Sebagai penerima suap yakni Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulsel dan Edy Rahmat selaku Sekdis PUTR Provinsi Sulawesi Selatan.
Sementara sebagai pemberi suap adalah Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto selaku kontraktor.
Nurdin diduga menerima Rp5,4 miliar dengan rincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung.
Kemudian, Nurdin diduga menerima uang dari kontraktor lain pada akhir 2020 sebesar Rp200 juta.
Pada Februari 2021, Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri diduga menerima uang Rp1 miliar dan Rp2,2 miliar.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: Periksa Mantan Bupati Indramayu, KPK Dalami Tahapan Pengajuan Bantuan Provinsi
Dalam penyidikan kasus tersebut, KPK juga telah menemukan uang dengan total sekitar Rp3,5 miliar dengan rincian Rp1,4 miliar, 10 ribu dolar AS, dan 190 ribu dolar Singapura.
Penemuan uang tersebut setelah tim penyidik KPK menggeledah empat lokasi di Sulsel pada Senin (1/3/2021) sampai Selasa (2/3/2021).
Empat lokasi tersebut yakni rumah jabatan Gubernur Sulsel, rumah dinas Sekdis Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel, Kantor Dinas PUTR, dan rumah pribadi tersangka Nurdin Abdullah.