Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid alias HNW mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo yang mencabut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) No. 10 Tahun 2021 yang membuka investasi terhadap industri minuman keras (miras) atau beralkohol.
Akan tetapi, HNW mengingatkan agar Presiden Jokowi segera menerbitkan dokumen resmi pencabutan tersebut, dengan menghadirkan Perpres baru dan mempublikasikannya kepada publik.
Baca juga: Diduga Ini Pihak yang Bujuk Jokowi Buka Investasi Miras
"Karena pernyataan Presiden Jokowi itu terkait dengan membatalkan suatu produk hukum di Indonesia yang adalah negara hukum. Maka sudah semestinya bila pencabutan itu juga diformalkan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga pencabutan ketentuan itu bukan sekedar wacana apalagi PHP, tapi produk hukum legal yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat," ujar Hidayat Nur Wahid, kepada Tribunnews.com, Kamis (4/3/2021).
Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa kehadiran dokumen hukum secara legal formal, berupa adanya Perpres yang baru atau revisi Perpres yang telah mencabut lampiran yang ditolak oleh masyarakat luas di pusat dan di daerah itu, sangat dibutuhkan untuk memberikan kepastian hukum.
Baca juga: Diduga Ini Pihak yang Bujuk Jokowi Buka Investasi Miras
Selain itu, kehadiran Perpres itu juga diyakini untuk menghentikan polemik dan ketidak pastian hukum yang masih dirasakan oleh banyak elemen bangsa.
Menurutnya, uni dibutuhkan karena sering terjadinya pernyataan publik Presiden Jokowi justru diimplementasikan secara berbeda oleh para pembantunya, dan tidak ada koreksi terhadap keganjilan seperti itu.
“Misalnya dalam kasus revisi UU ITE. Presiden Jokowi sudah menyatakan terbuka setuju dengan revisi UU tersebut, tetapi oleh pembantunya malah dipahami berbeda dengan lebih hadirkan pedoman interpretasi UU ITE. Bukannya merealisasikan harapan Presiden untuk terjadinya revisi, sehingga semakin menimbulkan polemik di masyarakat. Jangan sampai, kasus pencabutan terkait Perpres investasi miras akan mengulangi tragedi revisi UU ITE. Ketidaksamaan antara pernyataan dengan tindakan di lapangan,” jelasnya.
Oleh karena itu, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai bahwa kehadiran dokumen produk hukum atau Perpres baru yang mencabut isi lampiran investasi miras itu, mutlak diperlukan untuk melihat keseriusan menjaga NKRI dan moral bangsa.
Baca juga: Ini 3 Kebijakan Gaduh yang Akhirnya Ditarik Jokowi: Investasi Miras hingga Soal Harga BBM
Juga untuk membuktikan bahwa pernyataan Presiden tersebut bukan hanya sekadar basa basi politik yang akan makin menimbulkan kegaduhan publik dan kekecewaan dari berbagai ormas dan fokoh yang telah menyampaikan penolakan terhadap perpres investasi miras. Antara lain MUI, NU, Muhammadiyah, Para Ulama dan tokoh pimpinan di daerah, termasuk suara dari Papua.
Apalagi, kata Hidayat Nur Wahid, masukan dan saran-saran dari mereka tersebut telah secara terbuka dan bertanggung jawab disampaikan demi kebaikan berbangsa dan bernegara, kuatkan komitmen berPancasila dan menyelamatkan NKRI.
"Bila tidak ada dokumen resmi atau perpres baru yang mengakomodasi pencabutan ketentuan itu, maka pernyataan Pak Jokowi kemarin akan dinilai sebagai sekadar janji atau basa basi politik yang tidak berkekuatan hukum, sehingga berpotensi menimbulkan kegaduhan politik dan kekacauan hukum, dan ketidak sungguh-sungguhan menghormati para ulama, ormas-ormas dan tokoh yang terhormat yang telah disebutkan nama-namanya oleh Presiden Jokowi sendiri, dan itu bisa munculkan ketidakpercayaan kepada Presiden,” kata Hidayat Nur Wahid.
Maka dari itu, Hidayat Nur Wahid menegaskan sangat penting bagi Presiden Jokowi untuk segera membuktikan pernyataannya menerima usulan dan masukan dari para ulama dan tokoh bangsa.
Caranya adalah dengan membuat produk hukum yang membuktikan penerimaannya untuk menghapus lampiran III ketentuan investasi miras, atau Perpres baru yang memasukkan koreksi atasi lampiran III soal investasi miras itu.
"Kepada semua pihak agar tidak terlena dan mengira semuanya sudah selesai cukup dengan pernyataan lisan yang tidak mempunyai kekuatan hukum itu. Melainkan terus mengawal dan mengawasi dan memastikan agar komitmen Pak Jokowi yang diapresiasi oleh para tokoh, ormas-ormas dan masyarakat luas itu, betul-betul segera mewujud menjadi dokumen hukum yang resmi yang berkekuatan hukum atau perpres yang baru. Untuk kebaikan kita semua sebagai rakyat dan negara, untuk keselamatan moral bangsa, dan buktikan komitmen menjalankan Pancasila di NKRI," tandasnya.