TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menanggapi terkait pernyataan Direktur Riset SETARA Institute Halili Hasan yang menyebut Jawa Barat di posisi teratas sebagai tempat pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan selama 14 tahun.
Beka mengatakan riset tersebut tidak mengejutkan karena menurutnya memang belum banyak kemajuan atau penyelesaian kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan di wilayah Jawa barat.
Untuk itu, kata Beka, pemerintah daerah harus tegas dalam menegakkan hak konstitusional warga dalam beragama dan berkeyakinan.
Penyelesaian kasus-kasus tersebut, kata Beka, harus didasarkan pada pemenuhan hak konstitusi dan bukan didasarkan pada harmoni.
"Saya kira pemerintah harus tegas dalam menegakan dan memenuhi hak konstitusional warga khususnya kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata Beka ketika dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (7/4/2021).
Baca juga: Jokowi Beri Sambutan di Munas LDII, Ajak Tingkatkan Toleransi Beragama
Baca juga: Penyebab Jawa Barat 14 Tahun Berturut-turut Rangking 1 Pelanggaran Kebebasan Beragama
Beka berpendapat semua kebijakan diskriminatif yang berpotensi melanggar HAM termasuk Pergub Jabar Nomor 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat perlu dievaluasi dan diperbaiki.
"Semua kebijakan yang diskriminatif dan berpotensi melanggar hak asasi manusia harus dievaluasi dan diperbaiki supaya satu semangat dengan konstitusi kita yang melindungi semua warga negara Indonesia," kata Beka.
Diberitakan sebelumnya Direktur Riset SETARA Institute Halili Hasan mengatakan sudah 14 tahun Jawa Barat menempati posisi pertama sebagai tempat terjadinya pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Halili mengatakan Jawa Barat selalu menempati posisi teratas sebagai tempat terjadinya pelanggaran kebebasan beragama berkeyakinan paling banyak sejak riset terkait pelanggaran kebebasan beragama berkeyakinan tersebut dilakukan pihaknya sejak 14 tahun silam.
Hal tersebut disampaikannya usai Diskusi Media bertajuk Intoleransi Semasa Pandemi: Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan 2020 di Kawasan Jakarta Pusat pada Selasa (6/4/2021).
"Sejak pertama sampai sekarang, sudah 14 tahun tidak berubah. Sudah 14 tahun Jawa Barat menjadi lokus bagi terjadinya begitu banyak peristiwa pelanggaran kebebasan beragama. Kalau kita lihat saat ini grafiknya, di Jawa Barat, itu sama dengan akumulasi seluruh provinsi (29 provinsi)," kata Halili.
Halili mengatakan berdasarkan hasil temuan riset sepanjang 2020 tersebut tercatat telah terjadi sebanyak 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan dengan 422 tindakan
Dibandingkan tahun sebelumnya, kata Halili, jumlah peristiwa di tahun 2020 mengalami penurunan, sekalipun justru mengalami lonjakan jumlah tindakan.
Pada tahun 2019, kata dia, tercatat 200 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dengan 327 tindakan.
Dari seluruh peristiwa dan tindakan tersebut, kata dia, paling banyak terjadi di Jawa Barat dengan jumlah peristiwa dan tindakan tertinggi ada 39 peristiwa.
Sedangkan sembilan provinsi lain yang tercatat menjadi tempat pelanggaran kebebasan beragama berkeyakinan di tahun 2020 tertinggi secara berturut-turut yakni Jawa Timur (23), Aceh (18), DKI Jakarta (13), Jawa Tengah (12), Sumatera Utara (9), Sulawesi Selatan (8), Daerah Istimewa Yogyakarta (7), Banten (6), dan Sumatera Barat (5).
"Peristiwa dan tindakan itu tersebar di 29 Provinsi di Indonesia dengan locus terbanyak itu di Jawa Barat dengan jumlah peristiwa dan tindakan tertinggi ada 39 peristiwa," kata Halili.