TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membantah bahwa vila yang telah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah miliknya.
Hal tersebut diungkapkan tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) itu usai diperpanjang masa penahanannya oleh KPK selama 30 hari kedepan.
“Semua kepemilikan itu kan atas nama siapa dan sebagainya juga enggak tahu,” ucap Edhy di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/2/2021).
Namun Edhy mengakui pernah ditawarkan vila yang berlokasi Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat itu. Akan tetapi ia tak mengambilnya lantaran harganya terlampau mahal.
“Saya pernah ditawarkan memang untuk itu, tapi kan saya enggak tindaklanjuti, harganya mahal juga,” katanya.
Diwartakan sebelumnya, tiim penyidik KPK menyita 1 unit vila beserta tanah seluas 2 hektare di Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Kamis (18/2/2021).
Penyitaan berkaitan dengan kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Baca juga: Vila Mewah Milik Edhy Prabowo Disita KPK, Luasnya 2 Hektare, Pernah Dipunyai Mantan Petinggi Polri
Plt Juru Bicara Ali Fikri mengungkapkan, vila dan tanah tersebut diduga milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, yang terjerat dalam kasus ini.
“Diduga villa tersebut milik tersangka EP (Edhy Prabowo) yang dibeli dengan uang yang terkumpul dari para eksportir yang mendapatkan ijin pengiriman benih lobster di KKP,” kata Ali melalui keterangannya, Kamis (18/2/2021).
Ali berkata bahwa usai dilakukan penyitaan, tim penyidik KPK lantas memasang plang penyitaan pada vila tersebut.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh tersangka.
Ketujuh tersangka itu yakni, Edhy Prabowo, tiga staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta, Safri serta Amril Mukminin; Siswadi selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo; Ainul Faqih selaku Staf istri Menteri KP; dan Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama.
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan 100 ribu dolar AS dari Suharjito.
Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.