Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu menjelaskan puasa adalah momentum untuk membangun kesadaran yang harus dilanjutkan sesudah bulan puasa.
Dengan demikian, kata Mahfud, sebenarnya mati sebelum mati perlu dilakukan selama hidup.
Mati sebelum mati, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, bukan sesuatu yang sulit.
"Bagi pejabat tentu saja, misalnya dia tentu harus tetap bekerja dengan baik, tidak sewenang-wenang, tetap masuk kantor, tetap produktif, dan sebagainya," kata murid mantan Hakim Agung almarhum Artidjo Alkostar itu.
Dengan demikian, kata dia, meskipun berpuasa, jangan hanya tidak ikut makan dan tidak ikut minum dari jam empat pagi sampai jam enam sore.
"Kalau cuma begitu, itu belum tentu mati sebelum mati. Tapi puasanya mungkin sah, tapi manfaatnya belum tentu berarti mati sebelum mati itu," kata Mahfud.
Untuk itu ia berharap puasa pada Ramadan tahun ini dapat menambah kedisiplinan untuk taat beribadah.
Bagi Mahfud jika puasa dijalankan dengan baik maka hal itu tidak hanya akan berdampak pada diri sendiri melainkan juga orang lain terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kalau kita puasanya baik maka sesudah itu hidup berbangsa dan bernegaranya baik. Itu saja kalau keyakinan saya. Dan itu tentu menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk menjadi puasanya itu baik," kata Mahfud.