Menurut Sofyan Tsauri, ini mengingatkan buku yang muncul pada 2008 yang berjudul “Kafir Tanpa Sadar”, terjemahan kitab sekunder wahabi yang berjudul asli “Al Jami’ Fie Tholabil Ilmis Syarief” di bab iman dan kufr.
Menurut Sofyan Tsauri yang mengenal baik peta gerakan jihad Indonesia, seseorang itu tidak akan tiba-tiba menjadi teroris.
Ada tangga yang harus dilalui. Tangga pertama menurutnya intoleransi dan tangga berikutnya radikalisme.
“Singkat saya katakan, seorang teroris itu sudah pasti radikal dan intoleran. Tapi seorang radikal dan intoleran belum tentu teroris,” katanya.
Sering kali menurutnya seorang teroris berkarir di intoleran dan radikal sebelum naik ke puncak level menjadi amilin irhab (pelaku teroris).
“Untuk itu hati-hati yang sedang berada di tangga intoleran dan radikal. Walau masih aman dari jeratan hukum, tetapi intoleran sering kelelahan,” tegas Sofyan Tsauri yang kini kerap dilibatkan forum-forum kampanye antiterorisme.
Teori Konspirasi dan Dampaknya Bagi Umat Islam
Di bagian lain analisis dan pandangan Sofyan Tsauri terkait konspirasi dan terorisme, ia menolak teori konspirasi selalu dikaitkan dengan aksi terorisme.
Begitu juga pandangan kuat ada konpirasi dalam penanganan aksi terorisme. “Bukan berarti saya 100 persen antiteori konspirasi,” katanya.
“Asal ada data otentik, dan bukan hipotesa atau qila wa qola (desas-desus) yang tidak ada juntrungannya gak jelas,” imbuhnya.
Menurutnya, selalu menarasikan teori konspirasi, selain menyesatkan membuat umat Islam enggan berbenah memperbaiki internal tubuh umat Islam.
“Ubah dulu mindset, cara berpikir umat, baru kita berbicara konspirasi. Karena jika tidak antum perbaiki cara berpikir, maka antum akan terus dimanfaatkan kekuatan jahat,” kata Sofyan Tsauri.
Pria alumni SMA Boedoet Jakarta ini meski antikonspirasi, sudah menulis buku berjudul Konspirasi Gerakan Jihad : Diskusi Kritis Gerakan Jihad yang Tersusupi.
Buku setebal 231 halaman itu ia susun ketika berdebat dengan Prof Dien Syamsudin di forum Indonesia Lawyer Club (ILC).