News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penangkapan Terduga Teroris

Pengamat Intelijen: Penjara Bikin Teroris Malah Tambah Hebat

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Densus 88 membawa terduga teroris dari Makassar setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (4/2/2021). Sebanyak 26 orang terduga teroris yaitu 19 orang dari Makassar dan 7 orang dari Gorontalo yang tergabung dalam Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut oleh Densus 88. Tribunnews/Irwan Rismawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat intelijen dan terorisme dari Indonesia Intelligence Institute, Ridlwan Habib menyoroti pola deradikalisasi yang dilakukan pemerintah di lapas-lapas yang di dalamnya terdapat napi-napi kasus terorisme.

Menurut Ridlwan pola tersebut cenderung bersifat formalistik.

Pola-pola tersebut, menuru Ridlwan satu dari sejumlah faktor yang menyebabkan aksi terorisme terus berulang.

Berdasarkan data Indonesia Intelijen Institute bekerja sama dengan laboratorium 45, kata dia, faktanya, sejak tahun 2000 hingga tahun 2021, Indonesia itu sudah 553 serangan teror.

Dari data tersebut, serangan Zakiah Aini di Mabes Polri beberapa waktu lalu adalah serangan ke-197 menggunakan senjata ke markas kepolisian.

Baca juga: Deteksi Dini Terorisme Pemerintah Harus Beri Pembekalan Mulai dari Tingkat Keluarga

Saat ini, kata dia, di dalam penjara ada 875 narapidana yang sedang menjalankan proses hukuman.

Narapidana yang sedang proses mau dihukum, dalam artian proses penyidikan atau menjalani persidangan ada sekitar 220.

Data tersebut, kata dia, belum termasuk dengan para terduga teroris yang ditangkap dalam periode tiga bulan terakhir yang nyaris hampir 180 orang sejak Januari sampai penangkapan terakhir.

Ridlwan mengaku telah menulis tentang kegagalan penggalangan intelijen dan kegagalan deradikaliasi di lapaa terorisme.

Berdasarkan hasil risetnya di 12 lapas yang di dalamnya terdapat napi kasus terorisme, kegiatan deradikalisasi yang digelar bersifat formalistik misalnya berupa seminar.

Para napi tersebut, kata dia, enggan mengikuti isi daribacara tersebut karena bentuknya yang formalistik dan cenderung memilih untuk sekadar mengisi absensi.

Hal tersebut disampaikannya dalam Diskusi Online bertajuk "Anak Muda dan Terorisme" yang digelar Partai Solidaritas Indonesia pada Senin (5/4/2021).

"Saya kira, proses ini harus diubah. Proses, sistem deradikalisasi dalam penjara perlu diperbaiki negara. Kenapa? Karena yang terjadi adalah penjara menjadi madrosatul jihad. Orang masuk penjara, bukannya sembuh tapi malah lebih hebat," kata Ridlwan.

Sejumlah kasus, kata dia, juga mendukung hal tersebut.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini