Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggunakan enam unit helikopter untuk melakukan evakuasi di wilayah terisolir akibat bencana banjir bandang di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kepala BNPB Doni Munardo mengatakan, hal itu dilakukan karena akses untuk menuju wilayah terisolir tersebut sulit dijangkau jika menggunakan transportasi darat.
Tak hanya itu, kata Doni, cuaca yang masih belum normal di NTT juga menjadi faktor utama terhambatnya melakukan evakuasi.
"Khusus untuk daerah terisolir dibeberapa lokasi akan kami optimalkan untuk melibatkan helikopter karena cuaca masih mengalami perubahan," tutur Doni saat konferensi pers secara daring, Rabu (7/4/2021).
Baca juga: Bukti Semua Pihak Bahu Membahu Bantu Korban Bencana Alam di NTT
Baca juga: Peringatan Dini BMKG, Kamis 8 April 2021: Waspadai Gelombang Tinggi di Samudera Hindia Selatan NTT
Baca juga: Ini yang Dilakukan MUI untuk Bantu Korban Bencana Alam di NTT
Adapun beberapa titik wilayah yang masih terisolasi yakni di Malaka, di Pulau Adonara di Alor serta beberapa daerah lainnya.
Sejauh ini sudah ada empat unit helikopter yang dikerahkan, dua unit di antaranya ditempatkan di Maumere, serta masing-masing satu unit helikopter di Kota Kupang dan Sumba.
"Dua unit lagi sedang proses dan diharapkan besok (Kamis 8 April) tiba," ucapnya.
Doni mengatakan, dirinya sendiri dijadwalkan tiba di Pulau Adonara pada Rabu kemarin, namun, karena kendala cuaca tersebut akhirnya rencana itu dibatalkan.
Hal itu dikarenakan, intensitas curah hujan yang masih tinggi di kawasan Larantuka, Flores Timur yang membuat penerbangannya menggunakan helikopter tidak bisa ditempuh.
"Tidak bisa terbang karena hujan lebat di Larantuka dan cuaca berkabut di sekitar Adonara jadi hari ini praktis penerbangan helikopter mengalami hambatan," katanya.
Hingga saat ini, pihak BNPB juga masih terkendala dalam melakukan evakuasi jenazah di sejumlah daerah.
Termasuk kata Doni, daerah Lembata dan Alor yang menjadi wilayah dengan jumlah warga meninggal dunia paling banyak.
Kendalanya dikarenakan, sulitnya akses mobilisasi kendaraan berat memasuki wilayah tersebut.
"Kami kesulitan untuk memobilisasi alat berat eskavator dan juga truk untuk mengangkut batu-batu yang sangat besar," tukasnya.