Penting bagi negara-negara peserta untuk memanfaatkan dialog FACT ini guna menemukan solusi umum dalam mengejar upaya untuk meningkatkan tujuan yang berkelanjutan, tanpa mengorbankan kebutuhan esensial untuk pemulihan ekonomi.
FACT Dialogue harus menemukan solusi holistik antara konsumen dan produsen negara-negara dalam sistem pertanian dan perdagangan komoditas secara keseluruhan.
Termasuk meningkatkan upaya keberlanjutan yang ada dan membuka jalan menuju inovasi.
Baca juga: Airlangga Hartarto Beberkan Penanganan Pandemi Covid-19 dari Sisi Ekonomi dan Kesehatan
Secara khusus, Airlangga menggarisbawahi bahwa kedua negara perlu bekerja untuk mencapai konsensus global di COP26 dalam Glasgow November mendatang.
Diskusi dalam FACT Dialogue, menurut Airlangga, seharusnya memberi pemahaman yang lebih baik dari berbagai tantangan dan kompleks di depan.
“Kita harus bekerja ke arah kolaborasi dan kerja sama yang akan mengarah ke tindakan kolektif yang inklusif daripada berfokus pada perbedaan. Kita membutuhkan narasi baru di luar komoditas tertentu yang buruk, dan membantu menghadirkan gambaran yang seimbang tentang upaya konkret negara-negara produsen dalam mengembangkan pertanian dan perdagangan komoditas yang berkelanjutan,” kata Airlangga.
Dalam kesempatan tersebut, Airlangga juga menekankan Indonesia selalu menjadi pemain global yang berkomitmen dan aktif dalam perlindungan lingkungan dan keanekaragaman hayati.
“Indonesia siap memimpin dengan contoh pada isu perubahan iklim. Transparansi, akuntabilitas, ketertelusuran dan skema berbasis penelitian telah menjadi dasar kami pencarian keberlanjutan,” ujar Airlangga.
Terkait perubahan iklim, Indonesia berada di garis depan dan di jalur yang tepat memenuhi Nationally Determined Contribution (NDC) serta upaya Indonesia untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan kepentingan nasional untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Melalui NDC, Airlangga menyatakan Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi rumah kaca (GRK) sebagai sebanyak 29%, melalui usaha sendiri (business as usual) dan 41%, dengan dukungan internasional, pada tahun 2030.
“Saat ini, kami berada di jalur yang benar dan optimistis untuk mencapai target pengurangan 29%, Namun, kami masih berjuang untuk mencapai 41% target pengurangan karena kurangnya bantuan internasional seperti keuangan dan teknologi,” kata Airlangga.
Baca juga: Menko Airlangga: Pengawasan Intern yang Efektif, Solusi Percepatan Pemulihan Ekonomi
Ketua Umum Partai Golkar tersebut mengatakan Indonesia telah mengadopsi dan melaksanakan beberapa inisiatif tentang keberlanjutan praktik, seperti Sistem Jaminan Legalitas Kayu (SVLK), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Karet Alam Berkelanjutan Platform (SNARPI), yang merupakan inisiatif swasta dan dukungan penuh pemerintah.
“Kami sedang mengerjakan pengembangan sertifikasi lain yang serupa tetapi terintegrasi skema untuk komoditas lain,” kata Airlangga.
Pemerintah Indonesia juga menghargai kerja sama yang sedang berlangsung antara Indonesia dan Inggris di bidang Program Penguatan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia (SPOSI).
Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi minyak sawit berkelanjutan dengan memperkuat kapasitas petani kecil dan meningkatkan penerimaan produk minyak sawit berkelanjutan Indonesia di pasar internasional.