News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Kepegawaian di KPK

Polemik TWK KPK, Ketua PP Muhammadiyah: Jangan Ada Bias hingga Politisasi dari Pihak Manapun

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Gigih
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Muhammadiyah terpilih periode 2015 - 2020, Haedar Nashir. - Komentari soal polemik TWK KPK, Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir: Jangan Ada Bias hingga Politisasi dari Pihak Manapun.

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memberi komentarnya soal polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Komisi Pemberantasan Korupsia (KPK).

Menurutnya, TWK seharusnya objektif dan memiliki jiwa dari Pancasila dan konstitusi.

Termasuk di dalamnya, soal kebebasan beragama yang diatur dalam pasal 29 UDD 1945.

Dalam hal ini, bukan hanya TWK untuk pegawai KPK, tetapi juga bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN).

Komentar Haedar itu diungkapkan lewat cuitan Twitternya, @HaedarNS, Senin (31/5/2021).

Baca juga: 700 Pegawai KPK Kompak Minta Pelantikan Sebagai ASN Ditunda: Ini Bentuk Solidaritas

"Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) baik untuk calon penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) semestinya ojektif dan sejiwa dengan Pancasila dan Konstitusi."

"Termasuk dalam memposisikan agama dan umat beragama yang dijamin pasal 29 UUD 1945." tulisnya.

Disebutkannya, TWK jangan sampai ada bias hingga unsur politisasi dari pihak manapu.

"Jangan ada bias, reduksi, dan politisasi oleh pihak manapun baik yang ada di pemerintahan maupun kekuatan komponen bangsa," lanjutnya.

Jika TWK hadir untuk melawan radikalisme, kata Haedar, jangan diselimuti dengan kepentingan penguasa.

Ketua Umum Muhammadiyah terpilih periode 2015 - 2020, Haedar Nashir (muhammadiyah.or.id)

Baca juga: Jelang Pelantikan Pegawai KPK Jadi ASN, Direktur yang Tak Lolos TWK Posting Tulisan di Twitter

Ia juga menyinggung kehidupan beragama yang moderat pada soal TWK itu.

"Jika ingin melawan paham radikal-esktrem selain harus benar dan objektif sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta karakter bangsa Indonesia yang beragama dan berkebudayaan luhur berciri moderat, juga tidak boleh membawa paham radikal-esktrem lain yang bermantelkan otoritas kuasa," ujar Haedar.

Pimpinan Muhammadiyah itu mengatakan, semua pihak wajib tulus dan menjunjung tinggi kebenaran serat kebersamaan dalam hidup berbangsa.

Lanjut Haedar, setiap masalah perlu diselesaikan dengan mengedepankan dialog dan jiwa kenegarawan tinggi.

Baca juga: Besok Pelantikan Pegawai KPK, Komnas HAM: Tolong Dengarkan Suara Pegawai yang Lolos TWK

Haedar meminta setiap pihak yang terkait polemik TWK, untuk saling instropeksi diri.

"Apakah kita ingin pecah sebagai bangsa karena ada yang salah kaprah dan salah langkah."

"Jika ada masalah kedepankan dialog dan solusi dengan jiwa kenegarawanan tinggi."

"Setiap pihak saling introspeksi diri. Masing-masing jangan mau menang sendiri !," pungkasnya.

Presiden Diminta Batalkan Pemberlakuan TWK Semua Instansi

Diberitakan Tribunnews sebelumnya, komentar soal TWK juga datang dari Anggota DPR RI Al Muzzammil Yusuf.

Ia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan permberlakuan TWK terhadap seluruh ASN di berbagai instansi, termasuk KPK.

Belajar dari KPK, TWK dinilai betentangan dengan amanat konstitusi.

Menurutnya, TWK yang diselenggarakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) berisi pertanyaan yang sangat sensitif dan keyakinan agama seseorang.

"Beberapa pekan terakhir ini polemik kita sangat tajam dan mendalam tentang TWK yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN) terhadap calon ASN KPK."

"Masalahnya telah menarik perhatian publik yang begitu luas, terutama pada pertanyaan dalam tes tersebut yang sangat sensitif bahkan menyangkut keyakinan beragama seseorang,” ucap Al Muzzamil, dikutip dari laman dpr.go.id, Senin (31/5/2021).

Baca juga: Dewas KPK Masih Dalami Aduan 75 Pegawai Tak Lolos TWK Terhadap 5 Pimpinan

Ia menyebutkan satu contoh pertanyaan TWK yang sempat diberikan kepada pegawai KPK, yakni memilih antara Pancasila atau Al-Qur'an.

Lanjutnya, pertanyaan itu dilontarkan BKN untuk memberantas adanya paham radikalisme.

Namun, kenyataannya alasan BKM ini malah menciptakan bahaya yang lebih besar.

Pertanyaan itu dinilai mengabaikan sikap negawaran para pendiri negara Indonesia terdahulu.

“Dengan alasan tersebut BKN tentu telah merasa menyelamatkan negara dan pemerintah dari bahaya besar. Padahal yang sesungguhnya terjadi, BKN telah menciptakan bahaya yang lebih besar."

Ketua DPP PKS Al Muzzammil Yusuf (TRIBUNNEWS.COM/Ferdinand Waskita)

Baca juga: BKN Jawab Soal 9 Indikator Kriteria Merah 51 Pegawai KPK Tak Lolos TWK

"Pertama, mengabaikan sikap negarawan founding fathers kita yang arif bijaksana, menyandingkan Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Sila Ketiga, Persatuan Indonesia dengan harmoni didalam Pancasila,” ucap politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Kedua, lanjut Al Muzzammil, BKN telah menginjak-nginjak amanat konstitusi UU 1945.

Tepatnya, Pasal 29 ayat 1 dan 2 dimana negara menjamin setiap memeluk agama sesuai kepercayaan masing-masing.

“Maka niat BKN untuk memerangi radikalisme agama berubah menjadi kebijakan terorisme terhadap keyakinan umat beragama, khususnya umat Islam yang dikonfrontir untuk memilih Pancasila atau Al Quran."

Massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Antikorupsi melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (18/5/2021). Aksi tersebut merupakan bentuk dukungan kepada 75 pegawai KPK yang dinyatakan nonaktif setelah tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Baca juga: Pengurus Inti Wadah Pegawai KPK Beri Keterangan ke Komnas HAM Hari Ini

"Seakan-akan orang yang memilih Al Quran tidak Pancasilais," ucap Al Muzzammil.

Ia tak bisa membayangkan TWK dengan pertanyaan semacam itu, tetap dilegalkan dalam prosedur pengangkatan ASN.

Selain permintaan membatalkan TWK, politisi PKS ini juga meminta Presiden untuk membentuk tim khusus untuk menyusun TWK yang sesuai dengan Pancasila dan konsitusi negara.

"Kedua, Presiden Jokowi perlu untuk segera membentuk Tim TWK dari tokoh lintas agama, akademisi, pakar yang tidak anti agama untuk menyusun Tes Wawasan Kebangsaan yang sesuai dengan Pancasila dan konstitusi kita."

"Ketiga, DPR harus memanggil BKN untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah mereka lakukan pada kasus seleksi calon ASN KPK," pungkasnya.

Baca berita polemik TWK KPK lainnya

(Tribunnews.com/Shella Latifa)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini