Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo.
Ketiga tokoh ini kemudian dikenal sebagai "Tiga Serangkai".
Setelah kembali ke Indonesia, ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.
Dalam Peringatan Taman Siswa ke-30 Tahun, Ki Hadjar Dewantara mengatakan, “Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu ‘dipelopori’, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri.”
Maksud dari pernyataan Ki Hadjar Dewantara tersebut dengan gamblang menunjukkan apa yang seharusnya lahir dari sebuah proses pendidikan, yaitu “agar anak-anak berpikir sendiri”.
Dengan begitu, mereka menjadi orisinal dalam berpikir dan bertindak.
Pendidikan dianggap berhasil ketika anak mampu mengenali tantangan apa yang ada di depannya dan tahu bagaimana seharusnya mereka mengatasinya.
Tiga Ajaran Ki Hajar Dewantara
Selama hidupnya, Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis produktif tentang pendidikan, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari jaman penjajahan Belanda.
Untuk mewujudkan agar rakyat Indonesia menjadi bangsa yang terpelajar, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa.
Itu menjadi lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi warga pribumi jelata agar bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi atau orang-orang Belanda.
Hingga saat ini Perguruan Taman Siswa masih berkembang dan berpusat di kota Yogyakarta.
Ajaran Ki Hajar Dewantara bagi dunia pendidikan juga terus dilestarikan.
Ada tiga ajaran penting dari Ki Hajar Dewantara, yaitu: