News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aktivis KAMI Ditangkap

Kuasa Hukum Sebut Pelapor Sengaja Menargetkan Jumhur Hidayat

Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Oky Wiratama dan Arif Maulana selaku anggota kuasa hukum Jumhur Hidayat di PN Jakarta Selatan, Kamis (18/3/2021).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum terdakwa kasus penyebaran berita bohong terkait UU Cipta Kerja Jumhur Hidayat mengungkapkan kliennya memang sengaja menjadi target pelaporan atas kasus tersebut.

Hal itu diungkapkan Oky Wiratama selaku anggota kuasa hukum Jumhur dari LBH Jakarta dalam sidang lanjutan yang beragendakan mendengar keterangan saksi fakta di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Oky menyatakan, saksi fakta yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Andito Prabayu yang juga merupakan pelapor Jumhur, dengan sengaja membuka Twitter kliennya untuk mencari kesalahan.

Baca juga: Berbohong dalam Persidangan, Kuasa Hukum Jumhur Nilai Saksi dari JPU adalah Palsu

Itu dilakukan Andito saat yang bersangkutan menemui saksi lainnya yakni Febrianto Dunggio dan Husein Shihab yang juga merupakan pelapor untuk melakukan diskusi sebelum melakukan pelaporan.

Di mana dalam keterangannya, Andito mengaku tidak mengenal dan tidak berteman di media sosial Twitter dengan Jumhur.

Andito bisa melaporkan Jumhur karena dirinya melakukan pencarian di Twitter dengan menggunakan keyword nama akun Jumhur.

Baca juga: PN Jaksel Kembali Gelar Sidang Lanjutan Terdakwa Jumhur Hidayat Siang ini

"Mereka memang sengaja buka laptop, langsung mencari akun terdakwa @jumhurhidayat bukan melalui tracing hastag Omnibus Law, hastag UU Cipta Kerja, disitu kan bisa dilihat perdebatannya," kata Oky kepada wartawan di PN Jaksel, Kamis (18/3/2021).

Dengan begitu kata Oky, para pelapor tersebut memang sengaja mencari-cari celah terkait postingan Jumhur terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja ini.

Padahal kata Oky, Andito tidak mengenal dan tidak saling mengikuti (Follow) akun Jumhur Hidayat di dalam media sosial Twitter tersebut.

Baca juga: Kuasa Hukum Jumhur Hidayat Kritisi Pernyataan Jaksa Soal Perubahan Dakwaan

"Berarti mereka sengaja untuk menyasar, menargetkan terdakwa, itu fakta selanjutnya," kata Oky.

Dalam kesempatan yang sama, Arif Maulana yang juga merupakan anggota kuasa hukum Jumhur menyatakan, pelaporan yang dilakukan untuk kliennya ini mengandung unsur kepentingan.

Bukan sebatas pelaporan untuk pidana publik, bahkan kata dia penahanan yang dilakukan terhadap Jumhur Hidayat merupakan tahanan politik.

Pasalnya, Jumhur ditahan karena melakukan kritik terhadap pemerintah khususnya terkait penerbitan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Saksi-saksi (yang diperiksa) punya kepentingan dalam arti ini tidak murni untuk kepentingan pelaporan untuk pidana publik, tapi ini ada alasan tertentu mentarget seseorang dan ini ada sesuatu yang mendorong mereka (saksi) untuk melapor," kata Arif.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Jumhur Hidayat menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.

Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.

Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".

Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan yang mirip-mirip berisi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".

Atas perbuatannya, Jumhur didakwa dengan dua dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari Undang-Undang RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini