Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 700 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kompak meminta pelantikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) ditunda hingga polemik TWK menemui titik terang.
Diketahui, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lulus TWK. Sebanyak 51 diantaranya bakal dipecat, sementara 24 lainnya akan dibina.
Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) berpandangan, permintaan tersebut merupakan bentuk solidaritas pegawai KPK terhadap para koleganya yang dinilai disingkirkan melalui TWK oleh pimpinan KPK.
Baca juga: 1.271 Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN Besok, Hanya 53 Orang yang Bakal Hadir Langsung
"Kita tengah menyaksikan solidaritas tanpa dan melampaui batas dari Pegawai KPK yang lulus TWK terhadap para koleganya yang disingkirkan secara melawan hukum oleh Pimpinan KPK melalui instrumentasi TWK," kata BW dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).
Baca juga: Komnas HAM Dalami Dugaan Pemberangusan Serikat Pekerja Terkait Proses Alih Status Pegawai KPK
BW menyebut, aksi solidaritas dengan melayangkan surat terbuka kepada Ketua KPK Firli Bahuri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut belum pernah terjadi sepanjang sejarah KPK maupun lembaga antirasuah negara lain.
Baca juga: Polemik TWK, Fahri Hamzah: Berikan Kepercayaan Pimpinan KPK Menuntaskan Persoalan
Melalui surat itu, pegawai KPK meminta agar hasil TWK dibatalkan, memerintahkan seluruh pegawai KPK beralih status menjadi ASN sesuai mandat UU 19/2019 dan PP 41/2020 dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), serta meminta penundaan pelantikan.
"Fakta ini sekaligus menegaskan spirit yang berkembang berupa solidaritas yang berpucuk dari akal sehat dan berpijak dari nurani menjadi 'barang langka' yang harus dihormati danndijunjung tinggi oleh siapapun," katanya.
BW menilai, aksi solidaritas itu merupakan sinyal bahwa tidak ada lagi kepercayaan yang dimiliki pegawai KPK terhadap pimpinannya.
"Siapapun pemimpin yang baik karena menjunjung tinggi kehormatannya harusnya tahu diri dan ikhlas meletakkan jabatan serta mengundurkan diri jika sudah kehilangan legitimasinya. Ketua KPK dan pimpinan lainnya telah gagal jadi konduktor yang mengorkestrasi pemberantasan korupsi serta diduga keras menjadi bagian dari masalah tipikor," katanya.
Di sisi lain, BW turut mengecam dugaan adanya tekanan serta ancaman yang dilakukan oknum pimpinan terhadap sekira 700 pegawai KPK tersebut.
Tindakan tersebut, menurut dia, telah melanggar kebebasan berekspresi yang diatur oleh konstitusi.
Ia menegaskan, pelaku tindakan dimaksud sudah tidak pantas lagi menjadi pimpinan KPK.
"Seluruh hal di atas sudah cukup menjadi dasar agar Presiden segera melakukan tindakan tegas untuk menolak hasil TWK dan mengalihkan serta melantik seluruh pegawai KPK sesuai mandat UU, PP dan Putusan MK," katanya.
"Hal ini penting dilakukan agar supaya dapat diwujudkan keadilan karena delayed juctice sama dengan injustice. Sekaligus, mempertimbangkan untuk meminta Pimpinan KPK mengundurkan diri," imbuh BW.
Dikatakan dia, pemberantasan korupsi dikhawatirkan akan lumpuh total dan pesta pora para koruptor akan terjadi jika hal tersebut dibiarkan.
Maka, kata BW, pada titik inilah ketegasan dan keberpihakan Presiden dibutuhkan.
"Kita perlu diyakini, Presiden berada di dalam kubu yang pro terhadap upaya pemberantasan korupsi yang ditandai dengan mengakomodasi surat terbuka yang disampaikan sebagian besar pegawai KPK. Semoga," imbuhnya.