TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berinisial IGAS terbukti mencuri barang bukti perkara korupsi berupa emas hampir 2 kilogram.
Hal ini dilakukannya demi bayar utang.
Akibatnya, IGA dijatuhi sanksi etik berat oleh Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK).
IGAS merupakan anggota Satuan Tugas pada Direktorat Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi).
Baca juga: Pegawai KPK Gelapkan Barang Bukti 1,9 Kg Emas, Langsung Diberhentikan Dewas
Emas itu merupakan barang rampasan perkara korupsi atas nama Yaya Purnomo, mantan Pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menceritakan kronologi perkara itu. IGAS telah diadili oleh Dewas KPK secara etik dan telah diputuskan diberhentikan tidak dengan hormat.
"Ini terjadi di bulan awal Januari 2020, mengambilnya ini tidak sekaligus, beberapa kali, dan ketahuannya pada saat barang bukti ini mau dieksekusi sekitar akhir Juni 2020," ucap Tumpak dalam konferensi pers, Kamis (8/4/2021).
"Bentuknya adalah emas batangan, kalau ditotal semua jumlahnya adalah 1.900 gram, jadi 2 kilo kurang 100 gram," kata Tumpak.
IGAS diduga mengambil emas batangan itu dan digadaikan untuk pembayaran utang. Menurut Tumpak, IGAS memiliki utang cukup banyak akibat berbisnis.
"Sebagian dari pada barang yang sudah diambil ini, yang dikategorikan sebagai pencurian atau setidaknya penggelapan ini, digadaikan oleh yang bersangkutan karena yang bersangkutan memerlukan sejumlah dana untuk pembayaran utang-utangnya," kata Tumpak.
"Cukup banyak utangnya karena yang bersangkutan ini terlibat dalam satu bisnis yang tidak jelas, forex (foreign exchange market) itu," ucap dia.
Tumpak mengatakan, selama dua pekan terakhir, Dewas telah menggelar sidang pelanggaran kode etik terkait kasus tersebut.
"Kami sudah melakukan persidangan terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota satgas yang ditugaskan menyimpan, mengelola barang bukti yang ada pada Direktorat Labuksi yang ada di KPK," kata Tumpak
"Perbuatan ini sebetulnya sudah merupakan satu perbuatan yang tergolong kepada perbuatan tindak pidana," ucap Tumpak.
Oleh karena itu, Dewas KPK memvonis IGAS telah melanggar kode etik, tidak jujur, menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi yang berujung pemberhentian secara tidak hormat.
Tumpak menyebut, perbuatan IGAS berpotensi merugikan keuangan negara dan merusak citra integritas KPK.
"Oleh karena itu, majelis memutuskan yang bersangkutan perlu dijatuhi hukuman berat, yaitu memberhentikan yang bersangkutan dengan tidak hormat," ucap Tumpak.
Modus
Kasus ini menjadi tamparan bagi KPK sekaligus menimbulkan pertanyaan dari publik, bagaimana mungkin kok bisa, barang bukti yang seharusnya dijaga tapi dicuri oleh pegawai KPK?
Dijelaskan Tumpak, ternyata IGAS, merupakan anggota satuan tugas di Direktorat Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi). Direktorat itu berada di bawah Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi di KPK.
"Inisial IGAS anggota satgas ditugaskan untuk menyimpan dan mengelola, mengamankan barang bukti yang ada di KPK," ucap Tumpak.
Tumpak mengatakan IGAS mengambil emas batangan itu tidak sekaligus, tetapi beberapa kali. Perbuatannya diketahui saat barang bukti itu hendak dieksekusi untuk dilelang dan hasilnya disetorkan ke kas negara.
Eksekusi Rachmat Yasin
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Rabu (7/4/2021).
Di lapas khusus koruptor itu, Rachmat Yasin akan menjalani hukuman 2 tahun 8 bulan pidana penjara.
Eksekusi ini dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Bandung terkait perkara pemotongan uang dan gratifikasi yang menjerat Rachmat Yasin berkekuatan hukum tetap.
"Rabu (7/04/2021) Jaksa Eksekusi KPK Irman Yudiandri telah selesai melaksanakan Putusan PN Tipikor pada PN Bandung Kelas IA Khusus Nomor : 75/Pid.Sus-TPK/2020/PN. Bdg tanggal 22 Maret 2021 dengan cara memasukkan Terpidana Rachmat Yasin ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan dikurangi selama berada dalam tahanan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (8/4/2021).
Rachmat Yasin dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut.
Selain pidana penjara, Rachmat Yasin juga dijatuhi hukuman membayar denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.
"Terpidana sebelumnya telah setor uang sejumlah Rp9.786.223.000 ke rekening penampungan KPK dan uang tersebut ditetapkan majelis hakim sebagai pembayaran uang pengganti terpidana yang akan disetorkan pada kas negara," sebut Ali.
Dengan eksekusi ini, Rachmat Yasin kembali menghuni Lapas Sukamiskin.
Rachmat Yasin merupakan mantan narapidana perkara penerimaan suap dari mantan bos Sentul City Kwee Cahyadi Kumala terkait izin alih fungsi lahan hutan yang dikelola PT Bukit Jonggol Asri.
Dalam perkara tersebut, Rachmat Yasin terbukti menerima suap sekitar Rp4,5 miliar dari Kwee Cahyadi Kumala selaku Komisaris Utama PT Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT Sentul City.
Rachmat Yasin divonis 5 tahun 6 bulan pidana penjara dan denda Rp300 juta atas perkara tersebut pada November 2014.
Setelah menjalani masa hukuman, Rachmat Yasin menghirup udara bebas pada pertengahan 2019 lalu.
Namun, sebelum berstatus bebas murni, KPK kembali menjerat Rachmat Yasin atas dua kasus dugaan korupsi.
Pertama, kasus meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar sekitar Rp8,93 miliar.
Uang tersebut digunakan untuk biaya operasional Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor saat itu serta untuk kebutuhan kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.
Sementara untuk kasus kedua, Rachmat Yasin menerima gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dari seseorang untuk memuluskan perizinan pendirian Pondok Pesantren dan Kota Santri.
Rachmat Yasin menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Vellfire. Mobil senilai sekitar Rp825 juta itu diterima Rachmat Yasin dari seorang pengusaha rekanan Pemkab Bogor.