Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Politik sekaligus pendiri Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) Saiful Mujani menilai proses check and balances di era pemerintahan Presiden Joko Widodo melemah.
Saiful membandingkannya dengan proses check and balances di era pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurutnya di era pemerintahan SBY, kekuatan oposisi yang ada, yang pada saat itu adalah PDIP, lebih kuat dibandingkan dengan saat ini.
Ia mengambil contoh pada kasus Bank Century.
Terlepas substansinya salah atau tidak salah, namun kata dia, mekanisme check and balances masih tampak dalam kasus Bank Century.
Baca juga: UU Baru Perlindungan Konsumen Belanja Online Disahkan Parlemen Jepang
Menurut Saiful, saat pemerintahan era SBY setidaknya ada sejumlah oposisi yang punya kekuatan cukup signifikan meskipun bukan mayoritas yakni Partai Gerindra, PDIP, dan Hanura.
Namun, kata dia, saat ini kekuatan oposisi menjadi semakin sedikit di parlemen.
Menurutnya saat ini kekuatan oposisi tinggal 18% yakni PKS yang lebih terang-terangan sebagai oposisi dan Demokrat yang sikap oposisinya moderat.
Hal tersebut disampaikannya dalam acara Tadarus Demokrasi Bertajuk Ekonomi dan Demokrasi yang digelar MMD Initiative pada Sabtu (1/5/2021).
"Jadi semakin dilihat secara formal saja, kekuatan untuk check and balances memang semakin melemah.
Baca juga: Survei KedaiKOPI Ungkap Tokoh Oposisi yang Layak Maju di 2024 : Gatot Nurmantyo hingga HRS
Apalagi yang tidak pernah ada setahu saya dalam sejarah dunia, bahwa kontestan dalam Pilpres yang kalah kemudian bergabung ke dalam kabinet.
Kalau dilepas, dibiarkan Pak Prabowo dengan Gerindranya, mungkin itu akan menjadi kekuatan oposisi yang memperkuat check and balances," kata Saiful.
Saiful menduga ada kekhawatiran yang berlebihan bahwa proses check and balances menciptakan instabilitas politik atau membuat pembangunan tidak jalan.
Oleh karena itu, kata Saiful, target pertumbuhan ekonomi minimal 7% yang dikemukakan Jokowi waktu kampanye 2014 sebelum jadi presiden kenyataannya itu tidak bisa dicapai.
"Rata-rata tumbuh pada periode pertama Pak Jokowi menjadi presiden hanya sekitar 5%," kata Saiful.