Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah ramainya pembicaraan mengenai desain Istana Negara pada proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, anggota DPR RI, Muhammad Rapsel Ali angkat bicara terkait standar keamanan yang dibutuhkan Istana Presiden.
Menurutnya, dengan status Very Very Important Persons (VVIP) yang melekat pada Presiden dan Wakil Presiden, maka keamanan menjadi salah satu hal utama yang tidak bisa diabaikan.
Politisi Partai NasDem itu menegaskan, Istana Presiden harus dirancang sesuai konstruksi militer.
Hal itu penting untuk memberi garansi keamanan kepada Presiden selaku panglima dan pemegang kekuasaan tertinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Istana Presiden maupun Istana Wapres wajib punya standart protection yaitu VVIP Shelter & Protection dan harus dirancang khusus sebagai pusat komando militer.
Presiden maupun Wapres wajib menggunakan protection high maximum system,” kata Rapsel di Jakarta, Jumat, 30 April 2021.
Baca juga: Rapsel Ali Akui Dipanggil Presiden Jokowi ke Istana pada Pekan Lalu, Ini yang Dibicarakan
Dijelaskan Rapsel, ini penting terutama menghadapi situasi darurat.
“Jadi Istana harus dirancang sesuai konstruksi militer sehingga dalam situasi dan kondisi darurat, pemimpin negara mendapat high security system dan tetap memegang kendali atas komando selaku panglima tertinggi,” ujar Ketua Bidang Politik dan Hubungan Kelembagaan Pengurus Pusat KBPP Polri tersebut.
Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Senjata Beladiri Indonesia (Perlisindo) itu mengatakan, bicara istana itu terkait seni, sains, dan teknologi. Dan ketika berbicara tentang teknologi, itu tidak bisa dipisahkan dengan persoalan keamanan dan kenyamanan.
Jika semua itu terpenuhi, Indonesia akan mendapatkan rancangan Istana Negara terbaik.
Baca juga: Hukuman Ronald Koeman Memperburuk Kondisi Barcelona
Kantor dan Istana Presiden di seluruh dunia memang memiliki standar keamanan yang sangat bagus. Namun, yang selama ini sering terekspos hanya Gedung Putih.
Yang banyak disorot dari kantor presiden Amerika Serikat itu adalah Pusat Operasi Darurat Presiden (PEOC), sebuah bunker bawah tanah di sekitar Gedung Putih.
Ruang PEOC ini dirancang dan dibangun khusus untuk menahan serangan nuklir dan serangan mematikan lainnya.
Ini berfungsi sebagai tempat perlindungan dan pusat komunikasi yang aman untuk Presiden Amerika Serikat dan pejabat lainnya jika terjadi keadaan darurat. Bunker ini dilengkapi peralatan komunikasi modern.
Pusat Operasi Darurat Kepresidenan ini dibangun pada awal 1940-an selama Perang Dunia II untuk Presiden Franklin D. Roosevelt. Letaknya di bawah Sayap Timur Gedung Putih.
Setelah serangan 9/11, Secret Service membawa anggota keluarga presiden, Laura Bush dan pejabat lain seperti Wakil Presiden Dick Cheney, Menteri Luar Negeri Colin Powell, dan penasihat keamanan nasional Condoleezza Rice untuk berlindung di bunker itu.
Bunker Gedung Putih itu juga sempat menjadi perhatian publik pertengahan tahun lalu setelah Presiden AS, Donald Trump dievakuasi ke tempat rahasia itu untuk menghindari demonstran yang berkumpul di depan Gedung Putih saat aksi protes kematian George Floyd meluas.
Trump dilaporkan menghabiskan satu jam di bunker itu.
Pejabat keamanan nasional AS sendiri pasca serangan 9/11 menyerukan pembangunan bunker yang lebih canggih.
Mereka sadar bahwa melarikan diri dari Washington saat negara sedang diserang akan sulit dengan situasi jalan yang terlalu padat untuk dilalui kendaraan.
Sementara menggunakan helikopter dianggap sangat berisiko. Rencana membangun bunker di bawah Halaman Utara Gedung Putih mulai muncul pada tahun 2010.
Dikutip dari The Drive, Pentagon memiliki rencana membangun bunker Super Command rahasia 3.500 kaki di Bawah Washington DC.
Para ahli menilai ini sebagai kedalaman yang diperlukan untuk bertahan dari serangan senjata nuklir dalam kisaran 100 hingga 200 megaton yang meledak di permukaan atau dari senjata lainnya yang mampu menembus antara 70 dan 100 kaki ke dalam tanah.