Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegawai KPK ternyata telah pernah menjalani tes wawasan kebangsaan (TWK) bersama Kopassus selama 48 hari sebelum masuk dan bekerja di lembaga anti rasuah tersebut.
Hal tersebut diceritakan Tri Artining Putri dalam diskusi daring bertema "Haruskah Rela Dilecehkan Demi Kebangsaan?" yang digelar GUSDURian TV pada Sabtu (29/5/2021).
Awalnya, Putri mengaku telah bergabung dengan KPK sejak 2017 lalu itu, mengatakan proses yang ditempuhnya tidak mudah lantaran harus melalui jalur seleksi 'Indonesia Memanggil 11'.
"Aku bekerja di KPK sejak tahun 2017, jadi totalnya 4 tahun. Saya ikut dan saya masuk ke KPK melalui Indonesia Memanggil 11. Jadi Indonesia Memanggil itu kan rekrutmennya KPK dan aku angkatan ke 11," kata Putri.
Baca juga: Pegawai KPK Sebut Dari 200 Soal TWK Hanya Satu Pertanyaan yang Menyangkut Pemberantasan Korupsi
Ia menuturkan proses masuk KPK tersebut melalui 7 tahapan tes.
Dimulai dari psikotes hingga pendidikan bela negara berupa tes wawasan kebangsaan selama 48 hari oleh Kopassus di Pusdik Kopassus.
"Jadi kami selama 48 hari itu di karantina. Kami tidak memegang HP, tidak bisa mengakses dunia luar. Jadi kegiatannya hanya menerima materi soal anti korupsi dan bela negara. Ada wawasan kebangsaan juga disana yang disampaikan pelatih-pelatih kami yang merupakan Kopasus atau baret merah," ungkap dia.
Menurutnya, tes wawasan kebangsaan (TWK) yang digelar oleh BKN berbeda dengan pendidikan bela negara yang diterimanya saat dilatih oleh Kopassus.
Putri menuturkan wawasan kebangsaan yang diterimanya oleh pelatih Kopassus berupa penerapan pancasila, UUD 1945 hingga sejarah Indonesia.
Ia menjelaskan hal tersebut jauh berbeda dibandingkan dengan pertanyaan yang diajukan saat TWK yang digelar oleh BKN yang berupa indeks moderasi bernegara.
"Indeks moderasi bernegara yang aku yakin bahwa itu sikap. Sikap itu adalah tidak ada yang benar dong yang salah dan yang benar. Misal, ada satu pertanyaan yang harus kami sikapi di tes itu sudah beredar di media salah satunya adalah semua orang china sama saja Itu kami harus menentukan setuju atau tidak setuju terkait pernyataan itu," ungkap dia.
"Tetapi tidak diberikan konteks. Sama sajanya seperti apa. Kalau misal kesetaraan dalam hukum ya sama dong. Kita setuju kalau itu. Kalau sama sajanya secara pribadi itu kan harus dikenal dulu dong satu satu," tukasnya.