TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda sidang gugatan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang meminta Joko Widodo mundur sebagai Presiden RI.
Ketua Majelis Hakim Bambang Nurcahyanto menyatakan sidang ditunda hingga 7 Juni 2021 mendatang, dengan alasan data - data dari penggugat dan kuasa hukumnya belum lengkap.
Menurutnya hakim, dari 23 prinsipal nama penggugat, baru 8 orang yang sudah melengkapi data dan berkasnya.
Sedangkan pihak tergugat yakni tim hukum Sekretariat Negara selaku kuasa dari Presiden Jokowi juga belum memberi surat kuasa atau surat tugas ke pengadilan.
"Anda harus melengkapi dulu ya. Sidang berikutnya tanggal 7 (Juni)," kata Bambang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/5/2021).
Adapun gugatan bernomor 266/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst ini telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat (30/4) lalu.
Dalam petitum gugatan, TPUA meminta Jokowi mengundurkan diri, serta membuat pernyataan tertulis.
Jokowi dinilai tidak menepati janji - janji kampanye Pilpres 2019 lalu. Diantaranya janji buyback Indosat yang sebelumnya dijual Megawati Soekarnoputri, janji tidak melakukan impor, janji terkait produk otomotif dalam negeri yakni mobil ESEMKA.
Jokowi dianggap berbohong, sehingga berimplikasi pada pidana.
Baca juga: TPUA Desak Jokowi Mundur, TB Hasanuddin: Jangan Halu, Mendesak Presiden Mundur Bukan Perkara Mudah
Ditemui usai persidangan, Muhidin Jali selaku salah satu penggugat menyebut banyak kemunduran yang dialami selama pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua ini, khususnya dalam urusan pelaksanaan berbangsa dan bernegara.
"Kami melihat banyak persoalan di dalam tata pelaksanaan berbangsa dan bernegara. Ada banyak kemunduran atau yang kami sebut pelanggaran penyelenggara negara. Tentunya kami pahami dan ketahui, sebagaimana UUD kita yang memberi ruang untuk melaporkan presiden melalui gugatan ini, yakni UUD 1945 Pasal 7a tentang perbuatan tercela," terang dia.
"Adapun perbuatan tercela yang dimaksud dalam gugatan kami adalah banyak persoalan dan peristiwa hukum politik dan ekonomi," sambungnya.