TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid menyatakan, kalau saat ini setidaknya ada lebih dari lima kasus korupsi yang hanya menunggu operasi tangkap tangan (OTT) urung dilakukan.
Hal itu kata Harun, pengaruh dari adanya penetapan dinonaktifkannya sebanyak 75 pegawai KPK termasuk dirinya yang tak lulus asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Terlebih kata dia, beberapa pegawai yang termasuk dari 75 nama yang tak lulus TWK itu merupakan Tim Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dalam lembaga antirasuah itu merupakan Tim yang kerap melakukan OTT.
"Tentu ada pengaruh dari proses penonaktifan beberapa kawan ini, kalau seperti saya ini termasuk tim DPO yang diberi tugas dan wewenangan oleh pimpinan untuk menangkap segera para DPO," ucapnya saat ditemui awak media di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat (2/6/2021).
"Tapi dengan SK Nomor 652 yang sudah dikeluarkan tentu saya tidak bisa berbuat banyak," sambungnya.
Pengungkapan OTT itu sudah tidak bisa dilakukan dirinya bersama 75 pegawai KPK, karena menurutnya seluruh tanggung jawab dan wewenangnya sudah diserahkan kepada pimpinan.
Terlebih saat ini kata Harun ada beberapa kasus yang sudah matang dalam sebutannya, tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat ini.
"Karena saya sudah menyerahkan tugas dan tanggung jawab saya kepada atasan saya, demikian juga untuk beberapa kasus yang sudah matang dilakukan operasi tangkap tangan itu tidak bisa kami lakukan untuk sementara ini," tegasnya.
Dengan begitu kata Harun, keputusan yang dilayangkan pimpinan KPK dengan cara menonaktifkan 75 pegawai KPK termasuk dirinya berpengaruh besar terhadap upaya tindakan pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Baca juga: KPK Tak Akan Ungkap Nama 75 Pegawai Tak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan, Ini Sebagian Namanya
"Lebih lebih (dari lima kasus) dan itu menurut saya yang pengaruhnya besar terhadap pemberantasan korupsi ini," ujarnya.
Kendati begitu Harun tidak memerinci terkait beberapa kasus besar yang sudah siap untuk dilakukan OTT namun tidak jadi tersebut.
Dirinya hanya mengatakan, satu di antaranya yakni pengungkapan Harun Masiku yang merupakan buronan tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
"Ada beberapa dari anggota dari 75 itu adalah tim DPO jadi saya kira dengan dari penonaktifan dari 75 saya kira pencarian yang DPO atas nama Harun Masiku juga mengalami kendala dan hambatan," tukasnya.
Sebelumnya, Harun Al Rasyid memenuhi panggilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk keperluan pemeriksaan terkait polemik TWK untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Pantauan Tribunnews.com di lokasi, Harun hadir sekira pukul 14.00 WIB dengan menggunakan kemeja bewarna putih dan jas berwarna hitam.
Saat hadir di kantor Komnas HAM RI yang berlokasi di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Harun langsung bergegas menemui awak media.
Harun mengatakan, kehadiran dirinya mewakili 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) menjadi ASN ini untuk meminta bantuan kepada Komnas HAM agar dapat mengembalikan haknya sebagai pegawai KPK.
"Kami datang ke Komnas HAM ini mengadu untuk menuntut agar Komnas HAM bisa membantu hak-hak kemanusiaan kami, mengembalikan harkat dan martabat saya dan 75 pegawai orang ini agar kembali seperti biasa," kata Harun saat ditemui awak media, di Kantor Komnas HAM, Rabu (2/6/2021).
"Karena seakan-akan dengan tidak lulus TWK ada label, ada stigma kepada kami bahwa kami tidak Pancasilais, kami ini tidak NKRI kami tidak patuh UUD 1945," sambungnya.
Seperti diketahui, terdapat setidaknya 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Adapun 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lulus itu telah diputuskan akan dinonaktifkan karena berdasarkan hasil rapat Pimpinan KPK dan Kepala BKN didapati hasil berlabel 'merah'.
Sebagian besar dari mereka juga dinyatakan tidak Pancasilais serta sudah tidak dapat dibina karena tak lulus TWK.
"Apa kesalahan kami? kami tidak berbuat pidana, kami tidak mengambil uang suap dari pihak yang kami periksa, kami tidak salah kok dipecat? itu secara hakikat perlu diperhatikan," kata Harun.
Dengan begitu dirinya berharap, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai orang yang paling berwenang sesuai Undang-Undang dapat mengambil sikap atas adanya polemik TWK ini.
"Harapan kami ke depan agar Presiden Jokowi sesuai dengan amanat UU, bisa mengambil alih persoalan ini, karena sudah hampir sebulan kami tidak melakukan pekerjaan apapun sementara kami tetap digaji besar oleh negara," tukasnya.