Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna selama 30 hari kedepan.
Ajay merupakan tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Rumah Sakit Kasih Bunda tahun anggaran 2018-2020.
"Perpanjangan yang kedua terhitung sejak tanggal 26 Februari 2021 sampai dengan 27 Maret 2021 di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Selasa (23/2/2021).
Baca juga: Calon Pemain Anyar Siap Merapat ke Persib Bandung yang Lagi Krisis Striker
Ali berkata bahwa penyidik masih akan terus memanggil sejumlah saksi guna melengkapi berkas penyidikan Ajay.
Pada kesempatan yang sama, penyidik juga memeriksa Ajay dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
Dalam pemeriksaan itu, kata Ali, penyidik mengonfirmasi Ajay perihal dokumen pengangkatan yang bersangkutan sebagai Wali Kota Cimahi.
Baca juga: Satpol PP Amankan 10 PSK, 2 Pria dan 34 Botol Miras dari Pasar Kambing Sukmajaya
Selain itu, didalami pula soal dugaan kedekatan Ajay dengan sejumlah rekanan proyek pembangunan di Kota Cimahi.
Diketahui, KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda Kota Cimahi, Jawa Barat, pada tahun anggaran 2018-2020.
Dua tersangka tersebut adalah Wali Kota Cimahi 2017-2022 Ajay Muhammad Priatna (AJM) dan Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan (HY).
Dalam kasus itu, Ajay diduga menerima Rp1,661 miliar dari kesepakatan awal Rp3,2 miliar.
Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Wali Kota Nonaktif Cimahi Ajay Muhammad
Pemberian itu sejak 6 Mei 2020, sedangkan pemberian terakhir pada tanggal 27 November 2020 sebesar Rp425 juta.
Sebagai penerima, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara itu, Hutama disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.