News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tax Amnesty

Legislator NasDem: Berhentilah Memanjakan Para Pengusaha dengan Kebijakan Tax Amnesty

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk kembali meneruskan kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty jilid II melalui revisi Undang-Undang perpajakan menuai kritik bahkan penolakan dari parlemen.

Anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi keuangan, Fauzi H Amro mengatakan, kebijakan tax amnesty jilid II kurang tepat di saat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) masih minus.

"Justru perlu ada tambahan pemasukan dari sektor pajak, sehingga pemasukan dari sektor perlu digenjot, bukannya dipangkas," kata Fauzi melalui keterangannya, Minggu (23/5/2021).

Baca juga: Tax Amnesty Kedua Diyakini Bakal Punya Efek Ganda ke Pemulihan Ekonomi RI

Ketua Kapoksi Fraksi Nasdem Komisi IX ini mengungkapkan berdasarkan data Kemenkeu, per akhir November, penerimaan negara tercatat Rp 1.423 triliun sementara belanja negara adalah Rp 2.306,7 triliun.

Ini membuat APBN 2020 defisit Rp 883,7 triliun atau setara 5,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kemudian pada kuartal I 2021 APBN kita kembali mengalami defisit sebesar Rp 144,2 triliun. Defisit disebabkan oleh penerimaan negara yang masih mini sementara belanja melonjak," ujarnya.

Dari sisi penerimaan negara, sepanjang Januari hingga Maret 2021 terkumpul Rp 378,8 triliun, tumbuh 0,6 persen year on year (yoy), dalam beberapa kesempatan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui penerimaan negara masih loyo utamanya dikarenakan penerimaan pajak yang masih minus 5,6 persen yoy.

Baca juga: Soal Wacana Tax Amnesty Jilid II, DPR Akan Kaji dan Dengar Masukan Publik

Sementara belanja negara untuk Maret 2021 naik 15,6 persen itu pertumbuhan luar bisa meningkat. Untuk belanja pemerintah pusat, terutama didukung belanja barang, belanja modal, dan belanja sosial.

Rasio penerimaan pajak negara terhadap PDB turun terus dari 13,3 persen pada tahun 2008 menjadi
9,76 pada tahun 2019 dan pada maret 2021 hanya 7,32 persen. Ini pun sudah dibantu kenaikan cukai rokok setiap tahun.

"Rasio penerimaan pajak tahun ini terendah sejak Orde Baru bahkan mendekati prestasi Orde Lama dengan rasio 3,7 persen, sehingga menurut saya, Pemerintahnya mesti bekerja ekstra mengenjok pendapatan dari sektor pajak, bukannya malah kembali mengulirkan kebijakan tax amnesty jilid II yang menguntungkan bagi APBN kita," ujarnya.

Fauzi menilai kebijakan tax amnesty hanya menguntungkan kalangan pengusaha kelas atas, sementara satu sisi, pelaku UMKM terus dipajakin.

"Ini kan tidak adil, yang UKM dibidik pajaknya, sementara pengusaha besar diberi banyak insentif atau stimulus seperti kebijakan 0 DP untuk kredit otomatif termasuk pengampunan pajak atau tax amnesty," ujarnya.

"Tax Amnesty jilid I saja hingga sekarang belum ada laporannya dan termasuk dampaknya bagi peningkatan APBN kita? Belum jelas. Karenanya, saya menolak tegas rencana pemerintah untuk kembali meneruskan kebijakan Tax Amnesty jilid II," lanjutnya.

Dikatakan, tax amnesty jilid I dilakukan tahun 2016. Jika diberlakukan lagi dalam waktu dekat, bisa menimbulkan para wajib pajak makin tak patuh memenuhi kewajibannya, karena mereka berpikir, tunggu waktu pengampunan atau pengampunan pajak.

Sehingga sebaiknya kebijakan tax amnesty tak usah dilanjutkan, terlebih negara kita perlu tambahan pendapatan dari sektor pajak.

Fauzi yang juga anggota Banggar DPR-RI ini meminta pemerintah menggulirkan sunset policy alih-alih tax amnesty. Sunset policy dianggap lebih aman dan berkelanjutan untuk dimasukkan di dalam kerangka konsolidasi kebijakan fiskal tahun 2022.

Pasalnya, diskon pajak pada sunset policy masih di kisaran 15 persen. Tentu besaran diskon ini berbeda dari tax amnesty yang diskonnya bisa mencapai 2 persen dan pada tahun 2023 diharapkan bisa menormalkan defisit fiskal diangka 3 persen dari PBD.

Alumnus IPB ini kembali mengingatkan Pemerintah bekerja ekstra agar pendapatan APBN dari sektor pajak bisa ditingkatkan.

"Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan Tax Amnesty, kebijakan tersebut tak usah diteruskan, saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi. Pemerintah selain harus meningkatkan target pendapatan dari sektor pajak, juga harus lebih kreatif mencari sumber-sumber pendapatan lain, agar APBN kita tidak terus mengalami defisit," pungkasnya.

Tak Bisa Diharapkan

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyambut positif rencana pemerintah menggulirkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II, karena dapat menutup kekurangan penerimaan pajak dan membantu dunia usaha.

Misbakhun menjelaskan, pimpinan DPR telah menerima surat presiden perihal kebijakan tax amnesty yang dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (RUU KUP). 

Menurutnya, RUU itu telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
 
"Saya mendukung penuh inisiatif atau rencana pemerintah kembali mengadakan tax amnesty yang dikonsepkan dalam RUU KUP. Saya yakin kebijakan itu bisa menutupi lubang shortfall penerimaan pajak rutin di APBN," ujar Misbakhun, Jumat (21/5/2021).

Baca juga: Tax Amnesty Kedua Diyakini Bakal Punya Efek Ganda ke Pemulihan Ekonomi RI

"Saya punya keyakinan tax amnesty kedua adalah big bang tax incentive bagi dunia usaha dan para pengusaha untuk keluar dari resesi akibat pandemi," sambung politikus Golkar itu. 

Baca juga: Soal Wacana Tax Amnesty Jilid II, DPR Akan Kaji dan Dengar Masukan Publik

Namun, Misbakhun juga memberikan catatan bagi rencana tax amnesty jilid II berdasarkan pengalaman pemerintah melaksanakan tax amnesty pertama pada 2016.

Baca juga: Ekonom Ingatkan Tax Amnesty Jilid II Bisa Jadi Ancaman Bagi Penerimaan Negara

Ia menyebut, tax amnesty jilid II harus didukung sosialisasi yang gencar, durasi pelaksanaannya lebih panjang, dan didukung regulasi yang lebih sederhana. 

"Yang penting, instrumennya harus lebih bisa diimplementasikan peserta tax amnesty," katanya.

Kedua, kata Misbakhun, salah satu masalah penting yang juga harus dituntaskan dalam program tax amnesty kedua ialah piutang pajak sangat besar yang tidak bisa ditagih. 

"Persoalan itu harus dibuatkan konsep penyelesaiannya lewat program tax amnesty kedua nanti," paparnya. 

Lebih lanjut Ia menilai, program pengampunan pajak jilid II sebenarnya merupakan pilihan sulit bagi Presiden Jokowi yang menanggung ketidakmampuan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam menaikkan tax ratio dan penerimaan dari sektor perpajakan. 

"Tax amnesty ini menjadi exit strategy yang dipilih Presiden Jokowi ketika kinerja menteri keuangan di sektor perpajakan tidak bisa diharapkan lagi," kata Misbakhun.

Hotman Paris: Negara Butuh Uang Atasi Corona, Segera Keluarkan Tax Amnesty Jilid II

Pengacara Hotman Paris Hutapea ikut angkat bicara terkait wacana pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan tax amnesty jilid II.

Menurut Hotman, pemerintah Indonesia sedang memerlukan dana untuk menangani dampak pandemi corona atau Covid-19 yang masih berlangsung tahun ini.

"Salam Hotman Paris, negara butuh uang untuk mengatasi corona dan perjuangan masih panjang. Saran saya kepada pemerintah, segera keluarkan paket tax amnesty jilid II," ujar dia melalui Instagram @hotmanparisofficial, dikutip Kamis (20/5/2021).

Baca juga: Komisi XI : Tax Amnesty Jilid II Hanya Jalan Pintas, Belum Tentu Solusi Tepat

Selanjutnya, dia mengungkapkan, bahwa potensi tambahan penerimaan dari tax amnesty jilid II tersebut cukup besar untuk membantu anggaran negara.

"Masih terlalu banyak uang parkir di luar negeri, baik oknum mantan pejabat, uang para konglomerat, uang individu, ataupun masih pejabat. Namun, dengan syarat orangnya harus dilindungi, dibebaskan dari pidana, dan negara dapat triliunan rupiah," kata Hotman.

Baca juga: Pemerintah Masih Bahas Wacana Naikkan PPN dan Tax Amnesty Jilid II

Di sisi lain, dia menilai wacana pemerintah yang satu ini tidak perlu diganggu karena tidak ada banyak solusi untuk meningkatkan penerimaan negara di tengah pandemi.

"Dibiarkan juga uang di luar negeri kita tidak bisa apa. Bagi yang nyinyir, kamu tidak bisa apa-apa, tidak usah nyinyir deh, negara buruh uang," pungkasnya.

Dilanjutkan

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membeberkan bahwa pemerintah segera membahas aturan tax amnesty terbaru.

Menko Airlangga mengungkapkan aturan mengenai pengampunan pajak itu termasuk dalam materi di Revisi Undang-Undang (UU) 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).

Tax Amnesty jilid kedua itu diharapkan segera disetujui oleh legistlatif sebab revisi UU KUP telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto . (ist)

“Dan ini Bapak Presiden telah berkirim surat dengan DPR utuk membahas ini dan diharapkan segera dilakukan pembahasan,” kata Menko Perekonomian Airlangga, Rabu (19/5/2021).

Selain tax amnesty, Airlangga mengatakan pemerintah juga mengajukan revisi peraturan perpajakan lainnya.

"Itu yang diatur memang ada di dalamnya PPN, termasuk PPh orang per orang, pengurangan tarif PPh Badan dan terkait PPN barang/jasa, PPnBM, UU Cukai, dan terkait carbon tax, lalu ada terkait dengan pengampunan pajak. Hasilnya kita tunggu pembahasan dengan DPR,” ujar Airlangga.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini