Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra mengaku tidak memiliki beban menghadapi sidang tuntutan dalam kasus dugaan suap pejabat negara terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3/2021).
Sesaat sebelum persidangan, Djoko Tjandra mengaku santai.
Sebab ia beralasan tindakan dirinya bukan suatu perbuatan yang merugikan negara.
Menurutnya kasus yang menjeratnya hanya urusan kecil dan jauh dari perbuatan jahat sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Baca juga: Klaim Jadi Korban Tipu-tipu Pinangki, Djoko Tjandra: Harusnya Saya Dituntut Bebas
"Santai saja ini tidak ada suatu perbuatan yang merugikan negara, ini cuma urusan kecil, bukan suatu perbuatan jahat," kata Djoko Tjandra yang duduk di kursi peserta sidang, di ruang sidang utama.
Menurutnya dirinya korban penipuan dari janji Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI Pinangki Sirna Malasari dan pihak swasta, Andi Irfan Jaya.
Ia mengatakan ditipu atas iming-iming Pinangki dan Andi Irfan Jaya soal pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang disebut bisa menyelesaikan permasalahan hukum dirinya.
Baca juga: Irjen Napoleon Sebut Tak Ada Fakta yang Mampu Buktikan Keterlibatannya pada Kasus Djoko Tjandra
Apalagi kata dia, kejadian pembicaraan rencana pengurusan fatwa MA yang ditawarkan Pinangki terjadi diluar negeri, dalam hal ini di kantornya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sehingga kata Djoko Tjandra berdasarkan ketentuan perundang-undangan, maka urusan ini seharusnya tak ada hubungan dengan dalam negeri.
"Orang datang ke Malaysia buat jualan ke Indonesia. Secara undang-undang kejadian di luar negeri, dan mestinya tidak ada hubungan di dalam negeri," ungkap Djoko Tjandra.
Sebagaimana diketahui, terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra didakwa menyuap Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI, Pinangki Sirna Malasari senilai 500 ribu dolar AS dari total janji 1 juta dolar AS.
Lewat suap itu, Djoko Tjandra bermaksud agar Pinangki menyelesaikan permasalahan hukum yang menjeratnya dengan mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung.
Tujuan penerbitan fatwa MA itu supaya pidana penjara selama 2 tahun yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Baca juga: Djoko Tjandra Ungkap Alasan Tolak Action Plan yang Disodorkan Jaksa Pinangki: Ini Proposal Penipuan
Djoko Tjandra sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa MA tersebut, dengan argumen bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun tidak bisa dieksekusi sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.
Akan tetapi, karena terdakwa Djoko Tjandra tahu status Pinangki sebagai jaksa, maka ia tidak mau melakukan transaksi secara langsung.
Baca juga: Djoko Tjandra Ungkap Alasan Tolak Action Plan yang Disodorkan Jaksa Pinangki: Ini Proposal Penipuan
Kemudian, Pinangki menyanggupi menghadirkan pihak swasta yaitu Andi Irfan Jaya untuk bertransaksi dengan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA.
Atas perbuatan menyuap penyelenggara negara, Djoko Tjandra diancam melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.