TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengapresiasi langkah pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat hendak melakukan upaya terkait situasi di Myanmar.
Hikmahanto menilai upaya ini tentu harus tetap dilakukan namun dengan mengubah strategi.
“Sebaiknya Indonesia melakukan Backdoor Diplomacy dengan menunjuk tokoh untuk meredakan situasi di Myanmar,” ujar Hikmahanto kepada Tribunnews.com, Jumat (26/2/2021).
Siapa tokoh yang tepat untuk itu?
Dia mengatakan tokoh tersebut bisa mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) atau mantan Menlu Hassan Wirayuda.
“Keduanya memiliki pengalaman yang sangat luas dalam bidang perdamaian, pemerintahan dan proses demokratisasi,” jelasnya.
“Keduanya merupakan tokoh di Indonesia dan besar kemungkinan besar bisa diterima oleh pihak-pihak yang bertikai yaitu pemerintahan kudeta dan elemen masyarakat di Myanmar,” ucapnya.
Disamping itu, lebih lanjut dia menjelaskan kedua tokoh ini memiliki kredibilitas dan pengakuan secara internasional.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi melakukan pertemuan dengan Menlu Thailand, Don Pramudwinai di Bangkok pada Rabu (24/2/2021).
Salah satunya untuk membahas dan mencari penyelesaian konflik politik yang terjadi di Myanmar saat ini.
Baca juga: Inggris Kembali Jatuhkan Sanksi pada Anggota Junta, Bank Dunia Hentikan Pendanaan Proyek di Myanmar
“Berbicara dengan semua pihak menjalin komunikasi berkonsultasi selalu dilakukan Indonesia dengan tujuan utama dapat memberikan kontribusi untuk menangani masalah yang sedang berkembang,” kata Retno pada konferensi pers, Rabu (24/2/2021).
Retno menegaskan Indonesia memilih untuk tidak berdiam diri dengan situasi yang terjadi di Myanmar, semata-mata untuk menjaga perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan di kawasan.
Kepada Don, Retno menyampaikan posisi Indonesia. Ia berujar bahwa RI akan konsisten menyuarakan pentingnya keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar.
Termasuk memulihkan transisi demokrasi yang inklusif dan pentingnya penghormatan terhadap Piagam ASEAN.
“Thailand memiliki posisi yang khusus, karena berbatasan darat sepanjangan 2400 km dengan Myanmar dan sekitar 2 juta orang Myanmar tinggal di Thailand,” ujarnya.
Selain membahas Myanmar, Menlu Retno juga membahas persiapan Joint Commission Meeting dengan Menlu Don, karena tahun ini bertepatan 70 tahun hubungan diplomatik kedua negara.
Kedua menlu juga membahas rencana penyelenggaraan pertemuan ASEAN.
Pada pertemuan bilateral itu, Retno menyampaikan bahwa Thailand turut menyampaikan persetujuannya.
“Sejauh ini, negara – negara ASEAN telah menyampaikan komitmen dukungan terhadap penyelenggaraan pertemuan para Menlu ASEAN,” kata Retno.
Sebelumnya, Menlu Retno juga telah melakukan kunjungan ke Brunei Darussalam dan Singapura untuk membahas situasi Myanmar.
Retno mengatakan bahwa dirinya juga telah membahas masalah Myanmar dengan Menlu Filipina, Malaysia, Singapura, Vietnam, Laos, Kamboja, serta utusan Sekjen PBB.
Isu Myanmar juga telah dibahas RI dengan Myanmar selama kunjungan PM Malaysia ke Indonesia.
“Pagi ini saya berbicara dengan acting assistant under secretary AS. Besok rencananya akan kembali komunikasi dengan Menlu Inggris dan dengan Sekjen PBB, dan mantan PM Australia yang sekarang menjadi Ketua Global Leadership Forum dan Asia Society, juga berencana melakukan pembicaraan dengan saya,” kata Retno.
Retno mengatakan sebelumnya dia juga telah melakukan komunikasi dengan Menlu Australia, Jepang, AS, RRT, Inggris dan India.
Kendati pelaksanaan shuttle diplomacy ditengah pandemi tidak mudah, Retno berkomitmen membawa Indonesia berkontribusi guna mencari penyelesaian terbaik bagi situasi di Myanmar saat ini, seperti yang dilakukan saat isu Rohingya muncul.
“Indonesia juga merupakan negara pertama yang melakukan shuttle diplomacy,” ujarnya.