TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Nisa Rizkiah menceritakan peristiwa peretasan atau gangguan yang terjadi saat ICW melaksanakan konferensi pers bersama para eks Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (17/5/2021) lalu.
Konferensi pers daring itu dilakukan lewat ruangan Zoom yang dikhususkan bagi para pembicara dan panitia serta disiarkan langsung di Channel Youtube Sahabat ICW.
Para mantan komisioner KPK itu mengikuti Konferensi Pers Virtual: Menelisik Pelemahan KPK melalui Pemberhentian 75 Pegawai.
Saat itu Nisa Rizkiah menjadi moderator diskusi dengan para mantan komisioner KPK dari masa ke masa.
“Yang pertama terjadi ketika narasumber hendak berbicara, yang bagian pertama itu ada Pak Agus Rahardjo dan kedua, Saut Situmorang bermasalah. Kedua ini bermasalah dengan mikrofon. Setiap kali mau berbicara mati, nyala, mati, nyala,” tutur pegiat anti-korupsi ini saat berdiskusi dengan Tribunnews.com dengan tajuk “Teror dan Peretasan Terhadap Pegiat Antikorupsi,” Rabu (19/5/2021).
Awalnya, Nisa beranggapan tombol mikrofon terpencet oleh dua nara sumber tersebut.
“Tapi lama-lama saya ngeh. Kayaknya bukan deh. Pak Agus dan Pak Saut juga bilang ‘saya nggak ngapa-ngapain Mbak. Saya nggak mainin cursor ngak mainin mikrofonnya. Cuma ini mati sendiri. Seolah ada yang matiin,’” jelasnya.
Gangguan masih berlanjut saat giliran mantan pimpinan KPK M Jasin berbicara.
“Pak Jasin tidak bisa membuka kamera. Tetapi kalau menurut penuturan Pak Jasin di tampilan Zoom beliau itu sudah muncul videonya. Tetapi di kami masih blank, hitam begitu,” ucapnya.
Gangguan lainnya mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto mengalami kesulitan untuk bergabung ke ruang zoom.
“Setelah masuk mikrofonnya tidak bisa dan videonya juga tidak bisa ditampilkan. Akhirnya bisa juga Pak Bambang menyalakan video dan mikrofonnya,” ujarnya.
Ketika proses diskusi berjalan, kata dia, ada banyak sekali yang mencoba masuk ke ruangan zoom. Padahal link meetingnya itu tidak disebar kepada siapapun oleh pihak panitia ICW. Link zoom hanya disebar kepada para narasumber.
“Tetapi banyak yang mencoba untuk masuk. Namanya awalnya tidak dikenal gitu, nama orang biasa. Tetapi lama kelamaan yang masuk ke dalam zoom itu menggunakan nama-nama temen-temen ICW, juga nama-nama alumni ICW. Jadi untuk mengelabui, supaya yang ada ruang zoom, seperti saya dan yang lain diharapkan bisa terkecoh,” jelasnya.
Baca juga: Akun Media Sosial 8 Anggota ICW Diretas, Usman Hamid: Pemerintah dan Aparat Harus Transparan
Bahkan kata dia, ada satu orang mencoba masuk menggunakan nama mantan ketua KPK Abraham Samad. Masuk ke ruang zoom diskusi, yang bersangkutan memutar video porno.
“Kita kan mengira itu pak Abraham Samad. Ketika dimasukkan ke dalam ruangan zoom, dia membuka kameranya, lalu dia menutup wajahnya dengan handphone. Nah layar handphonenya orang itu cukup besar dan terus muncul video, dia memutar video porno,” ucapnya.
“Itu kemudian kita take out,” tambahnya.
Di luar ruangan zoom, lanjut dia, panitia ICW dan para narasumber mendapat gangguan handphone terus berdering.
“Baik saya maupun narasumber handphonenya terus berdering, karena kami menerima panggilan yang tidak diketahui, yang jumlahnya tidak sedikit. Kemudian terjadi peretasan-peretasan di situs media sosial yang kita miliki,” ucapnya.
Peneliti ICW Wana Alamsyah menambahkan ganggunan demi gangguan yag dilakukan oleh para pelaku bertujuan untuk memecah konsentrasi para panelis dan moderator.
“Memang gangguan yang dilakukan oleh para pelaku ini mencoba untuk memecah konsentrasi tinggi terutama bagi para panelis dan juga moderator,” jelasnya.
Diskusi Eks Pimpinan KPK soal TWK Disusupi, ICW Ungkap 9 Pola Peretasan
Diskusi 'Menelisik Pelemahan KPK Melalui pemberhentian 75 Pegawai' yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Senin (17/5/2021) disusupi peretas.
Adapun diskusi yang dilakukan melalui aplikasi Zoom tersebut diikuti oleh delapan eks pimpinan KPK dan beberapa peneliti dari ICW.
Diskusi membahas soal permasalahan pembebastugasan 75 pegawai KPK akibat gagal melewati Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Sepanjang jalannya konferensi pers, setidaknya ada sembilan pola peretasan atau gangguan yang dialami," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah lewat keterangan tertulis, Senin (17/5/2021).
Pertama, Wana menguraikan, peretas menggunakan nama para pembicara untuk masuk ke media zoom.
Kedua, peretas menggunakan nama para staf ICW untuk masuk ke media zoom.
Ketiga, peretas menunjukkan foto dan video porno di dalam ruangan zoom.
Keempat, peretas mematikan mic dan video para pembicara.
Kelima, peretas membajak akun ojek online Nisa Rizkiah puluhan kali untuk menganggu konsentrasinya sebagai moderator acara.
Keenam, peretas mengambil alih akun WhatsApp kurang lebih delapan orang staf ICW.
"Sebagian nomor ada yang di-take over, sebagian sudah berhasil dipulihkan, sedangkan beberapa orang lainnya mengalami percobaan," ungkap Wana.
Ketujuh, beberapa orang yang nomor WhatsApp-nya diretas sempat mendapatkan telepon masuk menggunakan nomor luar negeri, yaitu dari Amerika Serikat dan juga puluhan kali dari nomor asal provider Telkomsel.
Kedelapan, peretas mencoba mengambil alih akun Telegram dan e-mail beberapa staf ICW.
"Namun, upaya pengambialihan gagal," ujar Wana.
Sembilan, kata Wana, tautan yang diberikan kepada pembicara Abraham Samad selaku eks pimpinan KPK tidak dapat diakses tanpa alasan yang jelas.
Wana mengingatkan, upaya pembajakan bukan kali pertama terjadi pada aktivis masyarakat sipil.
"Sebelumnya pada kontroversi proses pemilihan pimpinan KPK, revisi UU KPK tahun 2019, UU Minerba, serta UU Cipta Kerja praktik ini pernah terjadi," bebernya.
Bahkan, kata dia, peretasan hari ini bukan hanya dialami oleh ICW saja, anggota LBH Jakarta dan Lokataru pun mengalami hal yang serupa.
"ICW menduga ini dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak sepakat dengan advokasi masyarakat sipil terkait penguatan pemberantasan korupsi," tegas Wana.
Ia menilai pembungkaman suara kritis warga melalui serangan digital merupakan cara baru yang anti-demokrasi.
"Maka dari itu, kami mengecam segala tindakan-tindakan itu dan mendesak agar penegak hukum menelusuri serta menindak pihak yang ingin berusaha untuk membatasi suara kritis warga negara," tandasnya.