memberikan rasa keadilan.
"Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya, saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi UU ini," kata Jokowi.
Revisi UU ITE tersebut kata Jokowi terutama dilakukan pada pasal-pasal karet yang multi tafsir. Pasal-pasal yang bisa ditafsirkan secara sepihak.
"UU ITE ini. Karena di sinilah hulunya. Hulunya ada di sini, revisi," katanya.
Meskipun demikian kata Presiden ruang digital di Indonesia tetap harus dijaga. Tujuannya agar ruang digital di Indonesia sehat dan beretika.
"Agar penuh dengan sopan santun, agar penuh dengan tata krama, dan produktif," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Shella/Gita Irawan)