TRIBUNNEWS.COM - Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono ikut menceritakan rangkaian tes wawasan kebangsaan (TWK) yang tengah menjadi sorotan publik.
Giri menceritakan, dalam tes tersebut terbagi menjadi beberapa sesi, di antaranya sesi tertulis dan wawancara.
Kemudian, dalam tes tertulis pun dibagi menjadi tiga sesi, seperti tes sikap hingga tes mengenai isu terkini.
Baca juga: Harun Al Rasyid Siap Buktikan Dirinya atau Ketua KPK Firli Bahuri yang Tak Berintegritas
"Yang diberikan tes kepada semua pegawai adalah tiga hal yang pertama tes tentang sikap, yang di dalamnya ditanya tentang apakah orang Jepang itu kejam?"
"Kita harus menjawab setuju atau tidak setuju, banyak hal termasuk LGBT di sana. Kemudian pertanyaan esai ditanya tentang bagaimana pendapat Anda tentang utang."
"Pendapat Anda tentang FPI, pendapat tentang komunisme, dan pendapat tentang berbagai macam hal yang berkembang. Kemudian yang ketiga, esai psikologi," kata Giri, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Rabu (12/5/2021).
Setelah selesai melewati tes tertulis, Giri melanjutkan untuk melakukan tes wawancara.
Dalam tes wawancara ini, Giri menyebut, para pegawai KPK mendapatkan beberapa pertanyaan kontroversi.
Namun, pertanyaan yang diajukan antar pegawai bisa berbeda-beda.
Giri mengaku tidak mendapatkan beberapa pertanyaan yang menjadi polemik.
Ia justru mendapat pertanyaan mengapa tidak lolos dalam tes Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) sebanyak dua kali.
Baca juga: Di KPK Tak Ada Kolektif Kolegial, Firli Bahuri Getol Dorong Dilakukan TWK
"Pertanyaan-pertanyaan yang kontroversi terjadi ketika wawancara. Jadi pewawancara menggunakan improvisasinya, sebagaimana banyak termuat di media."
"Misalkan ada yang ditanya, bersediakah lepas jilbab? Kemudian dinyatakan sexism yang kadang-kadang itu tidak masuk akal ditanyakan kepada pegawai KPK," kata Giri.
Hingga akhirnya, Giri masuk dalam daftar 75 pegawai KPK yang tak lolos tes alih status menjadi ASN.
Giri dan ke-74 pegawai KPK lain mengaku kaget dan bingung karena tidak lolos dalam tes ini.
Meski mendapat pertanyaan yang berbeda, Giri mendapati kesamaan para pegawai yang tidak lolos tes sudah mengabdi selama belasan tahun di KPK.
"Saya lebih menyikapi mengapa yang tidak lulus ini kok mempunyai kesamaan? Kesamaannya, kita sudah lama nunggu di KPK."
"Saya 16 tahun di KPK, ada rekan saya yang 17 tahun, 12 tahun, mengapa harus kami?" ungkap Giri.
Baca juga: Pegawai KPK yang Pernah Periksa Pelanggaran Etik Firli Bahuri Ikut Dibebastugaskan
Sementara, imbas dari ketidaklolosannya, Giri harus rela menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK alias dinonaktifkan.
Menurutnya, keputusan ini sangat berisiko kepada para penyidik yang sedang menangani kasus korupsi.
"Mulai 7 Mei, kami sudah menyerahkan tugas dan tanggung jawab, ini kaget karena baru kita terima dan berarti saya sudah bukan Direktur Sosialisasi dan Kampanye lagi."
"Bagi saya mungkin relatif kurang berisiko, tapi bagi penyidik yang sedang menangani kasus, maka ini membutuhkan proses yang tidak mudah," jelasnya.
Banyak hal yang dirasa Giri sangat janggal atas keputusan untuk menonaktifkan para pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Terlebih, dalam SK penonaktifkan yang diterima, tidak dilampirkan hasil dari tes tersebut.
Baca juga: Wadah Pegawai KPK Siapkan Langkah Respons 75 Pegawai Dibebastugaskan Firli Bahuri
"Ini perlu dibuka juga karena SK yang kami dapatkan ini tidak ada lampiran tentang hasil dari asesmen tersebut."
"Harusnya dilampirkan mengapa kami tidak lulus dan lebih penting dari itu sebenarnya mengapa terburu dinonaktifkan dari tugas dan tanggung jawab?"
"Seperti dalam 7 Mei semua harus berhenti, jadi ini mungkin perlu dipertimbangkan oleh pimpinan," tegas Giri.
Novel Baswedan juga Bingung Mengapa Dinonaktifkan
Selain Giri Suprapdiono, penyidik senior KPK Novel Baswedan juga mempertanyakan alasan Ketua KPK Firli Bahuri mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang menonaktifkan dirinya dan 74 pegawai yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Dalam SK tersebut, Novel dan 74 pegawai lainnya harus menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada pimpinan masing-masing.
"Maksudnya, tujuannya apa tidak boleh menangani perkara, itu sebenarnya tidak ada korelasi tuh," kata Novel lewat keterangan tertulis, Selasa (11/5/2021).
Menurut Novel, tak lulus asesmen TWK tak ada kaitanya dengan penonaktifan pegawai.
Tak lulus uji TWK sejatinya hanya berimbas pada statusnya yang belum menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Lulus tidak lulus asesmen, ini asesmen lho, bukan penyaringan, bukan seleksi, artinya tidak akan putus dan tindakan itu kan bisa dilihat sebagai tindakan yang sewenang-wenang," ujar Novel.
Novel merasa statusnya kini terombang ambing tak ada kejelasan.
Dia dan 74 pegawai lainnya tidak dipecat namun juga dibatasi kinerjanya.
"Nah ini yang menurut saya tampak kesewenang-wenangannya ya, ada tindakan-tindakan kelebihan melebihi kewenangan yang dimiliki. Jadi saya pikir itu menarik untuk diperhatikan dan dicermati. Sementara kami pada posisi yang tidak diberhentikan, jadi ke kantor, ya ke kantor saja. Kan gitu," katanya.
Novel Baswedan menyatakan akan melawan tindakan pimpinan KPK yang menonaktifkan dirinya dan 74 pegawai lainnya yang tak lulus asesmen TWK.
"Maka sikap kami jelas, kami akan melawan!," seru Novel.
Novel menyebut pihaknya akan mendiskusikan perlawanan ini lebih jauh bersama koalisi masyarakat sipil antikorupsi.
"Nanti ada tim kuasa hukum dari koalisi sipil yang ingin melihat itu karena agak lucu juga, SK-nya kan SK pemberitahuan hasil asesmen, tapi kok di dalamnya menyebut menyerahkan tugas dan tanggung jawab, bukan pemberhentian lho," ujar Novel.
(Tribunnews.com/Maliana/Ilham Rian Pratama)
Berita lain terkait Seleksi Kepegawaian di KPK