TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengungkapkan keprihatinan terhadap poligami yang disalah artikan dengan narasi yang salah.
Menurutnya sebuah perkawinan bukan hanya mengenai kepentingan individu atau golongan tertentu saja.
Akan tetapi juga bertujuan untuk membentuk tatanan masyarakat yang berbudaya, maju, dan beradab.
Maka dari itu, menjadi penting untuk menciptakan keluarga yang kuat dan harmonis, sebab jika keluarga kuat, maka negara juga akan kuat.
"Prihatin jika melihat masih banyak narasi yang salah mengenai poligami ini. Poligami dianggap sebagai jalan pintas untuk mencari kesejahteraan, kemakmuran, dan kesuksesan dalam hidup," kata Bintang dalam keterangannya, Rabu (14/4/2021).
Di acara diskusi ilmiah terkait poligami, Bintang berujar poligami yang tidak dilaksanakan dengan kesiapan, pemikiran matang, dan pengetahuan yang cukup dari berbagai pihak, dapat berisiko menjadi awal mula terjadi berbagai perlakuan salah, terutama bagi perempuan.
Baca juga: Tak Mau Ada Perselingkuhan, Rey Utami Izinkan Pablo Benua Poligami: Daripada Kehilangan
Padahal, poligami harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati dengan pertimbangan, ilmu, dan komitmen yang kuat.
"Besar harapan saya melalui Diskusi Ilmiah yang dilaksanakan hari dapat memberikan edukasi, serta membuka wawasan kita semua, sehingga nantinya mampu terbangun narasi baru pada masyarakat mengenai esensi dan tujuan sebenarnya dari poligami,” ujarnya.
Dari sisi hukum islam, Guru Besar Hukum Islam Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Zaitunah Subhan mengatakan dalam agama islam sudah ada prinsip bahwa niat dari sebuah perkawinan adalah membangun keluarga atau rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah.
Poligami dalam islam adalah sebuah solusi bagi kondisi darurat yang membuat harus berbuat demikian.
Namun saat ini banyak kelompok maupun individu yang salah kaprah dan tidak betul-betul memahami makna dari poligami.
"Jelas bahwa poligami memberikan banyak dampak buruk bagi keutuhan sebuah keluarga terutama perempuan," kata Prof Zaitunah.
Ada beberapa alasan dari pemikiran yang menyimpang terjadi poligami saat ini di antaranya anggapan bahwa melakukan poligami karena mengikuti apa yang dilakukan Nabi Muhammad dan menganggap itu termasuk sunah rasul yang harus diikuti.
Menurut Prof Zaitunah poligami bukan dengan alasan biologis seperti yang kebanyakan terjadi saat ini.
Kemudian penafsiran firman Allah yang tidak sepenuhnya, banyak orang yang tidak memahami arti dan alasan firman Allah tersebut turun.
Selain itu, alasan lain juga karena jumlah perempuan yang lebih banyak dari laki-laki sehingga masih ada beberapa kelompok yang menjadikan alasan ini untuk melakukan poligami.
"Salah satu upaya untuk menghindari perempuan dari upaya poligami dengan perlu terus dilakukan peningkatan kapasitas perempuan baik dari sisi keterampilan, kemandirian, pemberdayaan, dan nilai-nilai intelektual. Sehingga perempuan enggan dan menolak untuk dipoligami dengan alasan apapun,” ujar Prof. Zaitunah.
Pada hakikatnya, berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Perkawinan, salah satu asas perkawinan adalah monogami, bahwa di dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan begitu pula sebaliknya.
Namun, sesuai dengan ketentuan dalam Syariat Islam, negara memberikan ruang untuk dapat menjalankan poligami, tentunya dengan persyaratan yang ketat.
Persyaratan tersebut mencakup bahwa poligami hanya boleh dilakukan ketika istri tidak dapat memberikan keturunan, serta yang terpenting adalah keadilan bagi istri-istrinya ketika berpoligami.
Diatur pula bahwa dalam menjalankan poligami, suami sudah harus meminta izin dari istrinya, serta disertai persetujuan dari pengadilan agama.