Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - India saat ini menghadapi badai infeksi Covid-19. Pernyataan ini telah dikeluarkan oleh Perdana Menteri India Narendra Modi.
Setidaknya terjadi 349.691 kasus harian, rekor dalam empat hari berturut-turut.
Hingga saat ini, India mencatat angka total orang yang terinfeksi Covid-19 adalah 16,96 juta. India menjadi negara terparah kedua di dunia setelah AS.
Di ibu kota New Delhi, satu orang meninggal setiap empat menit akibat virus corona.
Baca juga: Sudah Ada Vaksin, Kapan Pandemi Covid-19 Berakhir? Ini Prediksi Epidemiolog
Lonjakan kasus infeksi Covid-19 ditambah dengan mutasi virus. Menurut Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman, mutasi memang telah terdeteksi.
Terutama mutasi E484Q dan E484K yang keduanya memiliki karakteristik serupa, yaitu menurunkan efikasi antibodi meski sudah melakukan vaksin.
Mutasi tersebut tadinya terjadi di Afrika serta Brazil, dan kini di India.
Apa yang terjadi di India sangat mungkin terjadi di Indonesia.
Hal ini dikarenakan positivity rate di Indonesia masih belum berada di bawah 10%. Karena itu Indonesia sangat rawan dan alami ledakan kasus infeksi Covid-19.
"Itulah kharakter mutasi yang menjadi faktor perburukan pandemi di Indonesia. Dan ini sangat bisa terjadi di Indonesia. Maka harus melakukan antisipasi sejak dini," katanya saat diwawancarai oleh Tribunnews, Kamis (29/4/2021).
Namun menurutnya antisipasi sejak dini bukan sesuatu yang ringan dalam konteks indonesia. Karena respon Indonesia terhadap pandemi tidak sebaik India.
"Karena mereka sempat mengalami positivity rate di bawah 5%, sedangkan kita belum. Artinya kita jauh lebih rawan," katanya lagi.