TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemerintah telah memutuskan untuk melanjutkan pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Mahfud mengatakan keputusan tersebut diambil dalam rapat dengan Presiden Joko Widodo pada dua hari lalu.
"Soal RUU perampasan aset, pemerintah dua hari yang lalu memutuskan, rapat dengan presiden, itu RUU perampasan aset akan terus dilakukan. Tidak hanya terkait dengan ini (hak tagih dana BLBI) tapi terkait untuk jangka panjang," kata Mahfud di kantor Kementerian Keuangan RI di Jakarta pada Jumat (4/6/2021).
Sebelumnya Mahfud mengatakan regulasi menyangkut penyelamatan aset masih tersebar dan belum optimal.
Mahfud menjelaskan saat ini regulasi tersebut masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Setidaknya ada enam peraturan perundang-undangan yang disebutkan Mahfud.
Pertama UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20/2021.
Kedua, UU nomor 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketiga, UU nomor 1/2006 tentang bantuan timbal balik masalah pidana.
Baca juga: Pakar TPPU Nilai Turunnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Bukan Karena Pemberantasan Saja
Keempat, Peraturan Mahkamah Agung nomor 5/2014 tentang pidana tambahan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi.
Kelima, Perma nomor 1/2013 tentang tata cara penyelesaian peemohonan penanganan harta kekayaan dalam tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana
Keenam, Peraturan Jaksa Agung Nomor 9/2019 tentang perubahan peraturan Jaksa Agung bernomor Per.027-A-JA-10-2014 tentang pedoman pemulihan aset.
Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam acara 2nd PPATK Legal Forum bertajuk "Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset: Pantaskah Masuk Prioritas?" yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube PPATK Indonesia pada Kamis (29/4/2021).
"Regulasi menyangkut penyelamatan aset masih tersebar sekarang ini dalam berbagai peraturan perundang-undangan," kata Mahfud.
Namun demikian, kata Mahfud, peraturan-peraturan tersebut belum optimal dalam tataran implementasinya.
"Sehingga kita menganggap perlu Undang-Undang perampasan aset itu menjadi sebuah UU yang mandiri mengambil ruh dan substansi yang ada di berbagai peraturan perundang-undangan tersebut sehingga lebih bisa dipedomani dalam satu pandangan yang sama," kata Mahfud.