Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - I Gede Pasek Suardika, loyalis Anas Urbaningrum yang juga mantan kader Partai Demokrat, mengaku masih tak percaya dirinya pernah di-prank oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dengan setengah tertawa, I Gede Pasek mengingat awal mula kejadian yang menyebabkan adanya prank dari SBY yaitu ketika Anas Urbaningrum mundur dari posisi Ketua Umum Partai Demokrat.
Anas mundur tepat satu hari setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada 22 Februari 2013.
Baca juga: Profil Sri Mulyono, yang Sebut SBY Menguasai Demokrat secara Absolut sejak Anas Dilengserkan
I Gede Pasek saat itu mengajak Anas berdiskusi terkait nasib kawan-kawannya yang bersiap nyaleg dalam pemilu yang akan datang. Sebab tahapan pemilu sudah mulai digelar.
"Suatu malam saya ke tempat mas Anas di Duren Sawit. Kita diskusilah ngomongin nasib teman-teman. 'Mas ini bagaimana? Teman-teman itu nunggu apakah pindah partai atau tetap seperti ini, siapa nanti penggantinya mas Anas'," ucap I Gede Pasek Suardika saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Jumat (19/3/2021).
Dia lantas melontarkan ide bagaimana jika Anas dan loyalisnya sepakat mendukung SBY mengisi posisi ketua umum yang ditinggalkan Anas.
Diharapkan hal tersebut membuat Partai Demokrat bersatu dan kawan-kawannya aman untuk mencalonkan diri dalam pemilu.
SBY saat itu diketahui menjabat Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Gayung bersambut, Anas ternyata tak keberatan dengan ide I Gede Pasek. Anas pun mempersilakan I Gede Pasek menyampaikan ide itu ke media massa.
"Saya sampaikan di DPR bahwa saya mengusulkan pak SBY sebagai ketua umum agar bisa dipilih secara aklamasi demi bersatunya semua elemen partai, karena kita sudah masuk tahapan pemilu, dimana kita harus segera berkompetisi di lapangan, segala problem di internal kita tutup dulu," kata I Gede Pasek.
Pernyataan itu memicu kemarahan dari Ruhut Sitompul, Marzuki Alie hingga Syarief Hasan. Usulan I Gede Pasek dianggap menghina SBY karena menurunkan statusnya dari majelis tinggi partai dan dewan pembina menjadi ketua umum.
Ternyata usulan tersebut sampai ke telinga SBY. Diundanglah I Gede Pasek ke Istana Negara untuk berbicara empat mata.
Sebelum berbincang dengan SBY, I Gede Pasek mengaku sempat bertemu dengan almarhumah Ani Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) di Istana.
"Ditanya lah. 'Kamu (I Gede Pasek) kenapa mau minta saya (SBY) jadi ketua umum?' (SBY) Sempat menawarkan kenapa nggak bu Ani saja (yang jadi ketua umum)," ujarnya.
I Gede Pasek menjelaskan jika SBY tidak maju, maka akan terjadi kompetisi kembali di internal Demokrat. Bila kubu SBY mengajukan Marzuki Alie, kubu Anas akan mengajukan Saan Mustopa. Menurutnya kompetisi itu hanya akan menghabiskan energi.
Mendengar alasan tersebut, SBY kemudian menyambut gembira tawaran itu dengan syarat Anas dan kawan-kawannya mampu memastikan terjadinya aklamasi.
I Gede Pasek pun memastikan aklamasi kepada SBY akan terjadi sepanjang Marzuki Alie tidak maju dalam kongres luar biasa (KLB). SBY merespon dengan berkomitmen akan menyatukan partai jika dirinya terpilih sebagai ketua umum.
Kabar ini disampaikan langsung ke Anas sepulang I Gede Pasek dari Istana. Kala itu, Anas disebutnya tertawa dan langsung bereaksi dengan menghubungi DPD serta DPC via telpon untuk memberikan dukungan ke SBY.
"Banyak yang kaget kenapa diarahkan milih SBY. Mas Anas waktu itu bilang, 'sudahlah biar semua selamat pilih SBY aja dulu, nanti urusan saya belakangan lah yang penting proses teman-teman nyaleg'," kata I Gede Pasek.
Singkat cerita, KLB yang digelar di Bali secara aklamasi memilih SBY sebagai ketua umum. Anas dan I Gede Pasek sengaja tak hadir dalam KLB.
SBY sendiri mengabarkan kemenangannya melalui pesan Black Berry Messenger (BBM) kepada I Gede Pasek. Lantas, SBY meminta usulan nama-nama dari Anas dan loyalisnya untuk dimasukkan ke dalam kepengurusan DPP Partai Demokrat.
"Selesai beliau terpilih, beliau BBM ke saya. 'KLB sudah selesai secara aklamasi, sampaikan juga terimakasih untuk bung Anas dan mohon usulan nama-namanya untuk kepengurusan di DPP'," ujar I Gede Pasek yang kemudian menunjukkan pesan itu kepada Anas.
Keesokan harinya, I Gede Pasek mengirimkan usulan nama-nama yang diminta SBY. Namun dia tak menyangka bahwa dari seluruh nama yang diusulkan itu hanya Saan Mustopa yang masuk kepengurusan.
"Bayangan saya, saya sebagai orang politik, investasi politik lebih banyak lah ya. Dari ide, menggarap, mengamankan Anas, melancarkan semua, kayaknya jabatan saya ini pasti melambung naik lah. Eh ternyata bukannya melambung, malah terhempas. Hilang cuma tersisa satu (Saan Mustopa), itu pun jabatannya memang dulu disitu. Yang lain hilang kena prank," tegasnya.
I Gede Pasek kaget dan tak menyangka SBY yang dipercayanya sebagai orang bersih, cerdas dan santun mampu mempermainkannya (prank, - red).
Bahkan SBY disebutnya tak pernah meminta maaf atas nama-nama yang hilang serta menganggap seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
"Di situ saya kaget betul. Nggak menyangka orang sekelas kepala pemerintahan, kepala negara, tingkat pendidikan sangat tinggi, kita bicara dari hati ke hati, kemudian bisa mengkhianati dengan cara dingin begitu. Kalau sekarang beliau mengeluh begini (dikhianati terkait kasus kudeta), saya sebenarnya sudah lebih dulu mengeluh lho," ujar I Gede Pasek.
"Jadi kalau cerita ini antara senang dan nggak senang. Senangnya itu karena yang nge-prank saya itu seorang presiden. Nggak senangnya itu kok ada gitu lho orang yang seharusnya kita sudah bicara gentleman agreement, seorang politisi yang berbicara dalam konteks bangsa bernegara kok bisa menipu hal yang sangat substansial," tandasnya.