News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Bansos Covid di Kemensos

Tersangka Kasus Bansos Covid-19 Beberkan Dugaan Keterlibatan Effendi Gazali ke Penyidik KPK

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Effendi Gazali

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Pejabat pembuat komitmen (PPK) KementerianSosial Adi Wahyono tak menampik dugaan keterlibatan pakar komunikasi politik Effendi Gazali dalam sengkarut suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19.

Dugaan keterlibatan tersebut sudah dibeberkan tersangka penerima suap pengadaan bansos Covid-19 ini ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Demikian terungkap usai Adi Wahyono menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (30/3/2021).

Baca juga: KPK Tolak Permintaan Effendi Gazali Bongkar Data Vendor Bansos Covid-19

Pernyataan Adi Wahyono itu sekaligus merespon pernyataan pihak lembaga antirasuah.

Dimana, KPK menduga jika Effendi rekomendasi agar salah satu perusahaan menjadi vendor atau rekanan dalam pengadaan bansos Covid-19.

Usulan itu disampaikan Effendi Gazali melalui Adi Wahyono.

"Semua sudah saya sampaikan semua ke penyidik" ungkap Adi Wahyono sebelum memasuki mobil tahanan KPK.

Hal tak jauh berbeda juga disampaikan Adi Wahyono terkait dugaan jatah kuota atas nama Effendi Gazali.

Tak membantah atau mengamini, Adi meminta hal itu dikonfirmasi kepada pihak KPK lantaran dirinya sudah membeberkannya.

"Tanya penyidik ada semua," ujar Adi.

Baca juga: Effendi Gazali Ungkap Ada Dewa-dewa yang Kuasai Kuota Bansos Covid-19

Sementara itu, mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara mengklaim tak mengetahui soal dugaan Effendi Gazali menitipakan salah satu perusahaan agar menjadi vendor bansos.

Juliari mengaku tidak mengetahui lantaran anak buahnya, Adi Wahyono dan eks PPK Matheus Joko Santoso tak memberi laporan kepadanya.

"Saya enggak tahu. Enggak dilaporkan," ujar Juliari usai menjalani pemeriksaan.

Effendi sebelumnya diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan PPK Matheus Joko Santoso pada Kamis (25/3/2021).

Dalam pemeriksaan itu, tim penyidik KPK mencecar Effendi mengenai dugaan adanya rekomendasi agar salah satu perusahaan menjadi vendor atau rekanan dalam pengadaan bansos Covid-19.

Usulan itu disampaikan Effendi melalui Adi Wahyono.

Baca juga: Effendi Gazali Siap Dikonfrontasi dengan CV Hasil Bumi Nusantara soal Kuota Bansos

"Effendi Gazali, dialami pengetahuannya terkait pelaksanaan pengadaan bansos di Kemsos tahun 2020 antara lain terkait adanya dugaan rekomendasi salah satu vendor yang diusulkan oleh saksi melalui tersangka AW (Adi Wahyono) untuk mengikuti pengadaan Bansos di wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Kemsos," kTa Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (26/3/2021).

KPK memastikan memiliki dasar memeriksa Effendi Gazali.

Kata Ali, penyidik memeriksa Effendi lantaran ada kebutuhan penyidikan.

Selain itu, lantaran penyidik KPK sudah mengantongi data dan informasi soal dugaan keterlibatan Effendi Gazali.

"Penyidik memanggil yang bersangkutan (Effendi Gazali) sebagai saksi tentu karena ada kebutuhan penyidikan. Ada data dan informasi yang perlu dikonfirmasi kepada yang bersangkutan terkait dengan pelaksanaan pengadaan bansos dimaksud," kata Ali.

Pernyataan pihak KPK seakan mementahkan klaim Effendi Gazali usai diperiksa penyidik KPK pada Kamis (25/3/2021).

Saat itu, Effendi mengklaim namanya tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka Matheus Joko Santoso.

"Tadi sudah terbukti bahwa nama saya tidak ada di BAP-nya Matheus Joko," kata Effendi seusai diperiksa.

Effendi menyebut tuduhan jika dirinya memiliki kuota bernilai puluhan miliar adalah data palsu.

Ia juga menampik kecipratan uang terkait proyek bansos.

Namun demikian, Effendi mengakui sempat bertemu dengan Adi Wahyono saat menjadi moderator dalam seminar nasional riset tentang bansos pada 23 Juli 2020.

Saat itu Effendi mengaku meminta agar kuota pengadaan bansos juga diberikan kepada UMKM.

"Jangan orang terzalimi dong, kan tidak semua orang itu apa namanya langsung jatahnya diambil dibagi-bagi sama yang besar-besar, yang itu kan tujuannya adalah UMKM dan dia tidak didirikan hanya pada saat proyek itu," kata Effendi.

Effendi menyebut terzalimi yang dimaksudnya adalah kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar.

"Ya kan kalah bersaing dengan dewa-dewa. Ya karena kuotanya sudah habis diambil dewa-dewa," katanya.

Namun demikian, Effendi menampik pernyataannya tersebut terkait kuota salah satu UMKM, yakni CV Hasil Bumi Nusantara.

Berdasarkan informasi, CV Hasil Bumi Nusantara mengerjakan 162.250 paket pada tahap pertama dengan nilai kontrak Rp48.675.000.000.

Pada tahap ke-8, CV Hasil Bumi Nusantara mengerjakan 20.000, dengan pelaksana Susanti.

"Jangan berbicara satu, kami waktu itu berbicara tentang banyak yang UMKM, mengenai siapa kemudian dapat berapa silakan tanya ke penyidik," ucap Effendi.

Sayangnya, Effendi tidak menjelaskan secara terang maksud pernyataannya mengenai 'dewa-dewa' itu.

Bak melempar bola panas, Effendi justru mempertanyakan kapan pihak-pihak yang lebih besar atau 'dewa-dewa' terkait kasus bansos ini dipanggil dan diperiksa oleh penyidik KPK.

"Saya sudah datang saya sudah dipanggil sudah memenuhi panggilan walaupun cuma di WA (WhatsApp) ya kan, saya datang yang besar-besar kapan nih dipanggilnya, silakan bapak dan ibu cari sendiri," tutur dosen Universitas Indonesia itu.

KPK sejauh ini baru menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

Yakni, Juliari Peter Batubara selaku Mensos bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku PPK Kemsos serta dua pihak swasta bernama Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke.

Diduga Juliari dan dua anak buahnya menerima suap senilai sekitar Rp17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai sekira Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.

Selaku Mensos, Juliari menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.

Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemsos melalui Matheus Joko Santoso.

Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp10.000 perpaket sembako dari nilai Rp300.000 perpaket bansos.

Matheus dan Adi selanjutnya pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian, Harry, dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.

Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.

Diduga pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekira Rp8,2 miliar.

Selanjutnya dugaan pemberian uang tersebut dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

Pada periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang sekira Rp8,8 miliar.

Uang yang dikumpulkan dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 itu juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.

Catatan Redaksi

Berita ini telah diadukan ke Dewan Pers dan dilakukan mediasi pada 8 April 2021.
Pengadu dan Teradu sepakat dengan risalah Dewan Pers yang diterbitkan pada 13 April 2021.

Berikut Hak Jawab Effendi Gazali selaku Pengadu, Berjudul: Effendi Gazali Tak Terkait 162.250 Paket Bansos

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini