TRIBUNNEWS.COM - Djoko Soegiarto Tjandra, pengusaha terdakwa kasus dugaan pemberian suap kepada penegak hukum dan permufakatan jahat resmi mendapat vonis dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Djoko Tjandra divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan.
Demikian seperti yang dikatakan oleh ketua majelis hakim Muhammad Damis saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/4/2021).
”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, serta pidana denda Rp100 juta subsidier 6 bulan,” jelasnya diberitakan Tribunnews.com.
Baca juga: ICW Dorong Revisi UU Tipikor Karena Djoko Tjandra Cuma Dihukum 4,5 Tahun
Baca juga: Perbandingan Vonis 6 Terdakwa Kasus Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Paling Berat
Sementara, terdapat oknum-oknum lainnya terlibat dalam kasus Djoko Tjandra.
Namun, masing-masing mendapat vonis hukuman yang berbeda, paling berat seperti yang dialami oleh jaksa Pinangki.
Selengkapnya akan dirangkum Tribunnews.com dalam berita ini.
1. Tommy Sumardi 2 Tahun Penjara
Diberitakan Tribunnews.com, hakim menjatuhkan vonis 2 tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan kepada terdakwa perantara suap Djoko Tjandra, Tommy Sumardi.
Sidang agenda putusan tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Selasa (29/12/2020).
Sebab, Majelis Hakim PN Jakpus yang menangani perkara tersebut menyatakan Tommy Sumardi telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama - sama.
"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun, dan pidana denda sejumlah Rp100 juta.
Dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ucap hakim membacakan vonis.
Hakim juga menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang sudah dijalankan Tommy agar dikurangkan seluruhnya dari vonis yang dijatuhkan.
"Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan dengan jenis penahanan rumah tahanan negara," ujarnya.
Adapun dalam pertimbangannya, majelis hakim menyetujui permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Tommy Sumardi dalam perkara ini.
"Maka alasan yang menjadi dasar permohonan justice collaborator dapat diterima sehingga majelis menyetujui terdakwa menjadi justice collaborator dalam perkara a quo," tutur hakim.
Vonis ini lebih tinggi ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Tommy Sumardi 1 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap pengurusan red notice Djoko Tjandra.
Tommy disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, pengusaha Tommy Sumardi didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra memberikan suap ke dua orang jenderal polisi.
Yaitu Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dalam vonis hakim, Tommy Sumardi terbukti memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon dan 100 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo.
Baca juga: Djoko Tjandra Terbukti Suap 2 Jenderal dan Jaksa Pinangki, Permohonan JC Juga Ditolak Hakim
2. Andi Irfan Jaya Divonis 6 Tahun Penjara
Tribunnews.com mengabarkan, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan kepada Andi Irfan Jaya.
Hakim menyatakan Andi Irfan terbukti bersalah secara meyakinkan berbuat membantu kejahatan korupsi dan melakukan pemufakatan jahat bersama terdakwa lainnya, yakni Pinangki Sirna Malasari dan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Andi Irfan Jaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sengaja memberi bantuan pada kejahatan korupsi dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi" kata hakim ketua IG Eko Purwanto membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (18/1/2021) malam.
"Menjatuhkan hukuman pidana hukum kepada terdakwa Andi Irfan Jaya dengan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 4 bulan," lanjut Eko.
Sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Andi Irfan dinyatakan melanggar Pasal 11 dan Pasal 15 juncto Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Andi Irfan terbukti bertindak sebagai konsultan dengan maksud meredam pemberitaan media bila Djoko Tjandra yang saat itu merupakan buronan kasus hak tagih (cessie) Bank Bali tiba di Indonesia.
"Peranan terdakwa telah terbukti adalah sebagai konsultan yang meredam media masa apabila Joko Soegiarto Tjandra ke Indonesia," kata Eko.
3. Anita Kolopaking Vonis 2 Tahun 6 Bulan Penjara
Artikel lain Tribunnews.com menuliskan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis 2 tahun dan 6 bulan penjara kepada pengacara Djoko Tjandra, Anita Dewi Kolopaking atas kasus surat jalan palsu.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai Anita selaku pengacara Djoko Tjandra bersalah menyuruh membuat dokumen palsu berupa surat jalan, surat keterangan bebas Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan.
Anita juga terbukti menolong Djoko Tjandra selaku kliennya. Mengingat, Djoko Tjandra adalah terpidana korupsi yang saat itu berstatus buronan Kejaksaan Agung.
Baca juga: Respons Djoko Tjandra Sikapi Vonis 4,5 Tahun: Saya Perlu Pikir-pikir Dulu
Dalam memutuskan perkara, hakim memiliki sejumlah hal yang memberatkan. Yakni Anita dianggap telah mencederai profesi advokat.
Perbuatan Anita juga membahayakan keselamatan masyarakat karena berpergian tanpa tes Covid-19 sebagaimana aturan di masa pandemi. Anita juga tidak merasa bersalah atas perbuatannya.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Anita Kolopaking oleh karena itu dengan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan," ujar Hakim Ketua Muhammad Sirat membacakan amar putusan.
Sementara hal yang meringankan hukuman Anita yakni terdakwa bersikap sopan selama persidangan, dan belum pernah dihukum pidana sebelumnya.
"Hal meringankan Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum," tutur hakim.
4. Brigjen Prasetijo Vonis Penjara 3 Tahun 6 bulan
Tribunnews.com mengabarkan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara 3 tahun 6 bulan serta denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Eks Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
Vonis ini diketahui lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 2 tahun 6 bulan penjara.
Setelah Majelis Hakim membacakan putusan, Prasetijo diminta menanggapi.
Dalam tanggapannya, Prasetijo mengaku menerima semua hukuman yang diberikan.
"Saya menerima yang mulia," kata Prasetijo menanggapi vonisnya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021).
Baca juga: Dituntut 4 Tahun Penjara, Nasib Djoko Tjandra Diputuskan 5 April 2021
Hakim Ketua Muhammad Damis kemudian menanyakan tanggapan atas putusan ini kepada JPU.
Namun untuk JPU, hanya ada beberapa upaya yang bisa diambil.
"Hak yang sama juga berlaku untuk penuntut umum. Kecuali hak cabut, menerima dan menggunakan banding, itu tidak dibolehkan untuk penuntut umum. Silakan gimana?," tanya Damis.
5. Irjen Napoleon Vonis 4 Tahun Penjara
Masih dari Tribunnews.com, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Irjen Napoleon Bonaparte.
Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama - sama, berupa penerimaan suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Napoleon terbukti menerima suap 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra. Tujuan pemberian uang dimaksudkan agar nama Djoko Tjandra dihapus dari daftar DPO atau red notice Interpol.
"Menyatakan Terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Hakim Ketua Muhammad Damis membaca amar putusan, Rabu (10/3/2021).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karenanya dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan," sambungnya.
Hakim mempertimbangkan hal - hal yang memberatkan vonis Napoleon.
Di antaranya Napoleon tidak mendukung program pemerintah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Perbuatan Napoleon yang merupakan anggota Polri dinilai bisa menurunkan citra, wibawa, dan nama baik kepolisian. Napoleon juga dianggap lempar batu sembunyi tangan karena tidak mengaku dan menyesali perbuatannya.
"Perbuatan terdakwa sebagai anggota Polri dapat menurunkan citra, wibawa, nama baik kepolisian. Lempar batu sembunyi tangan, sama sekali tidak menyesali perbuatan," ucap Damis.
Baca juga: Bacakan Pleidoi, Djoko Tjandra Merasa Tuntutan 4 Tahun Penjara Terlalu Berat: Saya Minta Bebas
Sedangkan hal meringankan vonis, Napoleon berlaku sopan selama persidangan.
Dia belum pernah dijatuhi pidana, dan telah mengabdi menjadi anggota Polri selama lebih dari 30 tahun, serta punya tanggung jawab keluarga.
"Terdakwa berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dijatuhi pidana sebelumnya, mengabdi anggota Polri lebih dari 30 tahun, punya tanggung jawab keluarga, selama persidangan terdakwa tertib," kata Damis.
Atas perbuatannya, Napoleon dianggap melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
6. Jaksa Pinangki Vonis 10 Tahun Penjara
Dalam artikel yang dimuat Tribunnews.com, jaksa Pinangki Sirna Malasari mengajukan banding atas keputusan vonis majelis hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Pinangki keberatan dengan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.Jaksa Pamudji Yanuar Utomo membenarkan adanya pengajuan banding Pinangki tersebut.
Pengajuan tersebut didaftarkan Pinangki pada Senin (15/2/) tiga hari lalu.Dengan pengajuan banding itu, kata Yanuar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara tidak langsung juga akan mengikuti proses banding tersebut.
"Pinangki banding otomatis kami PU juga ajukan banding," kata Jaksa Yanuar saat dikonfirmasi, Selasa (16/2).
Sebelumnya Pinangki Sirna Malasari divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hakim menyatakan Pinangki terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk terpidana hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.Pinangki terbukti menguasai 450 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.
Selain itu, Pinangki juga terbukti melakukan pencucian uang pemberian Djoko Tjandra, serta melakukan pemufakatan jahat dengan pihak lain.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara selama 10 tahun penjara dikurangi masa tahanan. Dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam menjatuhkan vonis, Majelis Hakim mempertimbangkan hal - hal yang memberatkan yakni Pinangki adalah seorang aparat penegak hukum, menutupi keterkaitan pihak lain dalam perkara serupa, serta memberi keterangan berbelit.
Djoko Tjandra Bersalah
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan kepada pengusaha Djoko Soegiarto Tjandra.
Pendiri Grup Mulia itu dinilai terbukti bersalah menyuap sejumlah penegak hukum terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) dan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, serta pidana denda Rp100 juta subsidier 6 bulan,” kata ketua majelis hakim Muhammad Damis saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/4).
Vonis hakim untuk Djoko Tjandra ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum.
Sebelumnya jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan kepada Djoko Tjandra.
Baca juga: ICW Yakin Masih Ada Aktor Lain dalam Kasus Djoko Tjandra, Minta KPK Lakukan Penyelidikan Mendalam
Dalam pertimbangan vonisnya majelis hakim menilai Djoko Tjandra terbukti melanggar tiga dakwaan.
Pertama, Djoko Tjandra terbukti menyuap dua jenderal Polri sebesar Rp 8,3 miliar.
Dua perwira tinggi yang dimaksud yakni mantan Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dan eks Kakorwas PPNS Bareskrim, Brigjen Prasetijo Utomo.
Melalui rekannya Tommy Sumardi, Djoko memberikan uang kepada Irjen Napoleon Bonaparte sebesar Sin$200 ribu dan US$370 ribu, serta uang sebesar US$100 ribu kepada Brigjen Prasetijo Utomo. Suap diberikan agar status Djoko Tjandra dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Imigrasi dihapus.
Kedua, Djoko Tjandra dinilai terbukti menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari senilai USD 500 ribu.
Suap itu diberikan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejagung agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi ke penjara atas kasus hak tagih Bank Bali.
Uang diterima Pinangki melalui kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Terakhir, Djoko Tjandra dinilai melakukan pemufakatan jahat bersama Jaksa Pinangki dan Andi Irfan Jaya untuk menyuap pejabat Kejagung dan MA sebesar USD 10 juta untuk pengurusan fatwa. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Hakim juga menguraikan sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan bagi Djoko.
Hal memberatkan, perbuatan Djoko tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi dan dilakukan untuk menghindari keputusan pengadilan.
Sedangkan hal meringankan yakni terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan telah berusia lanjut.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Ilham Rian Pratama, Danang Triatmojo)