TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Briokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengungkap banyak kehilangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mumpuni, karena terkena pemahaman radikalisme dan terorisme.
Ia mengakui kerap menindak tegas hingga mencopot jabatan pegawainya, akibat melanggar hal yang berkaitan radikalisme itu.
Pemahaman radikalisme ini terlihat pada ujian Tes Potensi Akademik (TPA) yang dijalani PNS.
Padahal, menurutnya, pegawainya itu dinilai cukup berbakat dan mumpuni.
Baca juga: Jadwal Pencairan THR PNS 2021, Berikut Besaran Masing-masing Golongan
Baca juga: Survei Terbaru: Kurang Pengawasan Dinilai Sebagai Penyebab Utama PNS Gampang Terima Uang Atau Hadiah
Hal itu diungkapkan Tjahjo Kumolo dalam acara rilis survei Lembaga Survei Indonesia bertajuk Urgensi Reformasi Birokrasi: Persepsi Korupsi, Demokrasi, dan Intoleransi di Kalangan PNS, Minggu (18/4/2021).
"Kami banyak kehilangan orang-orang pintar yang seharusnya dia bisa duduk di eselon 1, duduk di eselon 2, bisa menjadi kepala badan atau lembaga."
"Tapi, dalam TPA (Tes Potensi Akademik) dia terpapar masalah-masalah radikalisme dan terorisme," ucap Tjahjo, dikutip dari YouTube LSI, Minggu (18/4/2021).
Tak hanya pada TPA, kata Tjahjo, pemahaman radikalisme itu terungkap pada sosial media milik pegawainya itu.
"Ini tanpa ampun, Kami sudah ada datanya semua lewat medsosnya yang dia pegang. Lewat PPATK dan lainnya," lanjutnya.
Baca juga: Survei Terbaru: 5 Ranah Pekerjaan yang Paling Rentan Korupsi Menurut PNS
Baca juga: Survei LSI : 34,6 Persen PNS Nilai Korupsi di Indonesia Terus Meningkat
Menurutnya, situasi ini perlu menjadi perhatian dari semua pihak untuk dapat diatasi ke depannya.
Lebih lanjut, Tjahjo juga mengatakan masih ada PNS yang terlibat dengan penggunaan narkoba hingga tindakan korupsi.
Ia menyayangkan, setiap bulan, pihaknya perlu memberi sanksi tegas sampai memecat kalangan PNS tersebut sekitar 30-40 orang.
"Saya sendiri satu tahun jadi Menpan-RB masih sedih, karena hampir tiap bulan dalam rapat Bapneg (Badan Kepegawaian), kami masih memutuskan rata-rata 30 sampai 40 orang, yang harus saya ambil keputusan untuk dipecat, untuk dinonaktifkan, dinonjobkan, turun pangkat."
"Karena melanggar hal-hal yang berkaitan dengan radikalisme terorisme, narkoba, dan area rawan korupsi," jelasnya.
Survei Terbaru: 5 Ranah Pekerjaan yang Paling Rentan Korupsi Menurut PNS
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis survei yang secara umum menyatakan mayoritas responden Pegawai Negeri Sipil (PNS) PNS menilai ada empat ranah pekerjaan yang paling rentan korupsi.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengungkapkan ranah pekerjaan pertama yang paling rentan korupsi adalah pengadaan.
Pertanyaan survei yang diajukan adalah "Menurut Ibu atau Bapak di mana kegiatan koruptif paling sering terjadi?"
Hal itu disampaikannya dalam Rilis Temuan Survei bertajuk Urgensi Reformasi Birokrasi: Persepsi Korupsi, Demokrasi, dan Intoleransi di kalangan PNS yang digelar secara virtual pada Minggu (18/4/2021).
"Kalau dilihat dari tempat menurut para PNS tempat yang paling sering terjadi korupsi adalah procurement (pengadaan) dan hampir 50% (47,2 %) PNS yang disurvei mengatakan bahwa bagian pengadaan paling rawan korupsi.
Setelah itu baru bagian perizinan usaha yakni 16,0%.
Baca juga: Survei LSI : 34,6 Persen PNS Nilai Korupsi di Indonesia Terus Meningkat
Di bagian keuangan 10,4%. Di bagian pelayanan 9,3%. Di bagian personalia 4,4%," kata Djayadi.
Djayadi mengatakan data tersebut menunjukkan ranah pengadaan perlu menjadi sorotan utama dalam reformasi birokrasi.
"Kalau dilihat dari data ini memang yang paling penting untuk menjadi salah satu sorotan utama dalam reformasi birokrasi adalah bagian pengadaan atau procurement.
Meskipun di bagian perizinan, keuangan, dan pelayanan juga menjadi catatan berdasarkan persepsi para PNS yang disurvei," kata Djayadi.
Survei menemukan bentuk perbuatan korupsi yang paling banyak terjadi di instansi pemerintah menurut PNS adalah penyelahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.
Pertanyaan yang diajukan adalah "Menurut Ibu atau Bapak, apa bentuk penyalahgunaan korupsi yang paling banyak terjadi di instansi pemerintah?"
Baca juga: Kesalahpahaman yang Libatkan Pegawai Imigrasi Berakhir Damai, Laporan Polisi Dicabut
"Yang paling banyak adalah menggunakan wewenang untuk kepentingan pribadi (26,2%).
Kedua adalah merugikan keuangan negara (22,8%). Ketiga gratifikasi (19,9%). Keempat suap atau menerima pemberian tidak resmi (14,8%). Jadi itu empat besarnya," kata Djayadi.
Setelah itu, kata dia, menyusul bentuk perbuatan lain yang agak kecil yakni penggelapan dalam jabatan (4,9) persen, perbuatan curang (1,7) dan lain-lain, serta tidak menjawab (7,3%).
Hal yang disampaikan Djayadi tersebut adalah bagian survei yang secara umum menyatakan mayoritas responden Pegawai Negeri Sipil (PNS) menilai atau memiliki persepsi bahwa korupsi meningkat dalam dua tahun ke belakang.
Pertanyaan yang diajukan dalam survei tersebut adalah "Dalam dua tahun terakhir, bagaimana menurut Ibu/Bapak tingkat korupsi di Indonesia saat ini, apakah meningkat, menurun, atau tidak mengalami perubahan?".
Berdasarkan data yang ditampilkan Djayadi temuan survei tersebut menyatakan 34,6 persen PNS menjawab meningkat, 33,9 persen menyatakan tidak ada perubahan, 25,4 persen menjawab menurun, dan 6,1 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Baca juga: Dugaan Korupsi Dinas Damkar, Kejari Depok Banjir Karangan Bunga, Begini Reaksi Wakil Wali Kota
"Jadi cukup banyak, ini ada 35 persen PNS yang menganggap bahwa korupsi itu meningkat dalam dua tahun terakhir," kata Djayadi.
Menurutnya hal tersebut menjadi catatan penting karena tidak hanya masyarakat, kalangan PNS pun juga menilai korupsi mengalami peningkatan selama dua tahun terakhir.
Namun demikian, kata dia, secara umum persepsi PNS terhadap situasi korupsi di Indonesia lebih positif dibandingkan dengan masyarakat umum maupun pelaku usaha dan pemuka opini publik.
"Saya kira ini catatan yang cukup penting karena PNS pun menganggap bahwa bukan hanya masyarakat umum, pemuka opini publik, dan pelaku usaha yang mengatakan korupsi itu memburuk, tapi juga PNS," kata Djayadi.
Survei tersebut dilaksanakan pada 3 Januari 2021 sampai 31 Maret 2021.
Pengambilan sampel dilakukan dengan prosedur stratified multistage random sampling
Sebanyak 1.201 PNS menjadi responden dalam survei tersebut.
Responden diwawancarai secara tatap muka, baik daring maupun luring oleh pewawancara yang dilatih.
Dalam survei tersebut para PNS yang menjadi responden ditanyakan tentang persepsi dan penilaian mereka terhadap korupsi dan potensi korupsi, suap/gratifikasi, upaya pengawasan internal, dan pengaduan.
Selain itu para responden juga ditanyakan tentang pandangan mereka soal isu-isu demokrasi, intoleransi, dan pelayanan publik yang non diskriminatif.
Populasi survei tersebut adalah PNS di lembaga-lembaga negara dengan jumlah PNS yang besar serta beberapa lembaga negara lainnya, sesuai pertimbangan studi, di tingkat pusat dan provinsi yang tersebar di 14 provinsi.
Jumlah populasi survei tersebut yakni 22% dari total jumlah PNS di Indonesia atau sebanyak 915.504 orang.
"Jadi kalau mau mengambil kesimpulan, ini kesimpulan yang terkait dengan 22 persen total populasi PNS. Kami tidak berani melakukan generalisasi sampai keseluruhan PNS. Mungkin sama hasilnya, mungkin juga berbeda," kata Djayadi.
(Tribunnews.com/Shella/Gita Irawan)