TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi 1 DPR RI, Meutya Hafid, mengapresiasi langkah Menteri Koordinator Perekonomian RI sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto mengkoordinir pengiriman bantuan ribuan oksigen untuk India.
“Sumbangan ini merupakan bentuk nyata upaya pemerintah Indonesia untuk membantu India lepas dari krisis COVID-19. Indonesia sebagai negara sahabat India, langsung bergerak, dan yakin India dapat segera lepas dari krisis COVID-19. Kami apresiasi langkah Pak Airlangga yang berinsiatif melakukan diplomasi 'tangan di atas' bagi India. Diplomasi tangan di atas ini sebaik baiknya diplomasi,” ujar Meutya.
Ia melanjutkan, "Sebagai negara G-20 sudah waktunya bagi Indonesia membantu negara-negara lain melalui diplomasi ‘tangan di atas’. Diplomasi ‘tangan ke atas’ bukan hal yang baru, Komisi 1 DPR RI selama ini cukup concern dan mendukung langkah pemerintah menerapkan diplomasi model ini."
Meutya menjelaskan, dalam rapat-rapat bersama pemerintah, Komisi 1 DPR RI terus meminta pemerintah untuk tidak hanya aktif menerima bantuan penanganan COVID-19 dari negara lain tetapi juga proaktif membantu negara lain yang tengah berada dalam kesulitan
“Kami terus mendukung berbagai upaya pemerintah India untuk keluar dari krisis gelombang kedua COVID-19. Kondisi di India saat ini telah mempengaruhi penanganan COVID-19 di seluruh dunia, hampir semua negara saat ini kembali melakukan pengetatan protokol kesehatan. Kami juga meminta kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di India untuk berhati-hati dan tetap patuhi protokol kesehatan, serta menghubungi Kedutaan Besar RI di New Delhi untuk meminta bantuan. Sementara untuk warga di seluruh Indonesia juga harus semakin ketat menjaga protokol kesehatan dan tidak mudik sesuai anjuran pemerintah,” kata Meutya mengakhiri.
Sementara itu, dari berita sebelumnya India pada 8 Mei lalu mencetak rekor baru 4.187 kasus kematian dalam sehari, sedangkan terdapat penambahan 401.078 kasus baru COVID-19.
Tingginya kasus kematian membuat krematorium di negara tersebut tidak berhenti beroperasi. Sementara di rumah sakit, kelangkaan oksigen membuat banyak orang tidak mendapat oksigen yang cukup, yang membuat kondisi pasien COVID-19 semakin parah. (*)