News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PKB: Tanpa Evaluasi Total, Permintaan Maaf Nadiem ke PBNU Hanya Cari Suaka Politik

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyambangi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat (22/4/2021). Dia diterima Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim menghargai silaturahmi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), sekaligus memberikan klarifikasi dan minta maaf mengenai masalah Kamus Sejarah Indonesia.

Kamus Sejarah Indonesia menjadi kontroversial karena tidak mencantumkan Ulama Besar Pendiri NU KH. Hasyim Asyari dan Presiden KH. Abdurrahman Wahid dalam sejarah pendirian dan pembentukan karakter bangsa Indonesia.

Namun, dia menilai kunjungan itu hanya suaka politik agar tak dicopot Presiden Jokowi jika tak diikuti evaluasi menyeluruh.

"Jika klarifikasi dan permintaan maaf Nadiem Makarim ke PBNU tidak dilanjutkan dengan evaluasi total seluruh dokumen sejarah yang telah diterbitkan negara dan meluruskannya dengan menggandeng pihak yang berkompeten termasuk PBNU, maka bagi saya kehadiran Nadiem Makarim ke PBNU hanyalah sekedar upaya mencari suaka politik agar tidak dicopot oleh Presiden Jokowi," kata Luqman dalam keterangannya, Jumat (23/4/2021).

Baca juga: Ini Reaksi Nadiem Makarim Saat Ditanya Isu Reshuffle Kabinet

Sekretaris Gerakan Sosial dan Kebencanaan DPP PKB itu juga merasa klarifikasi permintaan maaf yang dilakukan Mendikbud Nadiem Makarim kepada PBNU belum cukup melegakan.

Pasalnya, keluarga besar NU selama ini sering menjadi korban dari penyusunan sejarah yang manipulatif, dan tidak jujur.

"Saya dan juga keluarga besar NU khawatir dalam penulisan Kamus Sejarah Indonesia masih akan merugikan umat Islam, khususnya NU," ujarnya.

Luqman mencontohkan terkait resolusi jihad NU pada 22 Oktober 1945, yang sesungguhnya menjadi dasar Hari Pahlawan 10 November.

"Tidak akan ada hari Pahlawan 10 November jika tidak ada Resolusi Jidah NU 22 Oktober. Negara akhirnya mengakui sejarah Resolusi Jihad NU 22 Oktober setelah PKB sebagai kekuatan politik NU menjadi bagian penting dari kekuasaan pemerintahan Presiden Jokowi melakukan berbagi langkah meluruskan sejarah pertempuran Surabaya," ujarnya.

Baca juga: Pendiri NU KH Hasyim Asyari Tak Masuk Kamus Sejarah Jilid I, Ini Kata Mendikbud Nadiem

Luqman menduga sampai saat ini masih banyak fakta sejarah peran ulama hingga kiai yang ditutup pihak tertentu.

Satu di antaranya, KH Hasyim Asy'ari, yang tidak dicantumkan dalam kamus sejarah Indonesia.

"Bagi saya, tidak dicantumkannya nama KH Hasyim Asy'ari dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Kemendikbud, bukanlah kelalaian atau kekhilafan. Saya menduga Kemendikbud telah disusupi kekuatan kontra NKRI yang ingin memecah belah bangsa Indonesia," ujarnya.

Baca juga: Sambangi PBNU, Nadiem Minta Maaf soal Tidak Masuknya KH Hasyim Asyari dalam Kamus Sejarah

Oleh karena itu, Luqman meminta pemerintah melakukan evaluasi terkait kinerja Kemendikbud sehingga dapat dibersihkan dari kekuatan yang ingin memecah belah bangsa.

Harus ditemukan pihak-pihak yang secara sengaja dan sistematis melakukan manipulasi dengan menghilangkan peran ulama dan organisasi Islam dalam sejarah bangsa.

"Selain itu, saya juga meminta kepada pemerintah, agar menjadikan kasus manipulasi Kamus Sejarah Indonesia yang terjadi ini sebagai momentum untuk meninjau ulang seluruh dokumen sejarah perjalanan bangsa. Proyek pelurusan sejarah ini akan menjadi salah satu legacy mulia dan berharga dari Presiden Jokowi jika dilakukan dengan sungguh-sungguh," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini