TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis ikut menanggapi aksi 700 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak menghadiri pelantikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Selasa (1/6/2021) hari ini.
Menurut Margarito, aksi solidaritas para pegawai KPK yang lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) itu perlu dibiarkan.
Margarito menganggap, penolakan mereka sama saja dengan mengabaikan hak mereka sendiri sebagai pegawai.
Baca juga: 700 Pegawai Lolos TWK Kompak Tak Hadiri Pelantikan jadi ASN, Bagaimana Kerja KPK Setelahnya?
"Yasudah biarkan saja karena itu berarti mereka mengabaikan hak mereka."
"Jangan lupa menjadi pegawai itu hak bukan kewajiban, kalau mereka tidak mau dilantik ya mereka menyangkal dan tidak mau menggunakan hak menjadi pegawai," kata Margarito, dalam tayangan Youtube Kompas TV, Selasa (1/6/2021).
Lebih lanjut, Margarito juga menilai permintaan mereka untuk menunda pelantikan ASN tidak berdasar.
Pasalnya, peralihan dari pegawai KPK menjadi ASN adalah sebuah hak masing-masing orang itu sendiri.
"Untuk apa (ditunda), memang (ratusan pegawai KPK yang meminta pelantikan ASN ditunda) siapa?"
"Orang-orang itu di atas hukum negara ini atau negara ini mau dikendalikan dengan pernyataan itu?" ungkap Margarito dengan tegas.
Untuk itu, mantan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara periode 2006-2007 ini menilai, pelantikan ASN tetap perlu dilaksanakan.
Justru, menurut Margarito, pelantikan ASN ini akan semakin menguatkan KPK sebagai lembaga negara yang berkekuatan penuh.
"(Tetap) Lantik, kalau begini modelnya semakin menguatkan KPK terlihat sebagai superbody dan menjadi absolut institusi," jelasnya.
Baca juga: 700 Pegawai KPK Kompak Minta Pelantikan Sebagai ASN Ditunda: Ini Bentuk Solidaritas
Di sisi lain, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul juga menanggapi persoalan yang sama.
Tak jauh berbeda dengan pendapat Margarito Kamis, Chudry menilai seharusnya para pegawai KPK yang meminta pelantikan ASN ditunda ini bisa menghormati hukum.
"Teman-teman di KPK mestinya menghormati acara untuk pelantikan karena siapapun warga negara di Indonesia harus menghormati hukum."
"Dan keputusan yang diambil oleh pejabat tata usaha negara dianggap betul sepanjang belum ada putusan pengadilan yang membatalkannya," kata Chudry.
Lantas bagaimana kerja KPK setelah ratusan pegawainya dengan sadar menolak dilantik menjadi ASN?
Menurut Chudry, aksi solidaritas pegawai KPK ini tidak serta merta membuat kerja KPK terhenti.
Kendati demikian, ia tak menampik aksi solidaritas ini akan berdampak terhadap performa KPK.
"Saya kira tidak akan membuat KPK menjadi berhenti."
"(Tetapi) Kalau hanya solidaritas, solidaritas ini mengurangi performa KPK itu sendiri," kata Chudry.
Untuk itu, Chudry menilai, aksi solidaritas ini bukan cara terbaik dalam menyikapi polemik seleksi kepegawaian di KPK.
Baca juga: 1.271 Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN Besok, Hanya 53 Orang yang Bakal Hadir Langsung
Ia menganggap bentuk aksi solidaritas ini justru mirip dengan aksi pemboikotan.
Terlebih, menurut Chudry, para pegawai di KPK adalah orang-orang yang taat hukum.
"Teman-teman dari KPK kan orang-orang yang taat hukum, mengerti putusan pengadilan."
"Jadi saya kira kalau mau melakukan solidaritas, bentuknya bukan seperti ini, karena ini seperti pemboikotan."
"Padahal solidaritas bisa dilakukan dengan cara yang lain seperti tempuh jalur hukum," ungkap Chudry.
700 Pegawai KPK Kompak Minta Pelantikan ASN Diundur
Sebelumnya diberitakan Tribunnews, sebanyak 700 pegawai KPK yang dinyatakan lulus TWK kompak meminta pelantikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) ditunda hingga polemik TWK menemui titik terang.
Diketahui, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lulus TWK, 51 diantaranya bakal dipecat, sementara 24 lainnya akan dibina.
Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) berpandangan, permintaan tersebut merupakan bentuk solidaritas pegawai KPK terhadap para koleganya yang dinilai disingkirkan melalui TWK oleh pimpinan KPK.
"Kita tengah menyaksikan solidaritas tanpa dan melampaui batas dari Pegawai KPK yang lulus TWK terhadap para koleganya yang disingkirkan secara melawan hukum oleh Pimpinan KPK melalui instrumentasi TWK," kata BW dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).
BW menyebut, aksi solidaritas dengan melayangkan surat terbuka kepada Ketua KPK Firli Bahuri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut belum pernah terjadi sepanjang sejarah KPK maupun lembaga antirasuah negara lain.
Melalui surat itu, pegawai KPK meminta agar hasil TWK dibatalkan, memerintahkan seluruh pegawai KPK beralih status menjadi ASN sesuai mandat UU 19/2019 dan PP 41/2020 dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), serta meminta penundaan pelantikan.
"Fakta ini sekaligus menegaskan spirit yang berkembang berupa solidaritas yang berpucuk dari akal sehat dan berpijak dari nurani menjadi 'barang langka' yang harus dihormati danndijunjung tinggi oleh siapapun," katanya.
BW menilai, aksi solidaritas itu merupakan sinyal bahwa tidak ada lagi kepercayaan yang dimiliki pegawai KPK terhadap pimpinannya.
"Siapapun pemimpin yang baik karena menjunjung tinggi kehormatannya harusnya tahu diri dan ikhlas meletakkan jabatan serta mengundurkan diri jika sudah kehilangan legitimasinya."
"Ketua KPK dan pimpinan lainnya telah gagal jadi konduktor yang mengorkestrasi pemberantasan korupsi serta diduga keras menjadi bagian dari masalah tipikor," katanya.
Baca juga: Polemik TWK, Fahri Hamzah: Berikan Kepercayaan Pimpinan KPK Menuntaskan Persoalan
Baca juga: 77 Guru Besar Antikorupsi Minta Jokowi Batalkan Agenda Pelantikan Pegawai KPK Jadi ASN
Di sisi lain, BW turut mengecam dugaan adanya tekanan serta ancaman yang dilakukan oknum pimpinan terhadap sekira 700 pegawai KPK tersebut.
Tindakan tersebut, menurut dia, telah melanggar kebebasan berekspresi yang diatur oleh konstitusi.
Ia menegaskan, pelaku tindakan dimaksud sudah tidak pantas lagi menjadi pimpinan KPK.
"Seluruh hal di atas sudah cukup menjadi dasar agar Presiden segera melakukan tindakan tegas untuk menolak hasil TWK dan mengalihkan serta melantik seluruh pegawai KPK sesuai mandat UU, PP dan Putusan MK," katanya.
"Hal ini penting dilakukan agar supaya dapat diwujudkan keadilan karena delayed juctice sama dengan injustice. Sekaligus, mempertimbangkan untuk meminta Pimpinan KPK mengundurkan diri," imbuh BW.
(Tribunnews.com/Maliana/Ilham Rian Pratama)
Berita lain terkait Seleksi Calon Pimpinan KPK