TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menanggapi polemik SP3 yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Mahfud MD menyebut pemerintah tak akan tinggal diam soal kasus tersebut.
Pemerintah disebut akan segera menagih hutang dan aset BLBI yag berkisar lebih dari Rp 108 triliun.
Ia menerangkan alasan dikeluarkannya SP3 pada kasus korupsi yang menyeret BLBI.
Menurutnya, SP3 KPK merupakan lanjutan dari vonis Mahkamah Agung (MA) yang meyebut kasus BLBI bukan masuk ranah pidana.
Baca juga: Dewas KPK Tidak Akan Anulir SP3 Sjamsul Nursalim
Baca juga: SP3 Perdana Pasca Revisi UU KPK Mencederai Rasa Keadilan Masyarakat
Hal itu diungkapkan Mahfud melalui cuitannya, @mohmahfudmd, Kamis (8/4/2021).
"Rilis SP3 oleh KPK utk Samsul Nursalim & Itjih dalam kasus BLBI (Konpres KPK tgl 1/4/21) memancing riuh. SP3 itu adalah konsekuensi dari vonis MA bahwa kasus itu bukan pidana."
"Kini Pemerintah akan menagih dan memburu aset2 krn hutang perdata terkait BLBI yang jumlahnya leboh dari Rp 108 T," tulisnya, Kamis (8/4/2021).
Mahfud turut menjelaskan kasus BLBI dari awal terkuaknya siapa saja tersangka kasus korupsi BLBI.
Di antaranya, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Samsul Nursalim serta Kepala Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Baca juga: Kasus BLBI di-SP3 KPK, Bagaimana Status DPO Sjamsul Nursalim?
Baca juga: Kritik KPK Keluarkan SP3 pada Kasus BLBI, PKS: Jangan karena Tidak Mampu, Semua Di-SP3
Para tersangkas sempat dijatuhi vonis hukuman pidana penjara dan denda.
Namun, MA membebaskan Syafrudding dengan alasan kasus itu tak masuk ranah pidana.
"Mari diingat, Samsul N dan Itjih dijadikan Tersangka oleh KPK bersama ex Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung (ST)."
"ST dijatuhi pidana korupsi oleh PN, 13 tahun plus denda Rp 700 juta dan diperberat oleh PT menjadi 15 tahun plus denda Rp 1 Miliar."
"Tapi MA membebaskan ST dengan vonis, kasus itu bukan pidana," jelas Mahfud.
Baca juga: Soroti Mantan Pimpinan KPK yang Kritik SP3 Kasus BLBI, Legislator PPP: Harus Introspeksi Diri
Baca juga: MAKI Berencana Gugat KPK Terkait SP3 BLBI, KPK: Kami Sudah Berupaya Maksimal
Lantas, KPK mengajukan langkah Peninjauan Kembali (PK) atas vonis MA tersebut.
Sayangnya, MA menolak PK yang diajukan KPK tersebut.
Hal itu membuat semua pelaku terkait kasus korupsi BLBI bebas dari status tersangka.
"KPK mengajukan PK atas vonis MA yg membebaskan ST tgl 9 Juli 2019 itu tapi PK itu tidak diterima oleh MA."
"ST tetap bebas dan Samsul N - Itjih ikut kepas dari status TSK karena perkaranya adalah 1 paket dengan ST (dilakukan bersama)," terang Mahfud.
Baca juga: SP3 Kasus BLBI, Legislator Golkar: Kita Percayakan Kawan-kawan di KPK untuk Ambil Keputusan
Baca juga: SP3 Kasus BLBI, BW: Dampak Paling Negatif Revisi UU KPK
Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) tertanggal 6 April 2021 soal tim satuan tugas (Satgas) yang akan menagih segala aset negara terkait kasus BLBI.
"Tanggal 6 April 2021 Presiden mengeluarkan Kepres. Isinya?."
"Kepres yang dimaksud adalah Kepres No. 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI."
"Di dalam kepres tersebut ada 5 menteri ditambah Jaksa Agung dan Kapolri yang ditugasi mengarahkan Satgas untuk melakujan penagihan dan pemrosesan semua jaminan agar segera jadi aset negara," kata Mahfud.
SP3 KPK terhadap Kasus BLBI Menuai Kritik
Diberitakan sebelumnya, Keputusan KPK mengeluarkan SP3 terhadap kasus korupsi BLBI menuai kritik dari berbagai pihak, yakni dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga Mantan pejabat KPK sendiri.
Ketua DPP PKS , Mardani Ali Sera mengkritik langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan SP3 pada kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Diketahui, SP3 merupakan kewenangan baru KPK dari revisi UU KPK.
Mardani menyebut, KPK periode lalu berjanji akan mengusut kasus BLBI.
Kenyataannya, pimpinan KPK saat ini malah mengubur kasus BLBI dengan kerugian Rp 4,56 Triliun.
"KPK periode lalu berjanji akan melakukan upaya hukum luar biasa untuk mengusutnya."
"Tapi ‘dikubur’ pimpinan saat ini, ada kerugian negara 4,56 T di situ," tulis Mardani melalui cuitannya, @MardaniAliSera, Minggu (4/4/2021).
Baca juga: Kasus BLBI di-SP3 KPK, Bagaimana Status DPO Sjamsul Nursalim?
Baca juga: MAKI Berencana Gugat KPK Terkait SP3 BLBI, KPK: Kami Sudah Berupaya Maksimal
Menurutnya, SP3 harus didasari hukum bukan karena ketidak mampuan KPK dalam menyelesaikan kasus.
"SP3 harus didasari substansi kasus, jangan karena tidak mampu semua di SP3."
"Mengoyak rasa keadilan & langkah mundur dalam pemberantasan korupsi," lanjutnya.
Anggota DPR RI itu menerangkan KPK dapat mengeluarkan SP3 jika kasus tak selesai dalam 2 tahun.
Kata Mardani, kasus korupsi yang besar terasa sulit jika harus diselesaikan dalam jangka waktu tersebut.
Kebijakan pengeluarkan SP3 sendiri ada di pasal 40 UU KPK yang direvisi.
Baca juga: Soroti Mantan Pimpinan KPK yang Kritik SP3 Kasus BLBI, Legislator PPP: Harus Introspeksi Diri
Baca juga: SP3 Kasus BLBI, Legislator Golkar: Kita Percayakan Kawan-kawan di KPK untuk Ambil Keputusan
"Imbas dari revisi UU KPK (Pasal 40 UU KPK). SP3 disebut dapat dikeluarkan jika kasus yang ditangani tidak selesai dalam 2 tahun."
"Bisakah kasus-kasus besar selesai secepat itu? Sulit karena biasanya memakan waktu yang lama," terangnya.
Lebih lanjut, Mardani mengungkapkan, dari tindakan KPK soal SP3 ini tak menutup kemungkinan terjadi pada kasus besar lainya, seperti korupsi E-KTP.
"Tidak menutup kemungkinan kasus besar lain seperti korupsi e-KTP mengalami nasib serupa. Preseden buruk," ujar dia.
Busyro Muqqodas Kritik SP3 KPK, Singgung Presiden Jokowi dan Revisi UU
Selain Mardani, langkah KPK soal SP3 juga mendapat kritikan dari mantan pimpinannya sendiri, Busyro Muqoddas.
Busyro bahkan ikut menyinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan revisi UU KPK.
Sebagai salah satu komisioner KPK yang pernah menangani kasus tersebut, Busyro merasa terbitnya SP3 ialah hasil dari kebijakan Jokowi meloloskan revisi Undang-Undang KPK.
Baca juga: Otto Hasibuan Sebut Penetapan DPO Sjamsul Nursalim Bertentangan dengan Hukum
"Ucapan sukses besar bagi pemerintah Jokowi yang mengusulkan revisi UU KPK yang disetujui DPR juga parpol-parpol yang bersangkutan."
"Itulah penerapan kewenangan menerbitkan SP3 oleh KPK Wajah Baru," kata Busyro lewat pesan singkat, Jumat (2/4/2021).
"Namun harus saya nyatakan dengan tegas lugas bahwa itu bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama Undang-Undang KPK hasil revisi usulan presiden," ia melanjutkan.
Baca juga: MAKI Ajukan Gugat Praperadilan Lawan KPK untuk Batalkan SP3 Buron BLBI Sjamsul Nursalim
Busyro mengingatkan, kasus mega korupsi BLBI sudah mulai diurai oleh KPK rezim UU KPK lama.
Kemudian dengan mudahnya diluluhlantakkan imbas dominasi oligarki politik melalui undang-undang.
"Bagaimana skandal mega kasus perampokan BLBI yang pelik berliku licin dan panas secara politik penuh intrik itu sudah mulai diurai oleh KPK rezim UU KPK lama, begitu diluluhlantakkan dan punah total dampak langsung dominasi oligarki politik melalui UU," kata Busyro.
Melihat kasus BLBI yang kena SP3, Busyro merasa seperti menyaksikan akrobat politik dalam penegakan hukum.
Kondisi sekarang ini menurutnya, bukan saja mengingkari jiwa keadilan sosial melainkan juga menjadi tanda kian redupnya adab penagakan hukum, politik legislasi hingga nilai Pancasila.
"Semakin tampak akrobat politik hukum yang sengaja ingkar dari jiwa keadilan sosial. Semakin tampak pula peredupan Pancasila dan adab dalam praktek politik legislasi dan penegakan hukum," katanya.
Baca juga: Maqdir Ismail Minta KPK Hapus Status DPO Sjamsul Nursalim, Ini Alasannya
Jika memang masih ada kejujuran dalam mengelola bangsa ini, Busyro pun berserah hanya bisa berharap pada kemungkinan penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) dari Presiden Jokowi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sejumlah permohonan uji materi revisi UU KPK.
"Di titik inilah kita kiranya cukup melihat legitimasi politik dan moral presiden dan hakim-hakim MK," kata Busyro yang juga Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum.
Diwartakan sebelumnya, KPK mengumumkan penghentian pengusutan kasus tindak pidana BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim (ISN).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menerangkan, keputusan yang dituangkan dalam SP3 itu sesuai Pasal 40 UU KPK.
"Penghentian penyidikan terkait kasus TPK yang dilakukan oleh Tersangka SN selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia, dan ISN, bersama-sama dengan SAT selaku ketua BPPN," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Penghentian kasus korupsi diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pasal 40 UU a quo menyatakan, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.
Baca artikel lain terkait Kasus BLBI
(Tribunnews.com/Shella/Ilham Rian)