TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken aturan yang membuat karyawan di sebuah perusahaan atau pabrik, bisa dikontrak sampai lima tahun.
Mengutip dari Kompas TV, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Adapun, PP tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca juga: Kemnaker Libatkan Akademisi Susun RPP UU Cipta Kerja
Dalam kebijakan yang tercantum dalam Pasal 8 Ayat 1 PP No 35 Tahun 2021, jangka waktu maksimal bagi perusahaan untuk menyelenggarakan kontrak Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) maksimal selama lima tahun.
Sebelumnya, perusahaan hanya boleh mengontrak pekerja selama tiga tahun.
Rinciannya, hanya dua tahun kontrak PKWT dengan perpanjangan maksimal setahun.
"Dalam hal jangka waktu PKWT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan berakhir dan pekerjaan yang dilaksanakan belum selesai maka dapat dilakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh."
"Dengan ketentuan jangka waktu keseluruhan PKWT beserta perpanjangannya tidak lebih dari 5 (lima) tahun," demikian bunyi Pasal 8 Ayat 2.
Lebih lanjut, kebijakan tersebut juga membagi pekerja kontrak menjadi dua macam.
Yakni, berdasarkan jangka waktu dan berdasarkan selesainya pekerjaan.
Baca juga: Pemerintah Terbitkan 49 Peraturan Pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja
Untuk pekerja kontrak berdasarkan jangka waktu ditujukan untuk pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, bersifat musiman, atau berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Sementara, pekerja kontrak berdasarkan selesainya pekerjaan dibuat untuk pekerjaan yang sekali selesai atau pekerjaan yang sifatnya sementara.
Namun yang perlu diingat, perusahaan tidak boleh memperkerjakan pegawai kontrak untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Perusaahan Wajib Beri Kompensasi Setelah Kontrak Selesai
Di sisi lain, aturan tersebut juga mewajibkan pengusaha memberikan uang kompensasi kepada pekerja yang kontraknya telah selesai.
Adapun besaran uang kompensasi diberikan sesuai dengan tiga ketentuan.
Pertama, pekerja kontrak selama 12 bulan secara terus menerus, diberikan sebesar satu bulan upah.
Kedua, pekerja kontrak selama satu bulan atau lebih tetapi kurang dari 12 bulan, dihitung secara proporsional.
Perhitungannya adalah masa kerja kali satu bulan upah.
Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Lanjutkan Bantuan Subsidi Upah untuk Jaga Daya Beli Pekerja
Ketiga, pekerja kontrak lebih dari 12 bulan, dihitung secara proporsional dengan perhitungan masa kerja kali satu bulan Upah.
"Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan pembayaran uang kompensasi terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap," bunyi aturan itu.
Selanjutnya, pemberian uang kompensasi dilaksanakan pada saat berakhirnya PKWT.
Uang kompensasi diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit satu bulan secara terus menerus.
Penjelasan Kemnaker soal Aturan Pesangon PHK 50 Persen
Tidak hanya mengenai perpanjangan kontrak dan pemberian kompensasi, kebijakan tersebut juga mengatur tentang pesangon PHK bisa dipotong 50 persen atau setengahnya.
Dalam aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021, perusahaan diperbolehkan membayar pesangon separuhnya bagi pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Namun, ada beberapa syarat dan ketentuan sehingga perusahaan bisa membayar setengah dari pesangon kepada karyawan yang di-PHK.
Baca juga: Turunkan Angka pengangguran, Kemnaker Optimalkan Kinerja Pengantar Kerja
Kementerian Ketenagakerjaan meluruskan maksud dari PP terkait pesangon tersebut.
"Pernyataan ini perlu kami luruskan, PP Nomor 35 Tahun 2021 mengatur mengenai besaran nilai uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak."
"Sesuai dengan alasan PHK yang juga sudah disebutkan dalam PP tersebut," kata Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi dihubungi Kompas.com, Senin (22/2/2021).
"Jadi tidak benar perusahaan dapat memberikan (pesangon) separuhnya saja, hal ini harus dilihat dulu PHK-nya dalam konteks atau alasan apa," lanjut dia.
Di dalam PP No.35/2021, disebutkan alasan perusahaan memberikan pesangon PHK separuhnya saja, sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, pengusaha dapat melakukan PHK.
Sementara, pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 0,5 kali.
Uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan dan uang penggantian hak.
2. Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena alasan efisiensi yang disebabkan perusahaan alami kerugian.
3. Pengusaha mem-PHK pekerja/buruh karena alasan perusahaan tutup yang disebabkan karena kerugian terus-menerus selama dua tahun.
4. Pengusaha mem-PHK karena alasan perusahaan tutup akibat keadaan memaksa atau force majeure.
Baca juga: Kemnaker Tingkatkan Kompetensi Lebih dari 900 Ribu Orang di Tahun 2020
5. Pengusaha dapat melakukan PHK karena alasan perusahaan menunda kewajiban pembayaran utang yang disebabkan kerugian.
6. PHK karena alasan perusahaan pailit.
7. Pengusaha bakal memberikan separuh pesangon PHK apabila pekerja/buruh melakukan pelanggaran dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, maupun perjanjian kerja bersama.
Namun, sebelumnya pekerja/buruh yang melanggar tersebut harus diberikan surat peringatan terlebih dahulu.
Menghindari aji mumpung perusahaan yang tidak masuk dalam alasan PP tersebut, maka Kemenaker akan memperkuat pengawasan sehingga tidak terjadi pemberian pesangon PHK separuh.
"Ada pengawasan tenaga kerja, itu yang juga akan kita perkuat sehingga berbagai moral hazard (penyimpangan moral) bisa kita minimalisir," pungkas Anwar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ada Aturan Pesangon PHK Boleh Diberikan Separuhnya, Ini Penjelasan Kemenaker"
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/de Miranti Karunia, Kompas TV)