News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Kepegawaian di KPK

Direktur KPK Blak-Blakan Mengenai Tes Wawasan Kebangsaan yang Tak Loloskan 75 Pegawai

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra saat berbincang bersama Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sujanarko secara virtual, Selasa (18/5).

Apakah anda mengenal mereka?

Tidak mengenal. Tetapi saya yakin pewawancara saya bukan dari BKN. Orang di luar BKN.

Kira-kira menurut anda, dari mana pewawancara itu berasal?

Kayaknya, kalau dari sisi jenis-jenis pertanyaan, punya kompetensi intelijen. Orangnya cukup senior.

Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi dan Instansi KPK Sujanarko (kiri) bersama Penyidik Senior KPK Novel Baswedan (kanan) dan pegawai KPK lainnya memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung KPK C-1, Jakarta, Senin (17/5/2021). Dalam keterangannya, 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang gagal tes wawasan kebangsaan melaporkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Indriyanto Seno Adji karena diduga pelanggaran kode etik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Ketika  diberi tahu tidak lolos TWK, apa Anda rasakan?

Kalau saya biasa saja. Tetapi prinsip saya gini,  kebenaran tidak boleh takluk. Jadi kalau saya menyatakan saya di jalur kebenaran, maka saya akan tegak berdiri dan melawannya.

Bagaimana mekanisme anda mendapat pemberitahuan tidak lolos TWK?

Dengan ramainya publik, ada tekanan-tekanan publik itu muncullah gagasan untuk menonaktifkan pegawai. Ini juga blunder kedua. Kenapa? Karena tidak ada SOP, mekanisme, peraturan KPK bisa menonaktifkan pegawai tanpa kesalahan.

Kesalahan yang dimaksud di KPK itu, bukan kesalahan atas persepsi pimpinan. KPK itu selalu yang disebut kesalahan melalui proses pemeriksaan internal bahkan melalui Sidang Sidang kode etik ya. Jadi setiap pejabat di KPK itu tidak boleh mempersepsikan anak buahnya punya kesalahan tanpa proses yang adil. Tidak ada proses seperti itu. 

Daya di media selalu bilang, tolong segera ini  di keluarkan SK-nya supaya Pegawai bisa melakukan advokasi. Hari ini saya untuk mengumpulkan 75 orang juga sulit. Kenapa? Karena SK-nya itu diberikan ke masing-masing dan itu lewat atasan masing-masing.

Pimpinan (komisioner KPK-red) sampai hari ini tidak pernah memberi penjelasan, memberi penerangan terhadap 75 pegawai. Itu bagian pimpinan KPK yang tidak kredibel, tidak berani untuk menyatakan, untuk berhadapan secara langsung dengan 75 orang.

75 Pegawai itu belum pernah sama sekali bertemu atau ditemui Komisioner KPK?

Belum. Kayaknya nggak berani.

Apakah ada rencana mengajukan bertemu dengan para komisioner KPK?

Kemarin itu saya bersama 75 orang sudah menyampaikan surat resmi tentang keberatan. Itu pagi, sebelum Presiden pidato. Intinya, di antaranya adalah kita keberatan tentang apa yang diputuskan oleh pimpinan dan kita mendesak untuk SK 652 tahun 2021 itu segera dicabut dengan berbagai pertimbangan.

Sebanyak 75 orang sudah menyampaikan surat ke komisioner untuk cabut SK itu, karena SK itu tidak ada dasar hukumnya.

Secara struktural sebenarnya ini atasannya siapa?

Atasan saya sebenarnya Deputi. Setelah Deputi langsung ke komisioner. Jadi di Kedeputian bidang informasi data.

Terkait dengan TWK anda, sebagai pimpinan, apakah Deputi juga mengaku tidak tahu?

Nggak tahu. Dia enggak dilbatin.  Dia itu hanya seperti tukang pos saja. Tidak punya informasi apapun. Hanya menerima surat SK.

SK itu pun saya hanya di-WhatsApp saja karena kebetulan saya enggak ada di kantor.

Banyak beredar isu yang menyebutkan  ada banyak faksi di KPK, apa benar demikian?

Kalau pegawai solid. Pegawai itu memang ada sebagai pegawai yang bekerja saja  tetapi ada pegawai yang membawa nilai-nilai idealisme pemberantasan korupsi, di antaranya yang 75 orang itu.

Sebenarnya yang terjadi faksi itu di pimpinan, bukan di pegawai. Yang dimaksud komisioner. Sesuai Undang-Undang Deputi ke bawah itu adalah pegawai.

Menurut anda, penting atau tidak, status pegawai KPK menjadi ASN?

Karena saya bekerja sebagai direktur kerja sama, saya banyak belajar ke Hongkong, China,  Inggris, ke Australia dan ke seluruh negara. Saya belajar, salah satu faktor terpenting untuk suksesnya peran lembaga antikorupsi itu adalah indepedensi.

Indepedensi itu terkait dengan target,  dari sisi rekrutmen, dari sisi menjalankan jabatan, dilindungi saat menjabat.

 Tentu perubahan menjadi ASN itu akan berpengaruh, khususnya terkait dengan indepedensi. Indepedensi itu adalah salah satu unsur penting supaya lembaga antikorupsi itu kuat.

Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, di kantor Dewan Pengawas KPK, Jakarta Selatan, Senin (17/5/2021) (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Apa pengaruh buruk  ketika pegawai KPK menjadi ASN?

Pertama begini, dari sisi rekrutmen. Tentu kalau sebelum jadi ASN, KPK itu bisa memilih pegawai-pegawai sendiri. Dari sisi kompetensinya KPK itu berbeda jauh dengan ASN lainnya. Sehingga kita bisa rekrut sesuai dengan nilai-nilai yang ada di KPK.

Hari ini karena kita sudah jadi ASN, maka rekrutmennya harus melalui Menpan-RB. KPK sebagai lembaga tidak bisa lagi memilih sendiri pegawai yang diperlukan.

Yang paling berbahaya itu adalah tidak independen pimpinan. Itu menurut saya sangat berbahaya bagi pegawai. Itu yang sangat berbahaya bagi pemberantasan korupsi.

Bayangkan kalau pimpinan itu tidak kredibel, tidak berintegritas dan KPK dikendalikan dari luar itu bisa untuk menembak musuh politik  yang bisa untuk melindungi oligarki. Itu sangat berbahaya bagi publik, khususnya bagi pemberantasan korupsi.

Di KPK ada budaya yang sangat bagus mulai jilid 1 sampai pimpinan KPK sekarang. Setiap ketemu prominent person itu tidak boleh sendirian. Dia harus mengajak teman. Kenapa? Yang pertama ada saksi, yang kedua menjaga supaya KPK itu tidak komitmen di luar komitmen pemberantasan korupsi misalnya komitmen politik dan kekayaan dan lain-lain.

Ketika itu yang menarik, kalau sendirian pimpinan tuh temennya hanya dua, yang paling dekat yang ada di sampingnya itu setan, dan yang agak jauh itu di atas, ya Tuhan. 

Pasti setan tuh pasti posisinya lebih deket lagi. Kalau mereka hanya sendirian bisa nggak mereka tidak terpengaruh setan.

Jadi semua ikut jagain, apakah pimpinan itu jalan sendirian.  

Kapan mulai bergabung di KPK?

Masuk mulai 2004. Pada 2004-2010,  saya membangun tim yang namanya tim pelacak aset. Saya yang membangun di KPK. Setelah 2010, setelah tim itu berjalan baik itu diambil alih oleh penindakan.

Di antara 2004-2012, saya itu berhasil membangun forum regional. Jadi dulu pengikutnya Brunei, Malaysia, Singapura, Indonesia dan Thailand. Forum itu   sekarang sudah diadopsi oleh semua anggota ASEAN menjadi organ resmi ASEAN. Itu saya yang bangun.

Melalui ini di antara 10 negara itu saling membangun kapasitas organisasi, tukar-menukar informasi intelijen, kampenye dan lain-lain itu.  Itu ditandatangani di hotel Hilton di akhir tahun 2004. Sekarang sudah menjadi 10 negara. Inisiatornya KPK.

Kemudian dari tahun 2010-2012, saya itu ditunjuk oleh Indonesia menjadi penanggung jawab pada saat review dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dengan upaya pemberantasan korupsi. Jadi saya yang membuat laporan nasional, saya menegosiasikan ke pe-review, dan lain-lain.

Sehingga pada tahun 2015 saya diberi hadiah penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Joko Widodo. Bunyi penghargaannya saya dianggap sukses membangun jaringan nasional dan jaringan internasional.

Pada 2015, saya berhasl membangun namanya anti-corruption Learning Center dan saya menginisiasi ada anti-korupsi sektor swasta. Saya juga berhasil mendorong Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan namanya Perma 13 tahun 2016 terkait dengan kejahatan korporasi. Juga bersama-sama dengan PPATK mendorong presiden membuat Perpres terkait dengan penerima manfaat.

Jadi sebetulnya saya cukup senang lah bekerja di KPK, banyak hal yang sudah saya kerjakan.

Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi dan Instansi KPK Sujanarko (kiri) bersama Penyidik Senior KPK Novel Baswedan (kanan) dan pegawai KPK lainnya memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung KPK C-1, Jakarta, Senin (17/5/2021). Dalam keterangannya, 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang gagal tes wawasan kebangsaan melaporkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Indriyanto Seno Adji karena diduga pelanggaran kode etik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Latar belakang Pendidikan?

Saya ini sarjana elektro Brawijaya, S-2 saya tahun 1992 dan berangkat ke Jepang untuk mengambil S2 bidang elektro juga. Saya 3 tahun lah di sana.

Setelah pulang saya di situ sudah menjadi kepala dinas di industri strategis. Kenapa saya jadi beraktifitas seperti ini? Bermula saat ada gonjang ganjing  di BUMN itu saya tidak menyalonkan diri sebagai pengurus Serikat Pekerja, tetapi tiba-tiba seluruh pegawai memilih saya harus menjadi ketua umum Serikat Pekerja.

Begitu saya jadi ketua umum Serikat pekerja, saya mulai mempelajari advokasi-advokasi terkait dengan kepegawaian.

Begitu ada KPK, saya masuk dan saya terus terang nyaman di sini.

Saya dulu di KPK direkrut 12 orang. Semuanya itu level struktural direktur dan Deputi. Dari 12 orang itu semua sudah keluar, ada yang jadi direktur di BUMN. Satu-satunya yang tinggal di KPK itu hanya saya. Kenapa?

Saya tidak mau meninggalkan KPK itu, karena saya sudah pernah mendapat apresiasi dari negara. Saya sudah menyatakan diri, saya nggak akan tinggalkan organisasi ini.

Selama di KPK, apakah pernah melakukan tindakan atau berkonflik dengan pimpinan KPK jilid 1 hingga sekarang?

Selalu. Saya akan konsisten orangnya. Jadi tahun 2017 pernah PTUN-kan pimpinan KPK zaman Agus Rahardjo, karena  dia memindah-mindahkan orang itu tanpa prosedur yang jelas. Saya gugat di PTUN dan saya menang sampai inkrah, sampai Mahkamah Agung. Menang saya.

Tahun lalu saya dilaporkan oleh Firli Bahuri ke pengawas internal. Bayangin saya tuh dilaporin oleh ketua ke pengawasan. Ini barang aneh, yang di laporin saya sama Febri anehnya. Kenapa?

Bawahan melaporkan atasan boleh, karena tidak ada mekanisme untuk bisa mengingatkan atasan. Tetapi kalau atasan melaporkan bawahan itu aneh. Seperti atasan nggak percaya diri. Mestinya panggil saya dong, marahin saya, orang dia punya hak kok marahin. Saya kan anak buahnya.

Sebelum itu saya tidak pernah sekalipun dipanggil  Deputi, pimpinan. Tetapi tiba-tiba muncul saya diperiksa Pengawas Internal, dilaporkan oleh ketua dan sampai Dewan Pengawas (Dewas). Diperiksa Dewasa tapi dinyatakan tidak bersalah.

Saya dilaporkan karena jadi narasumber seperti ini. Jadi ada pihak lain yang tersinggung dengan omongan saya di acara itu. Ada yang telinganya tipis lah. Tetapi  saya dinyatakan tidak bersalah.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini