TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Narapidana Terorisme kasus Bom Bali I Ali Imron berpandangan bahwa paham radikalisme yang mengarah ke aksi terorisme tidak bisa diberantas hingga habis.
Alasannya paham radikal merupakan sebuah akidah, alias bagian dari keyakinan seseorang.
"Pemikiran-pemikiran terorisme atau radikalisme itu tidak bisa kita habisi 100 persen. Itu akidah, itu keyakinan, tidak bisa," ujar Ali saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Selasa (11/5/2021).
Baca juga: Napiter Bom Bali I Ali Imron: Kalau Teroris Berhak Sombong, Saya Paling Berhak
Ali mencontohkan, saat menjabat Direktur Pondok Pesantren Al Islam, para santri angkatan 1999-2001 berhasil dia pengaruhi untuk melakukan aksi bom bunuh diri.
Para santri itu adalah murid-murid Ali yang diberikan pembelajaran tentang jihad menurut ajaran agama.
"Pada waktu itu, lulusan tahun 2001 dan 2000, 1999, itu hampir semuanya, laki sama perempuannya itu siap bom bunuh diri atas dasar jihad. Itu hanya murid saya, apalagi murid-murid ustaz lain, ustaz yang jihadis," tutur Ali.
Baca juga: HNW: Ramadan Buktikan Islam Ajarkan Moderasi Bukan Radikalisme
Di Indonesia bahkan kini ada begitu banyak orang yang memiliki paham radikalisme.
Ali mengatakan, menangkal berkembangnya pemikiran radikal di tengah masyarakat adalah hal yang sulit dilakukan.
"Saya paling prihatin ketika melihat kondisi seperti ini, saya paling ngeri. Karena di Indonesia, baik orang muda, orang dewasa maupun orang tua masih banyak yang punya pemikiran radikal," kata Ali.
"Kasus-kasus narkoba, korupsi, kriminal, yang sudah jelas-jelas salah saja masih tidak bisa dibendung. Apalagi pemikiran-pemikiran jihadis yang oleh dunia disebut terorisme," sambung Ali.
Baca juga: Kronologi 4 Warga Tewas Diduga Dibantai Kelompok Teroris Ali Kalora di Poso Sulawesi Tengah
Ali kini telah insyaf, dia aktif mengkampanyekan deradikalisasi kepada para Napiter yang ada di Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta.
Kegiatan itu dilakukan Ali semata-mata untuk menyadarkan para Napiter tentang jihad yang salah.
Namun Ali mengatakan, apa yang dia lakukan ini bukan berarti bisa mengikis habis paham radikal yang ada di masyarakat.
"Tapi minimal kita ini bisa mencegah. Misalnya seharusnya 100 orang yang harusnya terlibat, tinggal 50 atau 25 orang, atau bahkan hanya 1 orang, itukan bagus sekali," kata Ali.
"Setidaknya jangan sampai kita menganggap remeh, Indonesia ini sangat luas," sambung dia.