Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun hadir dalam sidang lanjutan perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan akibat kerumunan massa yang menjerat Muhammad Rizieq Shihab (MRS).
Refly dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (10/5/2021).
Dalam kesaksiannya Refly mengatakan, kalau pemberian sanksi administratif maupun sanksi sosial yang dilakukan para pelanggar protokol kesehatan Covid-19 dinilai sudah cukup dan tidak memerlukan sanksi pidana.
Hal itu disampaikan Refly bermula saat Rizieq melayangkan pertanyaan kepadanya mengenai unsur pidana seseorang berdasarkan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan padahal sudah dikenakan sanksi denda administratif.
"Saya ingin agak sedikit penjelasan lebih detil tentang suatu pelanggaran prokes yang sudah dikenakan denda lalu dipidana," tutur Rizieq dalam ruang sidang utama PN Jakarta Timur, Senin (10/5/2021).
Baca juga: Kuasa Hukum Rizieq Shihab Hadirkan Dua Saksi Ahli Termasuk Refly Harun
Dalam jawabannya Refly menjelaskan, pertama dalam pelanggaran pidana ada dua prinsip hukum yakni mala in se dan mala prohibita.
Adapun mala in se itu mengacu kepada suatu perbuatan yang dianggap sebagai sesuatu yang jahat bukan karena diatur demikian atau dilarang oleh Undang-Undang, melainkan karena pada dasarnya bertentangan dengan kewajaran, moral dan prinsip umum masyarakat beradab.
Sedangkan, mala in prohibta yakni mengacu kepada perbuatan yang tergolong kejahatan karena diatur demikian oleh Undang-Undang.
Dalam penjelasannya, Refly mengatakan bahwa untuk pelanggaran pidana yang termasuk dalam prinsip mala in se itu masih dapat diselesaikan kasusnya di luar hukum.
"Ya maka kita bicara untuk apalagi kita sanksi pidana untuk kasus itu," kata Refly menjawab pertanyaan Rizieq.
Kendati begitu, kata Refly, sanksi pidana merupakan jalan akhir karena menurutnya hukum memiliki fungsi bukan untuk balas dendam.
Jadi kata dia, sebelum menempuh jalur pidana maka kepada pelanggar harus diberikan sanksi lain yang membuat jera dan tidak mengulanginya lagi.
"Ketika jalan lain tidak bisa ditempuh lagi untuk paling tidak misalnya bagaimana mengembalikan tertib sosial masyarakat, bagaimana (sanksi) yang membuat pelanggar itu patuh, tidak mengulangi lagi perbuatannya," tutur Refly.
Lanjut Refly mengatakan, dalam hukum pidana terkait pelanggaran prokes maka setidaknya harus dibuktikan 2 alasan yang menimbulkan kedaruratan kesehatan.
Tetapi jika tidak, apabila pelanggar sudah mematuhi sanksi administratif maka hal itu sudah cukup dan tidak perlu menempuh hukum pidana.
"Karena itu pendekatan-pendekatan non pidana, sanksi administratif, nasehat, peringatan dan sebagainya, kalau itu dipatuhi maka menurut ahli sudah lebih cukup untuk menegakkan Pergub di masyarakat," imbuhnya.
Sebagai informasi, eks Pentolan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab (MRS) untuk kasus pelanggaran protokol kesehatan yang menimbulkan kerumunan teregister dalam dua perkara yang berbeda.
Di mana untuk perkara pertama yakni teregister dengan nomor 221/Pid.B/2021/PN.JktTim untuk terdakwa Rizieq Shihab dan perkara nomor 222/Pid.B/2021/PN.JktTim untuk terdakwa kelima mantan petinggi FPI terkait kasus kerumunan di Petamburan telah didakwa pasal berlapis yakni.
- Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;
- Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;
- Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau
- Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
- Pasal 82A ayat (1) juncto 59 ayat (3) huruf c dan d UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat (1) KUHP.
Sedangkan perkara kedua terigester dengan nomor 226/Pid.B/2021/PN.JktTim untuk kasus kerumunan di Megamendung saat acara peletakan batu pertama pembangunan Masjid dan peresmian Ponpes Argokultural Markaz Syariah.
Dalam perkara ini Muhammad Rizieq Shihab didakwa Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo pasal 14 ayat (1) UU nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo 216 ayat 1 KUHP.