Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menyatakan kalau seorang terdakwa dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya (AJS) Benny Tjokrosaputro tidak mengendalikan transaksi yang dilakukan manager investasi (MI) dalam mengelola investasi Jiwasraya sebagaimana dakwaan jaksa sebelumnya.
Dalam hal ini Hotman Paris, merupakan penasehat hukum dari salah satu 13 terdakwa korporasi yang kini diadili perkara tindak pidana pencucian uang dan korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Hotman sendiri merupakan kuasa hukum manajer investasi bernama MayBank Asset Management, yang didakwa telah mengelola investasi PT Asuransi Jiwasraya.
Para penyidik Kejaksaan Agung dalam perkara korupsi Jiwasraya ini menyatakan kalau semua transaksi PT Jiwasraya terkait investasi dikendalikan Benny Tjokrosaputro, termasuk 13 Korporasi yang telah didakwa jaksa penuntut umum.
Baca juga: Jaksa Agung Akui Sedang Tangani Kasus Oknum Anggota BPK Rintangi Penyidikan Jiwasraya
Menurut Hotman, mengelola dana investasi PT Asuransi Jiwasraya sudah sesuai aturan belaku. Selain saham-saham itu terdaftar dan legal, juga dibeli di Bursa Efek Indonesia, bukan pasar gelap.
“Tidak ada hubungan apapun MI dengan Benny Tjokrosaputro. Semua transaksi dilakukan di pasar modal, bukan di pasar gelap. Jadi tak ada kaitannya dengan Benny,” katanya saat ditemui awak media di PN Tipikor Jakarta Pusat usai sidang dakwaan terhadap 13 terdakwa korporasi, Senin (31/5/2021).
Hotman secara tegas juga membantah bahwa kliennya yakni MayBank Asset Management, dikendalikan Benny Tjokrosaputro ataupun Heru Hidayat dalam membeli dan melepas saham yang masuk dalam reksadana Jiwasraya yang dikelola korporasi
Melainkan kata Hotman konstruksi pembelian dan pelepasan saham-saham tersebut langsung datang dari investor yakni PT Asuransi Jiwasraya sendiri.
Baca juga: Hari Ini, PN Tipikor Gelar Sidang Dakwaan Terhadap 13 Korporasi Tersangka Kasus Jiwasraya
"Tidak ada kaitan sama kita, kenal saja enggak, gimana mau komunikasi (dengan Benny Tjokro)," ucapnya.
Hotman juga mengatakan bahwa pengelolaan dana investasi yang dilakukan oleh korporasi, terutama kliennya, telah dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
Menurutnya, bila kemudian hari terjadi kerugian, bukan berarti telah ada perbuatan tindak pidana, melainkan munculnya resiko bisnis.
"Dari mana logikanya, orang membeli di pasar resmi dan legal dipidana, tidak ada dalam Undang-Undang di Indonesia, kalau membeli saham yang sudah lama terdaftar diperjual belikan di bursa saham, kalau rugi berarti perbuatan pidana," ujarnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung telah mendakwa 13 perusahaan manajer investasi melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dan pencucian uang dalam pengelolaan keuangan dan Dana Investasi pada reksa dana milik PT AJS selama 2008-2018.
Ke-13 terdakwa korporasi manajer investasi tersebut adalah korporasi PT Millenium Capital Management, PT Treasure Fund Investama, PT Pool Advista Aset Manajemen dan PT GAP Capital.
Selanjutnya, PT Maybank Asset Management, PT Pinnacle Persada Investama, PT Sinarmas Asset Management, dan PT Corfina Capital.
Berikutnya, PT Jasa Capital Asset Management, PT Prospera Asset Management, PT MNC Asset Management, PT OSO Management Investasi dan PT PAN Arcadia Capital.
"Terdakwa menyepakati dan melaksanakan pengelolaan transaksi pembelian dan penjualan instrumen keuangan yang menjadi underlying pada produk reksa dana milik PT AJS yang dikelola oleh terdakwa untuk dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokorosaputro melalui Joko Hartono Tirto dan Piter Rasiman," kata jaksa dalam ruang sidang Kusuma Atmadja.
Lebih lanjut, dalam dakwaannya jaksa juga menyatakan kalau para korporasi tersebut menerima komisi yang tidak sah dan merugikan kepentingan PT Jiwasraya.
"Terdakwa telah menerima komisi berupa management fee yang tidak sah dan merugikan kepentingan PT.AJS sebagai nasabah dalam pengambilan keputusan investasi," tutur jaksa.
Dalam perbuatan itu, para terdakwa dinyatakan tidak mematuhi ketentuan Pasal 15 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 43/POJK.04/2015.
Adapun dalam peraturan itu memuat tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi yang menyatakan manajer investasi dapat menerima komisi, sepanjang komisi tersebut secara langsung bermanfaat bagi manajer investasi dalam pengambilan keputusan investasi untuk kepentingan nasabah dan tidak mengakibatkan benturan kepentingan dengan nasabah dan/atau merugikan kepentingan nasabah.
Akibat perbuatan para terdakwa jaksa mengatakan negara mengalami kerugian sekitar Rp10 triliun yang berasal dari perbuatan masing-masing terdakwa.
Atas perbuatan itu jaksa mendakwa para korporasi manajer investasi dengan pasal Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
Selain itu, pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Subsidair pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.