News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bersaksi di Sidang Suap Izin Ekspor Benur, Stafsus Edhy Prabowo Akui Diberi Arahan Sang Menteri

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo

Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Staf khusus (Stafsus) Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Safri Muis membenarkan pernah diberi arahan membantu perusahaan yang kesulitan mengurus izin ekspor benih bening lobster (BBL) oleh atasannya itu.

Hal itu ia ungkap saat bersaksi di sidang dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/2/2021).

Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyinggung pengakuan Safri yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam BAP, Safri menyebut Edhy Prabowo memberi arahan soal perizinan.

Baca juga: Stafsus Edhy Prabowo Akui Diberi Uang 26 Ribu Dolar Singapura oleh Suharjito

"Suadara Edhy memberi arahan kepada saya untuk membantu perusahaan tertenu agar proses perizinannya segera dilaksanakan," kata jaksa membaca BAP Safri.

"Betul itu?" tanya jaksa.

Safri membenarkan soal arahan tersebut. Kata dia, bila ada perusahaan yang menghubungi Edhy Prabowo soal pengurusan izin, maka Safri diminta membantu memprosesnya.

Baca juga: Edhy Prabowo: Jangankan Dihukum Mati, Lebih dari itupun Saya Siap

Namun dia menampik bahwa arahan itu ditujukan pada perusahaan tertentu, melainkan hanya secara umum.

Arahan tersebut kata Safri duberikan di rumah dinas Menteri KKP, Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan. Saat itu Kementerian KKP memang sedang menerapkan sistem kerja dari rumah.

Baca juga: Berstatus Tersangka Korupsi, Edhy Prabowo Klaim Tidak Mencuri Uang Negara

"Seingat saya bukan tertentu. Tapi kalau ada memang perusahaan ini, yang menghubungi pak menteri tentang itu (izin) secara umum beliau mengatakan bahwa harus dibantu diproses gitu," ucap Safri.

"Biasa kalau ada pertemuan di Widya Chandra. Ketemu saya (memberikan arahan)," tutur Safri.

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Baca juga: KPK Kembali Perpanjang Masa Penahanan Edhy Prabowo

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.

Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy.

Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau Misanta selaku staf khusus Edhy, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK).

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini