News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

KSPI: Setuju Vaksinisasi, Tolak Komersialisasi

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan buruh Indonesia mendukung upaya pemerintah untuk melawan pandemi Covid-19 dengan cara melakukan vaksinisasi.

“Ini yang disebut komersialiasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksi gotong royong juga terjadi hal yang sama. Awalnya dibiayai perusahaan, tetapi ke depan biaya vaksin gotong royong akan dibebankan kepada buruh,” imbuhnya.

Baca juga: Jalani Vaksinasi Covid-19 Dosis Kedua, Dwi Andhika: Akhirnya Dapat Kesempatan Ini

Kedua, kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan berbeda. Said Iqbal memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10 persen dari total jumlah perusahaan di Indonesia atau dengan kata lain hanya 20 persen dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu membayar vaksin gotong rotong tersebut.

Berarti hampir 90 persen dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari 80% dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar vaksin gotong royong.

“Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksi gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit di belakang bagi buruh Indonesia,” tegasnya.

Baca juga: Alasan Vaksin Pfizer dan Moderna Belum Masuk Indonesia, Terkait Kompensasi Jika Terjadi KIPI

Jumlah buruh di Indonesia sangat besar. Menurut data BPS 2020 jumlah buruh formal sekitar 56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang. Dengan demikian, total jumlah buruh di Indonesia ada sekitar 130 jutaan orang. Bayangkan dengan keluarganya, maka total jumlah buruh dan keluarganya mendekati angka 200-an juta orang.

Said Iqbal lantas melontarkan pertanyaan, apakah seluruh perusahaan mampu membayar 200-an juta orang atau setidak-tidaknya 130-an juta buruh untuk mengikuti vaksin gotong royong? Sebab jika harga vaksin gotong royong 800-an ribu dikalikan 130-an juta buruh, maka dana yang harus disediakan mencapai Rp104 triliun.

“Jadi ini hanya proyek lip service yang hanya manis di retorika atau pemanis bibir tetapi sulit diimplementasikan di tingkat pelaksanaan. Ujung-ujungnya vaksin gotong royong hanya akan membebani buruh dari sisi pembiayaan,” tegasnya.

Ketiga, lanjut Said Iqbal, di tengah ledakan PHK, pengurangan upah buruh, dan resesi ekonomi yang saat ini masih mengancam, rasanya tidak mungkin memberikan tambahan beban biaya kepada perusahaan untuk menyelenggarakan vaksinisasi gotong royong tersebut.

Dia meyakini biaya vaksin gotong rotong akan memberatkan perusahaan dan pada gilirannya nanti justru akan menekan kesejahteraan buruh.

Hal lain, mengingat jenis vaksin yang digunakan berbeda dengan vaksin yang selama ini diberikan secara gratis oleh pemerintah, Said Iqbal mengingatkan agar buruh tidak dijadikan uji coba vaksin. Dengan kata lain, harus dipastikan vaksin yang digunakan halal dan aman.

“Intinya, KSPI mengharapkan kepada pemerintah agar pemberian vaksin untuk buruh digratiskan,” tegasnya.

Bilamana pemerintah membutuhkan anggaran tambahan untuk menyelenggarakan vaksin gotong royong ini, dia mengatakan sebaiknya pemerintah menaikkan sedikit dan wajar nilai pajak badan perusahaan (PPH 25) dan mengambil sebagian anggaran Kesehatan yang dalam UU Kesehatan besarnya adalah 5 persen dari APBN dengan cara melakukan efisiensi birokrasi di bidang kesehatan.

"KSPI setuju dengan vaksin gotong royong, tetapi biaya ditanggung pemerintah. Karena sesuai dengan perintah konstitusi sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU Kesehatan, dan UU Karantina; program vaksinisasi Covid-19 ini adalah tanggungjawab negara," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini